• 24 •

77.4K 3.1K 15
                                    

"Sejatinya, masa lalu itu bukan untuk dibuang, melainkan untuk dikenang, seburuk apapun itu.

Jangan lari, tapi pelajari.
Agar kau tak kembali terjebak dalam situasi serupa."

-Andhita Zheanna Devaliant-

------------------------------------------------------------

'Sial banget sih gue hari ini!'

"Raffa? Kok kamu diem aja sih?" Suara manja gadis itu membuat Raffa malah semakin tak berniat untuk memandang ke arahnya. Ia masih menutup wajah dengan kedua siku bertumpu pada meja.

"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanyanya penuh perhatian.

Tanpa izin, gadis yang baru datang itu duduk di hadapannya.

"Raffa?" Tak putus asa, kini ia menarik kedua tangan Raffa, melepaskan tangan itu untuk melihat wajah tampan lelaki di depannya.

Raffa melepaskan tangan gadis itu dengan lembut. Meski benci, ia paling tak bisa berbuat kasar pada wanita. Kali ini ia lebih memilih untuk melemparkan tatapannya ke arah lain.

"Gaada apa-apa," ucap Raffa pelan.

"Baju kamu basah banget, beneran habis dihukum, 'ya?"

Raffa mengangguk, masih dengan tanpa ekspresi.

"Apa hukumannya?" tanya gadis itu penasaran.

"Bukan urusan lo," jawab Raffa dingin.

Jika bukan karena memikirkan para pengawal yang pasti tengah mengawasi dan menunggu Pak Asep yang sedang mengambil buku-bukunya, Raffa pasti sudah memilih untuk pergi ke tempat lain. Tak betah jika harus berlama-lama dengan gadis yang satu ini.

"Lo masih belum maafin gue, ya?"

🍁🍁🍁

Aspal jalanan tampak semakin menghitam karena basah. Sisa-sisa hujan masih belum juga reda sejak semalam. Pagi ini, Reynand sudah kembali bersekolah. Tentu saja, ia tak pernah menganggap serius segala sesuatu yang dikatakan oleh Dokter David. Jika sudah merasa kondisinya sedikit membaik, maka tak ada alasan baginya untuk tetap berdiam di rumah sakit.

Walaupun, tak bisa dipungkiri kalau sebelah dadanya itu masih sering terasa sesak. Termasuk saat ini, tangan kanannya tak sengaja tergerak mencengkram kemeja di balik jas sekolahnya saat dada kirinya kembali terasa nyeri.

Di sampingnya, Andhita yang sejak tadi sudah duduk tak tenang, mengetuk dan menggoyangkan sepatunya dengan cepat, kini menengok ke arah Reynand, menyadari gerakan tak sadar yang lelaki itu lakukan. Reynand pun melepaskan tangan kanannya dan memilih untuk memejamkan mata. Seolah tak terjadi apa-apa.

Tak mendapati apapun setelah melihat Reynand, Andhita kembali mengalihkan perhatiannya dari lelaki itu.

Andhita berkali-kali melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tak sadar kalau Reynand juga balas memperhatikannya dalam diam.

Reynand ikut melirik jam tangannya sendiri.

6:30 AM

Masih aman. Mereka tak mungkin terlambat karena gerbang baru akan ditutup pada pukul Tujuh tepat dan jarak ke sekolah sudah dekat, hanya sekitar 5 menit lagi, kira-kira hal itulah yang ada dalam pikiran Reynand saat ini. Sejujurnya, ia mulai penasaran, namun logikanya mengatakan kalau ini bukanlah sesuatu yang penting hingga membuatnya harus melontarkan pertanyaan.

ReynandhitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang