• 43 •

67.2K 2.8K 48
                                    

Saat ini aku tak butuh yang lain, cukup kamu berada di sampingku.
Hanya itu..

-Reynand Putra Nandathama-

___________________________________________

"Kamu beneran udah gak pa-pa?

"Mending kita ke RS dulu, Rey."

Tak ada jawaban dari lelaki yang kini tengah duduk bersandar lemah di bahunya itu. Andhita tak bisa membujuknya.

Meski warna senja sedang sangat indah sore ini, Reynand lebih memilih memejamkan matanya, bisa menikmati terpaan angin yang berhembus di area taman sekolah mereka dengan tenang seperti ini saja ia sudah cukup bersyukur.

Lelaki itu masih menggenggam tabung obat darurat yang tadi telah berjasa membantunya, membuatnya berhasil meyakinkan pengawalnya agar ia tak perlu dibawa ke rumah sakit. Syukur, tadi Pak Bimo tak sempat melihat darah yang ia muntahkan, karena jika sampai tau, bapak itu pasti tak akan memberinya kesempatan seperti ini.

"Kenapa sih kamu nggak mau ke rumah sakit dulu?"

Reynand menghela napasnya. "Andhita, aku mau tidur. Kamu jangan berisik, yah?" pinta Reynand lirih. Selain karena memang kelelahan, alasan tidur barusan sebenarnya sengaja ia ciptakan agar Andhita berhenti membujuknya untuk pergi ke rumah sakit.

Reynand tak bisa mengatakan alasannya, ia tak bisa mengatakan pada Andhita kalau dirinya tengah ketakutan. Saat ini, jika Reynand kembali ke rumah sakit, kemungkinan besar ia tak akan diperbolehkan untuk bersekolah lagi. Ia rasa, ini adalah kesempatan terakhir yang ia punya.

"Kalau mau tidur, ya sana pulang!" suruh Andhita.

Reynand menghela napasnya, tersenyum. "Baru kali ini ada yang berani ngusir aku di sini," gumamnya.

Andhita berdecak, "biarin! Mentang-mentang ini sekolah punya kamu, jadi gak ada yang boleh ngusir kamu gitu?" ucapnya tanpa ragu.

"Bukan."

"Bukan apa?"

"Bukan punya aku. Sekolah ini," jelas Reynand.

"Ya terserah deh. Intinya aku pengin kamu istirahat dulu, Rey."

Lelaki itu melepaskan sandaran kepalanya dari bahu Andhita, beralih menyandarkan punggungnya pada kursi taman yang mereka duduki, tangan kanannya terangkat menekan bagian kepalanya yang terasa berdenyut.

"Saat ini aku gak butuh yang lain, Dhit. Cukup kamu ada disamping aku. Hanya itu," ujarnya lelah. Ia masih sedikit kesulitan menarik napas.

Kata-kata jujur itu meluncur begitu saja dari bibir Reynand. Lelaki itu tak menyadari kalau pipi gadis di sampingnya jadi bersemu merah hanya karena mendengarnya.

Andhita mengejapkan matanya, berusaha menyadarkan dirinya sendiri.

'Gak boleh baper! Hey, wake up, Andhita! Sekarang bukan saat yang tepat buat baper-baperan kayak gini!'

Gadis itu mengakhiri moment blushing-nya dengan decakan.

"Aku mau kamu istirahat, Rey. Kamu lebih butuh istirahat!" ujarnya gemas.

"Tadi udah," jawab Reynand dengan santainya.

Andhita baru membuka mulutnya, ingin mengatakan sesuatu ketika Reynand melanjutkan kalimatnya, "tapi malah digangguin." Gadis itu mengatupkan bibirnya kembali.

ReynandhitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang