=> 5. Terpaksa mengungkap rasa. <=Ken pov
Mampus! Dara salah paham!
“Ken! Nggak mau tau pokoknya kita cerai aja! Aku pulang ke rumah ayah!”
Gue kelabakan. Maksud hati mau nolongin istri dari bahaya, malah gue dapat musibah. Dan lagi, gue nggak sengaja, gue juga masih normal. Nggak pernah terpikir sedikitpun bakal belok, gue masih tau agama, dan gue nggak mau dosa. Gue nggak sengaja nabrak bibir cowok di samping gue ini -yang sejak tadi liatin gue terus-, pake bibir. Jangan bayangin gimana jadinya, tapi yang pasti sekarang kami jadi tontonan banyak orang. Dara udah pergi sama Hana, gue yakin sekarang dia bukan Cuma ngambek, tapi marah beneran.
“Gue harus balik, maaf nabrak lo,” gumam gue asal, lantas melarikan diri dari situasi absurd ini.
“Eh tunggu!” Gue denger teriakannya, tapi gue nggak mau balik badan. Ya salam, nggak mungkin gue mau lihat bodi gembrot itu lagi.
Sebuah tangan mencekal tangan gue, refleks gue berusaha melepaskan cekalan tangan itu. Tapi, tanpa disangka, dia balik badan gue, lantas mencengkeram kedua pundak gue dengan erat. Anjir ini sakit beneran!“Lo harus tanggung jawab!” ucapnya dengan napas ngos-ngosan. Nggak beda jauh sama gue sebenarnya.
Gue menyipitkan mata, nggak ngeh dengan apa yang barusan dia bilang. Dia cowok 'kan, ya? Jadi buat apa gue tanggung jawab? Kesannya kok kaya gue abis perkosa cewek aja, lha gue nggak apa-apain dia.
“Maksud lo apa?” tanya gue mencoba bertanya baik-baik.
Dia mendengus. “Lo udah cium gue, dan lo masih tanya maksudnya apa?!”“Gue nggak ngerti maksud lo. Itu bukan ciuman, itu kecelakaan,” koreksi gue.
“What the fu*k! Itu ciuman pertama gue kalo lo belum tau!” geramnya marah. Dia bener-bener kelihatan marah.
“Gue nggak pengen tau!” sentakku.
“Seenggaknya lo harus tanggung jawab!”
Gue menghela napas. Sabar Ken, ini orang kayaknya udah gila. Lagipula apa yang dia harapkan? Kalaupun gue mau berubah haluan, gue juga nggak akan mau sama cowok gila ini. Masih mendingan Dara, dia istri sah gue, dan dia seksi. Ok gue akuin sesungguhnya Dara emang seksi, nggak ada cewek lain yang seseksi istri gue itu. Gue yakin kalo gue ngomong ini waktu itu, masalahnya nggak sampai sepanjang ini.
“Ok, lo maunya gimana?” tanya gue pada akhirnya.
Cowok gembrot di depan gue ini masih merengut. Gue nggak ngerti kenapa dia melakukan itu, karena demi apapun, dia nggak cocok dengan ekspresi semacam itu.
“Lo tanggung jawab!”
“Dari tadi lo ngomong tanggung jawab seolah-olah gue udah buntingin elo. Lo nggak malu apa gimana sih? Kita sekarang diliatin banyak orang, dan lo udah bikin istri gue salah paham. Jadi, mau lo sekarang apa? Lo mau ngehancurin rumah tangga orang Cuma gara-gara hal tadi. Kalo lo beneran cowok, harusnya lo menganggap hal tadi Cuma kecelakaan bukannya beneran.” Gue mengakhiri penjelasan dengan napas terengah.
“Istri?” dia kelihatan shock. Gue melongo, apa dia pikir gue doyan cowok? Kenapa dia sampai se-shock itu?
“Yap! Istri, dan sekarang gue harus balik karena rumah tangga gue diambang kehancuran. Gue harap lo bisa berpikir lebih jernih, gue emang cakep tapi gue bukan gay! Itu pointnya.”
Dia nggak bergerak saat gue melangkah pergi, dan gue nggak berharap juga dia bakal berlari ngejar gue. Saat ini yang gue pikirkan adalah Dara, istri gue yang suka ngambekan itu. Ya ampun tolong ingatkan gue supaya lebih pengertian pada Dara.
***
Gue nggak kaget saat masuk kamar dan mendapati Dara tengah memasukkan baju-bajunya dalam koper. Walau begitu, tapi gue nggak mau dia pergi. Sesungguhnya, gue udah nyaman dengan adanya Dara beberapa bulan ini. Setiap pagi denger suara tangisan Hana, atau melihat Dara yang masih kucel di dapur setiap pagi. Gue nggak rela kalau harus kehilangan itu semua.
“Ra ...,” dia nggak menoleh, malah mempercepat aksi melipat bajunya dan memasukkannya dalam koper.
“Itu tadi kecelakaan, lo liat sendiri kan?” tanya gue pelan, dan kali ini dia merespon. Dara berbalik menghadap gue dengan lelehan air mata di pipinya. Rasanya aneh saat melihat Dara nangis kayak gitu, apalagi karena gue. Gue jadi merasa nggak becus sebagai kepala rumah tangga.
Dara menghela napas, lantas berjalan mendekat ke arah gue. Tiba-tiba aja dia memeluk gue begitu erat, seolah-olah ini akhir dari perjalanan kami selama ini. Dara makin sesenggukan, beberapa kali bergumam di samping telinga gue, tapi karena tangisnya itu gue nggak bisa memahami apa yang sedang dia coba bicarakan.
“Ra ..., jangan pergi ya,” bujukku sambil mengelus punggungnya yang bergetar menahan tangis.
“Ken ...,” Dara melepas pelukannya, menatap gue dengan air mata yang masih terus meleleh. “Rasanya sakit Ken.”
“Sayang ... ”
“Aku sayang kamu, Ken.” Dara berucap lirih, lalu kembali menangis. Saat itu, yang gue rasakan Cuma sesak. Entah karena apa, ucapan sayang dari Dara tadi bisa berdampak begitu hebat pada diri gue. Rasanya kayak lo lagi mimpi, dalam mimpi itu lo dikurung dalam sebuah ruangan tanpa udara, dan lo nggak bisa bernapas. Dan itu terjadi pada gue. Gue nggak ingat untuk bernapas selama beberapa waktu.
Dara menatap gue dengan tatapan penuh luka miliknya. “Apa selama kita tinggal bareng, kamu nggak pernah merasakan apapun Ken?”
Gue peka, ok! Gue tau apa yang Dara tuntut dari semua ini. Dia Cuma butuh pengakuan cinta dari gue dan masalahnya selesai. Jadi, itu yang gue lakukan.
“I’m yours babe.” Nggak nyambung? Gue ngerti! Harusnya gue bilang i love you, atau ungkapan lain yang lebih romantis, tapi rasanya kayak bullshit. Gue bahkan nggak ngerti apa masih ada cinta itu.
Gue nggak tau apakah itu asli dari dalam hati gue, atau karena dalam keadaan terdesak. Yang gue pikirkan Cuma satu. Dara nggak jadi pergi, dan tinggal di sisi gue. Masalah cinta atau enggak, gue bisa pikir nanti. Bener kan?!
Nggak! Gue tau gue nggak bisa membenarkan hal itu. Katain aja gue brengsek, karena sekarang otak gue yang jenius udah pindah ke selangkangan. Gue nggak akan rela kalau kehilangan Dara, karena sebagian besar hati gue, gue nggak rela kehilangan tubuhnya. Katain gue brengsek, gue sendiri sadar akan hal itu.
Tbc...
***
Mau cepet di update? Komen ya! Hehe 😁Padahal cerita ini tuh cuma iseng. Kenapa pada baca sih?!
Heran!Cerita lain yang lebih manusiawi malah gak dibaca.
Oke sekian cuap-cuapnya. Gue kerja, jadi jarang buka wp. MaafLovin
KAMU SEDANG MEMBACA
Freak Accident
ChickLitMenikah di usia delapan belas tahun tak pernah ada dalam bayangan Ken. Terlebih memiliki bayi tepat setelah dia diterima di UGM Jurusan kedokteran. Semuanya terasa berat, untuknya sendiri dan juga untuk 'istrinya', Dara. >>> Update seminggu satu kal...