Bab 2

4.9K 202 6
                                    


Jakarta,2007..

"Dia siapa Ta?" Tanya Ruri ke arah sosok laki-laki yang baru saja melintas di depan mereka dengan tas ransel di bahu kirinya dan tangan kanan di dalam saku celananya. Gayanya biasa aja. Cowok itu bahkan tidak melirik Ruri atau berusaha menggodanya sama sekali. Tapi entah kenapa justru sikapnya itu sedikit menggelitik hati Ruri. Ada yang familiar dari cowok itu. Tapi apa? Padahal sepertinya baru kali ini ia melihat anak laki-laki itu. Siapa dia? Kok bisa Ruri merasa aneh begini melihatnya?

"Anak baru ya Ta?" Tanya Ruri lagi sambil menyenggol bahu Dita karena Dita sabahat tercintanya itu tak jua kunjung menjawab pertanyaannya dari tadi.

Dita yang dari tadi sibuk tenggelam dengan buku sejarah di pangkuannya akhirnya mendongak dengan kesal karena gangguan Ruri tadi.

"Please deh Ri..kita itu ntar ada ulangan sejarah. Jam pelajaran pertama lagi. Tapi bukannya belajar lo malah lihatin anak laki-laki yang dijamin nggak bakalan ngelirik lo sedikitpun dalam sejuta tahun sekalipun."

Ruri menaikkan alisnya mendengar kalimat terakhir Dita.

Nggak bakalan ngelirik dia? Yang benar aja? Apa kurangnya dia sampai cowok itu nggak bakalan ngelirik dia? Bukankah dia cantik dan hampir seluruh cowok di sekolahnya ini menyukainya dan mati-matian ingin menjadi pacarnya jadi bagaimana mungkin cowok tadi nggak tertarik padanya? Nggak mungkin banget deh!

Dita memperbaiki letak kaca matanya sebelum kemudian menjelaskan maksud ucapannya. Ia tahu sahabatnya yang cantik itu pasti tidak akan mengerti kalimatnya barusan dan tidak akan pernah bisa terima kalau ada satu orang saja di antara habitat cowok-cowok di sekolah mereka ini yang tidak tertarik padanya.

"Dia..Aslan Al-Rais.."

Ruri semakin menaikkan alisnya,menunggu kelanjutan info yang diberikan Dita. Bagaimanapun Dita ini lebih tahu semua hal yang terjadi di sekolah mereka ketimbang dia yang sering banget bolos. Yah..gimana nggak? Ruri kan kadang ada pemotretan di luar kota pada hari sekolah sehingga mau nggak mau ia terpaksa izin tidak masuk sekolah. Belum lagi kalau ia ada acara show atau manggung keluar kota. Makin sering boloslah dia nggak masuk sekolah. Untung saja ia anak yang cukup pintar sehingga bisa mengejar ketinggalannya dan keluarganya donatur tetap yayasan sekolahnya jadinya pihak sekolah tidak terlalu 'ribut' dengan jumlah absennya yang selangit.

"Dia..anak XII IPA 2."

"Hah? Dia seangkatan kita? Kok gue nggak pernah lihat? Anak baru ya Ta?" Tanya Ruri bingung. Karena kalau cowok itu teman seangkatannya harusnya ia sudah melihat cowok itu sejak zaman MOS kemarin bukan? Kok dia baru menyadari keberadaan cowok itu sekarang? Padahal dengan tubuh tinggi menjulang sekitar 180-an cm lebih dan wajah yang lumayan ganteng dengan hidung mancung,dan rambut hitam legam serta mata yang tampak acuh menatapnya meskipun sinar matanya menyorot setajam elang harusnya cowok itu pasti sudah menjadi pacar Ruri di awal masuk sekolah kemarin dulu. Ah..

"Anak baru dari Hongkong? Dia Ketos kita malah tahun lalu."

"Hah? Masa sih? Gue kok nggak pernah lihat ya?" Tanya Ruri semakin bingung.

"Yah..habis..lo kesibukan bolos sih. Rasa sendiri sekarang baru sadar ada makhluk keren gitu di sekolah kita."

Ruri mengabaikan ucapan Dita yang sedikit menyindirnya itu. Masa bodohlah..yang penting ia harus tahu siapa cowok itu sekarang juga.

"Trus..kenapa dia nggak bakalan mungkin tertarik sama gue? Dia udah punya cewek ya? Siapa?"

"Dia malah nggak punya pacar. Kabarnya sih dia emang nggak mau pacaran."

"Loh kenapa? Dia homo ya?" Tanya Ruri sedikit berbisik. Takut teman-temannya yang lain yang sedang berdiri di depan kelas menunggu bel masuk mendengar ucapannya. Bisa berabe kan kalau sampai gitu? Ntar dibilang fitnah. Pencemaran nama baik lagi.

"Hus!" Dita menepuk tangan Ruri sedikit keras membuat Ruri meringis keras. "Nggak gitu lagi. Katanya sih memang pengen fokus sekolah aja. Biar bisa masuk universitas yang bagus. Lagian dia anak beasiswa. Jadi mau nggak mau harus jaga image-lah. Pencitraan."

Ruri mengangguk-angguk senang,mengabaikan nada bicara Dita yang sedikit menyindirnya di akhir kalimatnya. Memang Dita,paling senang mengungkapkan ketidaksukaannya pada Ruri melalui sindiran-sindirannya. Habis katanya..percuma juga ngingatin Ruri langsung,nggak ngaruh. Nah..memang kalau nyindir gitu ngaruh apa? Tapi..Syukurlah..ternyata cowok itu masih normal. Jadi Ruri masih punya kesempatan buat dekatin dan dapatin cowok itu.

"Nggak usah mimpi deh bakalan bisa naklukin dia. Sampai kapanpun nggak bakalan kejadian."

Ruri melotot kesal ke arah Dita yang sepertinya bisa baca jelas apa yang ada dalam pikirannya barusan. Uh..Sahabat macam apa itu yang belum apa-apa malah sudah menghempaskannya bukannya mendukung keinginannya.

"Udah banyak yang nyoba Ri. Dan semuanya patah hati parah. Jadi ya..gue nggak pengen aja lo bakalan ngalamin seperti mereka. Biar kata ayah lo dokter top juga,nggak bakalan bisa ngobatin hati lo kan kalau udah terluka parah gitu?"

Ruri terdiam. Apa ia cowok itu separah itu? Kok dia jadi makin penasaran ya?

"Hei.." Dita menyentak tangannya dan menariknya bangun dari kursi panjang di depan kelas mereka,tempat mereka duduk dari tadi menuju kelas mereka. "Nggak usah jadi penasaran dan malah pengen deketin dia. Buang-buang waktu! Lo kan harus fokus sekolah dan karier bukan? Ngejar-ngejar cowok jelas nggak masuk dalam agenda lo kalau nggak pengen semuanya berantakan."

Ruri makin terdiam. Tapi tak pelak ucapan Dita merasuk masuk ke dalam otaknya. Dan mau nggak mau,ia terpaksa mengangguk setuju juga. Saat ini,ia tentu nggak butuh cowok buat ganggu konsentrasi dan fokusnya buat UN dan kariernya yang mulai menanjak naik. Bisa ribet urusannya kalau fans-nya atau publik tahu ia gi deketin cowok.

Tapi saat ia melihat cowok itu,Aslan Al-Rais duduk sendiri di meja kantin sambil mengunyah baksonya tanpa memperdulikan tatapan kagum cewek-cewek yang tertuju padanya,keinginan Ruri untuk fokus sekolah menjelang UN yang sudah tinggal beberapa bulan lagi,belum lagi kariernya yang mulai bersinar yang tidak boleh tercoreng dengan gosip yang tidak penting,mendadak menguap. Ruri malah melangkah ke meja cowok itu,mengabaikan tarikan Dita yang melarangnya untuk mendekati cowok itu.

"Hai..singa." sapa Ruri sok manis dan sengaja memanggil cowok itu dengan arti namanya hanya untuk sekedar menarik perhatian cowok itu.

Tapi..

Aslan hanya menoleh sejenak,menatapnya acuh kemudian kembali menekuri baksonya yang udah hampir habis,seolah tidak mendengar sapaan Ruri barusan.

Ruri menarik napas kesal. Ah..ini tidak akan mudah sepertinya..

"Gue duduk disini ya." Kata Ruri lagi sambil melemparkan senyum terbaiknya dan duduk tepat di samping cowok itu. Tapi..sialnya cowok itu,jangankan menoleh,membalasnya senyumnya saja tidak. Argh..nyebelin! Padahal selama ini belum pernah sejarahnya ada cowok-cowok yang kebal terhadap pesonanya. Ada apa dengan cowok disebelahnya ini,kenapa ia tidak terpengaruh sedikitpun? Aish..!

Cowok itu bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan kantin setelah makanannya habis,mengabaikan Ruri yang tampak shock karena baru saja ia ditinggalkan dan di abaikan begitu saja oleh cowok itu. Seolah keberadaannya tidak penting dan tidak akan pernah penting. Argh..!

"Tuh..gue bilang juga apa! Nggak denger sih." Dita datang menghampirinya dengan nampan yang berisi dua mangkuk bakso pesanan mereka dan es teh manis untuknya serta sebotol air mineral untuk Dita sendiri.

"Ih..kirain..nggak segitunya Ta..nggak tahunya..?"

Dita terkekeh pelan melihat raut muka kesal Ruri.

"Jadi gimana rasanya dicuekin dan diabaikan gitu Ri?" Tanya Dita seolah menyiramkan bensin ke dalam kobaran api yang menyala.

"Aish..sialan!" Ruri memaki pelan membuat Dita semakin terkekeh senang. Baru kali ini ia melihat sahabatnya,Ruri yang sangat percaya diri dengan kecantikan yang memukau sekarang tampak kesal dan sedikit bingung karena ada satu orang dari spesies cowok yang mengabaikannya dan tidak menganggapnya penting sama sekali.

Hm..ini bakalan menarik,pikir Dita senang. Apalagi kalau Ruri sampai tahu,Aslan itu..

***

Akhirnya..  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang