• 5 •

108K 4.8K 20
                                    

"Bagaimana bisa hati ini begitu berani membukakan pintu untuk seseorang yang bahkan belum pernah mencoba menyentuhnya."

-Reynand Putra Nandathama-

------------------------------------------------------------


"Reynand?" Bu Mitha, guru Matematika yang mengajar kelasnya pagi ini berdiri memperhatikan lelaki yang baru saja ia panggil dengan tatapan mematikan. Seisi kelas menjadi hening, jantung para siswa-siswi yang menghuni kelas itu mulai berdebar ikut panik.

Kane yang duduk di samping bangku Reynand telah berusaha menyadarkan lelaki itu dari lamunannya. Tak berhasil, pandangan mata Reynand masih terkunci pada apa yang ia lihat, meskipun ia sendiri tak peduli dengan apa yang telah menjadi objek hingga membuat iris terangnya itu tak bergerak.

Lamunannya buyar seketika saat Kane mencubit paha yang terbalut celana berwarna abu-abu itu, membuat tubuh Reynand sedikit berguncang terkejut.

"Apaan sih, Kane?" pekik Reynand pelan, matanya menyorot tajam ke arah Kane dengan tatapan horror. Kane segera memberikan isyarat dengan menggerakkan alisnya agar sahabatnya itu melihat sendiri ke depan kelas. Reynand pun menengok ke depan mengikuti petunjuk.

"Rey?" panggil Bu Mitha sekali lagi. "Kenapa kamu gak fokus hari ini?" tanya Guru itu, setahunya Reynand adalah murid yang tak pernah kehilangan konsentrasi seperti ini saat jam pelajaran tengah berjalan.

"Maaf," ucap Reynand singkat, ia menunduk sekilas.

Bu Mitha akhirnya mengangguk memaklumi sambil menghela nafasnya. Ia tak berniat untuk memarahi siswa tersebut.

"Jawab soal di buku paket halaman 165 nomor terakhir," perintahnya kemudian.

Reyanand menarik buku paket di hadapannya dan mulai membalik halaman demi halaman dengan jarinya. Setelah menemukan soal yang dimaksud, Reynand pun bangkit dari kursi sambil mengangkat serta buku paket pelajaran Matematika-nya untuk menjawab soal di papan tulis sebagai hukuman yang harus diterimanya.

"Gausah maju," ucap Bu Mitha tiba-tiba.

Tak menjawab, Reynand kembali duduk di kursinya dengan tenang.

"Ibu kasih waktu 3 menit untuk mengerjakan soal itu," sambungnya dengan tegas.

"Langsung saya jawab?" tanya Reynand datar, ia hanya ingin memastikan.

"Iya. Mulai dari... sekarang," ucap Bu Mitha setelah melihat jarum panjang pada jam tangan yang dipakainya menunjuk ke arah angka 12.

Mendengar itu, Reynand segera menarik kertas dan pulpen di hadapannya dengan cepat namun tetap terlihat tenang. Tangannya mulai bergerak menuliskan hitungan-hitungan dengan letak sembarang pada kertas tersebut, tak peduli tulisannya dapat dibaca orang lain atau tidak, karena yang ia butuhkan hanya hasil akhirnya. Belum sampai dua menit, tangan itu akhirnya terhenti, Reynand telah menemukan jawabannya.

"Jawabannya D?", jawab Reynand setelah melihat kembali soal dan pilihan jawaban dari buku paket tadi.

Bu Mitha akhirnya bisa kembali menunjukkan raut wajah cerah, melihat murid kesayangannya itu masih bisa menjawab soal acak darinya dengan cepat. Tak terkecuali para murid, mereka ikut merasa lega karena tak harus mendengar kata-kata mutiara dari mulut Guru Killer yang satu itu kali ini.

"Benar," ujarnya kemudian, diikuti riuh tepuk tangan dan pujian kagum dari teman sekelasnya, karena itu tergolong kategori soal yang sulit.

Reynand menghembuskan napas lega seraya menyandarkan punggungnya ke belakang kursi walaupun perasaannya masih juga tak tenang. Sedetik kemudian ia bangkit dan berjalan ke depan kelas, membuat suasana kembali senyap seketika.

ReynandhitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang