• 57 •

60.6K 3.2K 563
                                    

Keajaiban hanya akan datang saat kau benar-benar berusaha untuk mewujudkannya.

_________________________________________

"Di mana Raffa sekarang?" Tatapan Reynand kini tertuju penuh pada ayahnya. Ia bisa melihat kedua kelopak mata ayahnya melebar sesaat sebelum kilat dari manik terang itu meredup kemudian.

Gio kini melangkah lebih dekat ke arah putranya. Ia sudah tak sanggup menutupinya lagi. Pria itu sempat menghela napas dengan berat sebelum tangan kanannya terangkat lemah untuk menyentuh bagian dada sebelah kiri Reynand.

•••

Merasakan sentuhan itu, kedua iris terang Reynand terbelalak tak percaya. Ia menyadari maksud ayahnya dengan sangat cepat. Hingga Ice cream yang sejak tadi berada digenggamannya itu kini jatuh begitu saja, sebelah tangannya ikut terangkat menyentuh bagian atas jantung barunya secara refleks, menggenggam tangan ayahnya di sana.

Tak ada ucapan apapun dari kedua orang yang kini tengah berdiri berhadapan itu. Gio dan Reynand sama-sama diam dan hanya merasakan apa yang kini sedang mereka sentuh.

Degupan itu kini terasa lebih kencang hingga mereka tak menyadari kalau hujan telah jadi semakin deras.

Semua orang di sana basah kuyup, termasuk Gio dan Reynand sendiri. Sementara itu, Mr. Joe sempat beradu mulut dengan Pak Bimo karena Pak Bimo merasa kalau mereka harus segera membawa Reynand turun dari sini, sedangkan Mr. Joe malah mencegahnya karena tak ingin mengganggu moment antara ayah dan anak itu.

Ia tau, Gio sudah tak mampu lagi menyembunyikan kesedihannya sendirian dan berpura-pura seolah tak ada yang terjadi di depan Reynand. Gio terlihat begitu tertekan selama ini dan ia tak ingin hal itu terus berlanjut. Akhirnya, mereka hanya bisa diam dan menyaksikan kejadian ini dengan perasaan iba.

Hembusan angin kencang di tempat itu kini membuat tubuh Reynand semakin gemetar karena kedinginan. Namun, anak itu masih tertegun di tempatnya dengan tatapan kosong ke depan. Hingga kemudian ia sadar kalau napasnya jadi terasa sesak.

Untuk sejenak, Reynand sempat mengira kalau penyakit jantungnya akan kembali kambuh, sebelum ia ingat kalau ini bukanlah jantungnya lagi. Meski napasnya memang terasa sesak, jantung ini tak menyakitinya, sama sekali.

Reynand kini menggeleng pelan, mencoba menolak dugaan yang sejak tadi memenuhi pikirannya. "Nggak, Yah. Nggak," gumamnya. Iris terangnya yang tajam itu mulai dipenuhi oleh kilat merah yang nampak berkaca-kaca.

"Tolong, jangan bilang kalau ini ...

"Jantung Raffa." Reynand masih menggenggam tangan ayahnya, tepat di atas letak jantung itu. Dadanya terasa semakin sesak saat ini.

Gio tak menjawab, namun kilatnya yang kini ikut berkaca-kaca itu seolah menyiratkan kalau apa yang dipikirkan Reynand saat ini memang benar.

"Reynand." Suara Gio kini tercekat, perasaan sesak memenuhi batinnya. Ia masih dipenuhi perasaan takut. Takut Reynand tak sanggup mendengarnya.

"Nggak, Ayah.

"Ini bukan jantung Raffa, 'kan?"

Reynand melepaskan tangan ayahnya, mundur beberapa langkah sebelum tubuhnya terjatuh duduk begitu saja karena begitu shock. Ia terlalu lemas untuk bisa berdiri.

"Tolong, bilang kalau Raffa masih hidup."

"Rey mohon, Yah."

"Tolong."

ReynandhitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang