17

6.4K 494 23
                                    

"Sudahlah", Sehun menenangkanku yang terisak dibahunya.

Aku terus terisak, dadaku sesak oleh kemarahan dan kebingungan tentang apa yang baru saja aku lihat. Aku bahkan tidak berdaya, aku tidak benar-benar pergi. Sehun menuntunku ke kamar rawat sebelah yang kosong.

"Mereka...", kataku disela-sela isakan yang menyakitkan.

"Aku juga tidak tahu, tidak ada yang mengerti bagaimana hubungan mereka sekarang", kata Sehun. "Aku sudah memperingatkanmu."

"Hiks... Sehun... Kenapa sangat sakit?" Aku menekan dadaku, berharap rasa sakitnya hilang. Tetapi percuma.

"Hustt... Sudahh", Sehun mengusap rambutku, kemudian memelukku.

"Sehun... Hiks...", aku mendongak. Aku mulai sayu.

"Ya (y/n)... Aku disini." Sehun melihatku. "Astaga... (Y/n)! Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat."

Aku lelah, aku lelah menahan rindu, aku lelah menangis, aku lelah merasakan sakit yang sama. Aku seolah tidak memiliki sedikitpun keinginan untuk sekedar membuka mataku. Lantai rumah sakit terasa seakan terbalik. Kelopak mataku terasa berat, dadaku sesak, kepalaku berdenyut.

"(Y/n)!!! Hya... Buka matamu... (Y/n)! Sadarlah!"

Kalimat terakhir Sehun yang aku dengar sebelum semuanya...

Gelap dan sunyi.

--

Aku terbangun setelah merasa tidak nyaman dengan tanganku. Aku membuka mata dan menemukan selang panjang berisi cairan bening dengan ujung yang tertancap di pergelangan tanganku.

Kepalaku terasa berat, kelopak mataku juga enggan sepenuhnya terbuka. Samar-samar aku melihat seseorang, seperti Sehun, duduk di sofa dekat jendela dan sibuk dengan ponselnya. Kelihatannya Sehun belum menyadari jika aku sudah terbangun.

"Se..hun-ah", panggilku lirih.

"Oh! Kau sudah siuman." Sehun tergesa-gesa menyimpan ponsel dalam saku dan menghampiri ranjangku. "Apa yang kau rasakan? Pusing? Mual?"

"Sedikit pusing, tapi lebih baik." Jawabku.

"Kau... Sama saja dengan Baekhyun hyung, kenapa tidak bilang?" Sehun berkata sambil membantuku duduk bersandar.

"Apa maksudnya? Kurang tidur? Aku tidur sangat cukup." Kataku, membenarkan posisi duduk.

"Bukan, kata dokter kurang gizi kau tahu! Apa apaan kau ini! Kau bukan anak-anak (y/n) astaga..." Sehun mengomel melebihi ibuku. Aku mengingat-ingat kapan terakhir aku makan, dan itu hanya sesuap saat bersama Mike.

"Hmmm", aku hanya menggumam. Aku masih teringat kejadian sebelumnya, menyakitkan.

"Kau harus makan, itu pesan dokter." Manik mataku mengikuti arah tangan Sehun yang mengambil mangkok dari atas nakas sebelah ranjangku.

Refleks aku menutup mulutku sambil menggeleng. Bubur dari rumah sakit. Menjijikkan.

"Sedikit saja", rayu Sehun. Dia menyendok bubur. Aku menggeleng. "Amm.... Ini enak kau harus mencobanya." Sehun mencoba sesuap, aku menatapnya dengan dahi berkerut.

"Ayo, coba." Sehun mendekatkan sesendok bubur padaku.

"Shireo." Aku berpaling.

"Haish", keluh Sehun yang terdengar meletakkan mangkok kembali keatas nakas.

Cklak... Kriet, pintu terbuka.

Baekhyun, berdiri diambang pintu. Sebelah tangannya memegang stand infus dan yang lain menahan pintu. Wajahnya tampak lelah tanpa ekspresi. Baekhyun menatapku dalam.

Oppa (Byun Baekhyun) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang