• 64 •

42.8K 2K 51
                                    

Kamu tidak bisa mencegah hal buruk terjadi menimpamu, tapi kamu bisa belajar untuk menghadapinya.

Andhita Zheanna Devaliant
_______________________________________

Warning! 3000+ words

Reynand berjalan melewati koridor sekolahnya dengan langkah tenang. Sepanjang perjalanan, ia belum menemui siswa lain dan hanya mendapati beberapa orang office boy yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Langkahnya terhenti sejenak begitu ia sampai di depan pintu kelasnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada salah satu sisi pintu sambil melihat ke dalam ruangan yang kosong itu, memandangi tempat duduknya yang begitu jarang ia tempati.

Raffa.

Tiba-tiba saja, nama itu muncul di benaknya.

Ia pikir, seharusnya anak itu masih bisa melihat pemandangan seperti ini jika bukan karenanya.

Bagaimanapun, ia masih belum bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian Raffa.

Karena memikirkan hal itu, untuk beberapa saat batinnya jadi terasa sedikit emosional dan sebagai respon tambahan dari tubuhnya, kepalanya jadi terasa berdenyut. Kondisi anak itu masih belum stabil sepenuhnya.

"Reynand?"

Mendengar panggilan itu, Reynand segera melepaskan sandarannya. Ia menoleh ke arah suara.

Bu Dea, guru bimbingan konseling di sekolah itu, terlihat memberikan senyum ke arahnya. Meski tak bisa menutupi suasana hatinya yang sedang tak baik dengan membalas senyuman yang diberikan, Reynand langsung mencium punggung tangan gurunya itu dengan sopan.

"Kamu baru datang?" tanya guru itu, melihat Reynand masih menggendong tas di bahunya.

Untuk sesaat, Reynand sempat merasa kurang nyaman dengan izin istimewa yang didapatkannya. Karena tak ikut upacara, ia jadi terlambat datang ke sekolah.

"Maaf.—"

"Kamu nggak perlu minta maaf, Rey. Ibu mengerti. Yang terpenting, kamu sudah bisa belajar lagi hari ini," potong guru itu dengan lembut. Mengingat kondisi Reynand, guru itu segera memakluminya.

Reynand tak menjawab lagi. Namun, ucapan yang ia dengar barusan cukup membuat batinnya jadi sedikit nyaman.

"Are you okay? Kamu kelihatan pucat," tanya Bu Dea dengan hati-hati. Melihat raut Reynand yang nampak sedikit pucat, wanita yang kini menenteng map catatan poin pelanggaran siswa itu jadi terlihat cukup khawatir.

Untuk sesaat, Reynand menundukkan kepalanya secara refleks, berusaha menyembunyikan wajah pucatnya yang jelas-jelas sudah terlihat oleh guru itu, sebelum akhirnya tersadar kalau tindakannya adalah sesuatu yang percuma. Akhirnya ia kembali mengangkat wajahnya.

"Kamu masih sakit, Rey?" Bu Dea kembali bertanya.

Reynand memberi gelengan. "Nggak, Bu," jawabnya kemudian, mencoba meyakinkan guru itu kalau dirinya baik-baik saja.

"Kalau kamu masih merasa kurang sehat, kamu bisa pergi ke ruang kesehatan dulu ya, Rey," saran Bu Dea. "Atau, kalau kamu merasa butuh teman untuk diajak bicara, kamu bisa pergi ke ruangan ibu."

ReynandhitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang