10. Never Sorry.

5.9K 356 32
                                    

Aku berjalan secepat mungkin, menyamai langkah Cal yang terkesan lebar di dalam kabin pesawat.

Betapa shock aku saat aku bangun tidur pemandangan pertama yang ku lihat adalah wajahnya.

Entah apa yang ku rasakan waktu itu, perasaan terkejut dan malu bercampur menjadi satu, membuat aku langsung pergi melarikan diri ke kamar mandi.

Banyak pemikiran tentangnya yang terbang bebas di otak ku.

Sejak kapan ia berada di sana?

Ck! Pasti aku terlihat memalukan saat tertidur tadi.

Aku pikir Cal tidak akan punya muka lagi untuk menemui ku setelah kejadian di mobil waktu itu. Ternyata aku salah, Cal tetaplah seorang Cal apa pun yang terjadi, kejadian seperti itu tidak akan mempengaruhinya.

Cal sudah terlahir seperti seorang raja. Penyesalan yang terlukiskan di matanya hanya lah bayangan maya. Ia sudah terbiasa bersikap seperti ini. Memainkan perasaan mangsanya adalah kesenangannya. Semua yang ia lakukan hanyalah ke pura-puraan.

Mungkin ia terlihat bersalah setelah menyiksaku, tapi itu hanya sesaat, karena dalam sekejap ia akan berubah lagi.

Aku melihat bayangan ku di cermin saat itu, luka ku telah di bersih kan, dan luka ku pun telah di obati dengan telaten.

Dia yang selalu melukai ku, tapi ia juga yang selalu mengobati ku.

Setiap luka yang ia torehkan, selalu saja ia obati sampai mengering dan sembuh. Dan jika sudah membaik, ia akan membuat luka baru lagi, dan lalu ia obati lagi. Mungkin seperti itulah siklusnya.

Bagaimana bisa aku menjauhinya, jika ia saja selalu berada di samping ku.

-

Aku menoleh dan menatap Cal dengan pandangan bertanya saat dirinya menggeser bokong menjadi mendempet ku.

"Apa?" Cal kembali menatap ku dengan pandangan menantangnya. "Bukanya sudah ku bilang jika kau menjauh aku akan terus mendekat?"

Aku berdesis sebal dan mengalihkan pandanganku kembali ke jendela. Sejak kapan ia berubah dari sadis ke menyebalkan.

Aku sengaja duduk di pinggir agar aku tidak harus berdekatan dengan dirinya, tapi ia menggagalkan rencana ku dengan ikut duduk di samping ku. Padahal, di sebelahnya masih tersisa tempat yang sangat luas.

"Tidak usah menggerutu. Ini mobil ku, jadi terserah diriku." Aku mengbungkan pipiku sebal saat ia melanjutkan ucapannya di balik cahaya tabletnya.

Gedung-gedung pencakar langit terlihat dari jendela ini, perjalanan menunju penthouse Cal cukup memakan waktu yang terbilang lama.

Aku kembali terjatuh kepada pemikiran tentang pria di sebelah ku. Ingin sekali aku mengetahui isi pemikiran pria itu.

Mengapa pria itu sangat terlihat santai?

Tidak adakah rasa bersalah dalam dirinya saat melihat ku? Bahkan lebam di pipiku masih sedikit nampak.

"Kau terlalu banyak berpikir, katakan saja yang ingin kau tanyakan." Aku menoleh ke arah Cal dengan horror. Bagaimana ia bisa tahu bahwa aku sedang memiliki banyak pikiran?

Ku dengar decakan sebal dari bibirnya. Lalu dia mematikan tabletnya dan meletakan benda itu di sampingnya.

Tatapannya mengarah kepada ku dengan serius. "Aku siap menjawab pertanyaan mu."

Tingkah lakunya yang sekarang ini membuat ku terdiam, apakah benar ini adalah sosok Cal yang sama seperti yang kemarin.

Aku terus terdiam, bahkan aku tidak bisa mengeluarkan suara.

"Oke, jika kau tidak mau bertanya. Maka aku yang akan langsung menjelaskannya." Senyum Cal mengembang, sudah dua hari ini aku tak melihat senyumnya, dan kali ini aku di berikan kesempatan itu lagi.

Aku kembali membeku seperti saat ia meletakan kepalanya di paha ku waktu malam itu, tapi kini aku membeku karena kepalanya yang berada di bahu ku.

Lalu dengan santainya ia mengamit tangan kanan ku, menautkan jari kami menjadi satu. Apa ia tidak tahu, bahwa perlakuannya ini membuat jantungku berdetak dengan gilanya?

"Jika kau bertanya siapa wanita yang semalam itu, aku akan menjawabnya." Aku menahan napas ku dengan sejenak, lalu dengan pelan aku kembali menghembuskannya. Cal memulai topik dengan membicarakan tentang wanita itu. Wanita yang mampu membuat Cal melupakan sekitarnya.

"Wanita itu bernama Kiara Ashine Chondavie. Dan kau tidak perlu merasa cemburu karena ia adalah teman masa kecil ku." Ku dengar Cal sedikit terkekeh saat mengucapkan kata 'cemburu'.

Aku mendengus sinis dalam hati. Cemburu? Aku tidak cemburu. Memangnya aku mempunyai hak untuk cemburu? Bahkan wanita itu telah datang di kehidupan Cal sangat jauh sebelum diriku, apa aku pantas cemburu?

"Kau tau?" Cal berujar dengan pelan. Aku terus diam mendengarkan ia berbicara. Rasanya aku hanya ingin mendengar suaranya saja.

Mengapa kami bisa sesantai ini? Padahal kemarin kami bertengkar dengan hebatnya.

Mengapa aku sangat nyaman dengan posisi kami? Padahal sebulumnya aku sangat ingin menghindari dirinya.

"Aku sangat menyesal melakukan hal yang bodoh saat malam itu."

Aku tertegun akan ucapannya yang bernada lembut. Apakah ia benar-benar menyesal? Apakah ia tak akan mengulangi perbuatannya lagi?

Cal mengangkat kepalanya dari bahu ku. Tanganya menggenggam tangan ku dengan erat, matanya menatap ku dengan lurus. Semua tanda di tubuhnya melukiskan keseriusan yang amat besar.

"Maaf kan kebodohan ku, Ale. Aku berjanji tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu lagi."

Aku tertegun akan perkataannya. Suaranya menggambarkan kesungguhan yang mendalam.

Dengan pelan tapi pasti aku menarik tangan ku yang berada dalam genggamannya. Lalu mataku menatapnya dengan tatapan yang sama seriusnya.

"You are never sorry, Cal."

Ku lihat Cal mematung di tempatnya, tatapannya berubah menjadi kosong.

Tapi, aku tidak boleh termakan aktingnya lagi. Aku kembali menatap ke arah jendala. Meyakinkan diriku sendiri bahwa ini adalah pilihan yang tepat.

Karena Cal tidak akan pernah bisa menyesal.

***

Published : 7, Juli 2017

My MASTER IS STRANGER [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang