CHIL (Part 4)

28 13 6
                                    

"Jika sekarang aku memintamu menjadi pacarku, apakah kau akan menerimaku?"

RaIn terdiam. Tiba-tiba ingatannya kembali pada kejadian beberapa jam lalu tepatnya di mobil DongHoon. Ini bukan pertama kalinya bagi RaIn. Ia sudah sangat sering ditembak. Namun, mengapa saat ini lidahnya begitu kelu?

"RaIn-ah?" Suara DaNi sukses membuyarkan lamunannya. "Ah..Ne?" tanya RaIn kikuk.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." kata DaNi. "Tidak." Rain menggigit bibir bawahnya. Entah mengapa ia merasa sedikit gusar. "Baiklah, aku akan menunggu sampai kau menerimaku. Jaljayo." Sambungan telepon terputus. RaIn menatap layar ponselnya. Lagi-lagi ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menghela napas. Rain tidak tau. Ia merasa ia masih ragu dengan DaNi. Ia tau, DaNi begitu baik walaupun terlihat seperti lelaki yang bebas, suka menggombal, semaunya dan jahil. RaIn belum sepenunhnya menaruh hati pada lelaki itu. RaIn hanya menaruh hati sebagai teman. Itu saja. Lagipula, hatinya tidak bergetar sama sekali. Bahkan setelah DaNi menembaknya.

"Sepertinya kau sudah dekat dengan nona Han." DaNi mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. Lelaki itu tersenyum. "Begitulah." Temannya yang bernama Shim Yoon Je bersorak. "Kenapa kau tidak langsung jadian saja? Kenapa harus ada masa percoban segala?" tanya lelaki berambut hitam pekat bernama Gong Chan Doo. "Han RaIn bukan fangirlku. Dan dia tidak seperti gadis yang sering aku kencani."jelas DaNi sembari menyeruput soda floatnya. "Aku masih ingat janji kalian jika RaIn menjadi pacarku."

"Tentu saja kami ingat." Kata lelaki bertubuh paling tinggi bernama Ahn Yong Ji. "Seharusnya aku sudah mendapatkan setengah dari taruhan kalian. Masa percobaan tidak jauh dari pacaran tau!" Ketiga teman DaNi tertawa renyah. "Bersabarlah Kim DaNi. Jika hubunganmu berkembang, kami akan memberikanmu setengahnya. Tapi jangan lupa! Klaian juga memasang taruhan kepadaku." Kata Gong Chan Doo disertai smirknya yang khas.

Lagi-lagi mereka tertawa. Mertawakan pekerjaan mereka. Namun, entah mengapa untuk saat ini

Dani tidak sebahagia biasanya. Biasanya DaNi tertawa paling keras karena ia tidak pernah gagal dalam urusan seperti ini. DaNi melirik kembali ponselnya. Tiba-tiba ia berharap RaIn menelponnya. DaNi menepis harapannya itu. RaIn mungkin sedang serius belajar dan tidak memikirkan apa-apa selain pelajarannya.

DaNi yakin, ini efek lelah. Setelah ini, DaNi ingin merebahkan dirinya diatas kasur dan tidur dengan nyenyak. Semoga saja gadis itu mampir kedalam mimpinya. Walapun hanya sepersekian detik.


JaeHan melangkahkan kakinya lebar-lebar keluar kelas. Ia tidak peduli dengan Rao yang terus memanggilnya. Ia tidak berselera makan. Lagipula JaeHan yakin, Rao bisa menyusul DongHoon dan RaIn tanpa dirinya.

Seharian ini, JaeHan begitu gusar. Lebih tepatnya kesal setengah mati. Jika ditanya kepada siapa dan mengapa, jawabannnya karena murid sialan bernama Kim DaNi. Tadi malam, JaeHan memutuskan belajar di Caffe Bay yang tidak jauh dari apartemennya. JaeHan merasa bosan dengan suasana belajar dikediamannya. Sesekali JaeHan menyeruput Hot Chocolatenya. Matanya tidak lepas dari buku Sainsnya. Namun, kenyamanan JaeHan terusik karena pendengarannya yang tajam mampu mendengar percakapan dari beberapa lelaki seusianya yang duduk tidak terlalu jauh dari tempatnya.

Salah satu dari beberapa lelaki tersebut sedang menelpon. Membahas tentang sebuah pertandingan. JaeHan rasa, ia kenal dengan suara itu. Namun, ia tidak ingin menerka-nerka. Di dunia ini suara orang bisa saja sama antara satu dengan yang lainnya.

"RaIn-ah"

Mendengar lelaki tersebut menyebut nama 'RaIn' membuat JaeHan yakin bahwa orang itu adalah DaNi. "Jika sekarang aku memintamu menjadi pacarku, apakah kau akan menerimaku?" Mendengar kata-kata itu membuat dada JaeHan mencelos. Napasnya tertahan beberapa detik. Ya, JaeHan penasaran. Sejalk kapan JaeHan peduli dengan urusan orang lain? JaeHan juga tidak tau jawabannya. Tinggal di Korea sungguh membuat JaeHan berubah menjadi aneh.

"......."

"Baiklah, aku akan menunggu sampai kau menerimaku. Jaljayo."

RaIn menolak DaNi. JaeHan tau itu. Dadanya terasa lebih lega sekarang. Namun, tidak berhenti sampai situ. Dada JaeHan kembali berat bahkan sangat berat ketika mendengar semua percakapan DaNi dengan teman-temannya. Semuanya tanpa terlewatkan.

JaeHan menggertakkan gigi-giginya yang kelewat rapih. Ia mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ingin rasanya ia berdiri menghampiri DaNi. Namun, JaeHan tidak ingin membuat kekacauan ditempat ini. Ya, JaeHan harus menahan diri untuk melakukan hal ini. Setidaknya sampai esok hari.

"Kim DaNi-ssi"

Tepat sekali. Ketika melewati lorong sekolah yang sedang sepi, JaeHan bertemu dengan DaNi yang tengah bersama teman-temannya. DaNi menghentikan langkahnya. Lalu membalikkan tubuhnya.

"Kau memanggilku, Park JaeHan-ssi?"

JaeHan tidak menjawab pertanyaan DaNi. "Aku punya urusan denganmu." DaNi mengusap dagunya menatap JaeHan dengan tatapan bingung. Namun, DaNi tetap memberi isyarat kepada teman-temannya untuk segera pergi.

DaNi melangkahkan kedua kakinya kearah JaeHan.

"Mworago?" tanya DaNi. Tatapannya berubah datar. "Apa maksudmu menjadikan RaIn sebagai bahan taruhan?" JaeHan tidak ingin basa-basi dengan manusia dihadapannya. JaeHan sudah muak.

"Jadi kau menguping?"

"Terdengar." Koreksi JaeHan

"Kau siapanya RaIn?"

JaeHan terdiam. "Kau baru kenal dengan gadis itu beberapa minggu yang lalu. Kau bahkan bukan Lee DongHoon. Lalu apa urusanmu dengan gadis itu? DaNi menepuk ringan bahu JaeHan dengan punggung tangannya.

SKAK! JaeHan tau, tindakannya seperti ini terkesan 'ikut campur.' Namun, bagaimanapun juga Rain temannya. Ia memang bukan lee DongHoon yang selalu melindungi RaIn. Namun, ada sebuah alasan yang JaeHan sendiri tidak bisa mengungkapkannya.

"Apakah kau menyukai RaIn?"

Tidak. JaeHan tidak menyukai gadis itu. Ia hanya senang berteman dengan Rain. Itu saja. "Aku tidak menyukai RaIn sama sekali." DaNi tersenyum. "Baguslah kalau begitu. Karena aku mulai menyukai gadis itu." JaeHan menatap DaNI. "Jangan Permainkan gadis itu. Kau mungkin akan menyesal."

DaNi tertawa mendengus. "Urusi saja hidupmu sendiri, Park JaeHan. Jangan terlalu ikut campur."

JaeHan menyeringai. "Gadis itu temanku, kalau kau berani melukai gadis itu, kau akan tau akibatnya, Kim DaNi-ssi." Lagi-lagi DaNi tertawa. Mendengus. "Aku akan tunggu apa akibat yang akan aku dapatkan."

"JaeHan-ah, kau tidak makan? Kau bersama siapa? DaNi-ssi? Kaukah itu?"

Suara RaIn memenuhi pendengaran mereka. JaeHan membalikkan tubuhnya. "RaIn-ah sedang apa kau disini?" tanya JaeHan. RaIn tersenyum. "Kau tidak makan? Aku membelikan ini untukmu." RaIn menyodorkan bungkus hamburger kehadapan JaeHan. "Kalian berdua sedang apa?"

"Kami hanya berpapasan." Jawab DaNi cepat sembari terseyum palsu. RaIn mengangguk. "Kami duluan. Bye DaNi." JaeHan berjalan disamping RaIn. Kedua matanya tidak lepas dari gadis itu. JaeHan hanya berharap, gadis itu tetap selamat sampai kapanpun itu.

Aku apdet setelah nyelesein tugas kuliah yang Masya Allah :"
Happy Reading guys

Jangan lupa vomentnyaa
Terima kasiihh :"

Forthcoming Season 1[COMPLETED]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang