Sam(Part 2)

84 26 18
                                    

 "PARK JAEHAN!!!"

JaeHan menoleh ketika mendengar namanya dipanggil. Dari jarak kurang dari 5 meter, seorang gadis-yang sekarang menjadi familiar baginya-melambaikan tangan kearahnya. Ketika pintu bis terbuka, saat itu juga gadis itu berdiri tepat disampingnya. Gadis itu mengucapkan 'Annyeong'   lalu meraih tangannya."Jallijuseyo,(selamatkan aku)"bisiknya."Kajja!(ayo)ppaliwa!(cepat)" Gadis itu kembali berkata namun dengan suara yang lebih keras. Gadis itu menarik tangan JaeHan untuk segera masuk kedalam bis. Mereka mengeluarkan kartu setelah itu berjalan menuju bangku paling belakang.

RaIn masih menggenggam tangan JaeHan dengan erat walaupun mereka sudah duduk. RaIn menenggelamkan kepalanya dari jendela namun sesekali melirik ke luar jendela. Bis berjalan, RaIn menghembuskan napasnya lega lalu membenarkan posisi duduknya. "Melelahkan," gumamnya. Baik RaIn, maupun JaeHan saling mengedarkan pandangan kearah tangan mereka yang masih bertautan. Dengan segera mereka melepaskan tautan tersebut. JaeHan berdeham. RaIn mengalihkan pandangannya keluar jendela. Canggung.

"Kau dari mana?" tanya JaeHan dan RaIn bersamaan. RaIn dan JaeHan berdecak.

"Jalan-jalan," jawab mereka bersamaan. JaeHan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sedangkan RaIn menggigit bibir bawahnya.

"Kau punya banyak sepatu ya?" RaIn membuka pembicaraan kembali. JaeHan menatap sepatu merahnya. "Cih! Ternyata diam-diam kau memperhatikan ku." RaIn menggeleng kuat. "Kebetulan saja. Aku ini cukup perhatian dengan orang-orang disekitarku. Kau kan duduk disebelahku." JaeHan tersenyum. "Baiklah, aku percaya."

"Hei! Kau terseyum padaku ya?" JaeHan mengerutkan dahinya. Tersenyum? Ia tidak merasa bahwa dirinya sudah tersenyum pada gadis di sampingnya ini. RaIn membuka ponselnya. Dari tempatnya, JaeHan bisa melihat RaIn membuka kalender. "Karena ini pertama kalinya orang sepertimu tersenyum padaku, jadi moment langka seperti ini harus diabadikan."

JaeHan menautkan kedua alisnya. Ia tidak paham dengan pikiran gadis ini." Karena kau sudah menolongku-" JaeHan memutus perkataan RaIn. "Aku tidak menolongmu," lanjutnya. RaIn tidak menggubris perkataannya, ia menggelengkan kepalanya menyuruhnya untuk tidak berkomentar.

"Kau harus ikut aku berhenti di 4 halte lagi."

"Waeyo?"

"Aku belum makan malam. Dan kau sepertinya lapar," kata RaIn dengan nada sok tahu. Namun, JaeHan tidak bisa berbohong kalau dirinya cukup lapar. Jadi, ia hanya bisa diam.

"Kau harus mampir ke café Miran onnie. Dia kakak kandungku."

"Geundae(tapi)..."

"Mwo? kau lapar?"

"Hei! Aku tidak bilang begitu!" seru JaeHan

"Tapi kedengarannya seperti itu ditelingaku."

JaeHan berdecak. "Itu berarti iya." RaIn menyimpulkan sendiri sesuai kehendaknya. JaeHan mendesan kuat. Pasrah. Sedangkan RaIn hanya tersenyum puas.

"Onnie."

Suara dentingan halus mengalun dari pintu café yang terbuka.Cafe Inn cukup ramai di saat ini. Padahal tidak banyak makanan pokok yang tersedia. Paling hanya pasta. "Kau sudah pulang. Ku kira kau akan pulang malam." RaIn tersenyum melihat onnienya yang sedang sibuk di kasir. "Ini juga sudah malam. Pukul 8," kata RaIn sembari melirik jam tangannya. "Maksudku jam 9 keatas." MiRan memberikan kode kepada pegawainya untuk menghandle pekerjaannya untuk sementara.

"Onnie kenalkan ini-"

"Jadi, ini teman kencanmu?"

"Teman kencan?" tanya JaeHan.

Forthcoming Season 1[COMPLETED]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang