18. Pertemuan dua keluarga.

9.2K 417 2
                                    

=> 18. Pertemuan kedua keluarga. <=









***

Beberapa hari setelah kedatangan kakak kandung Dara, tiba-tiba saja orang tua Dara meminta untuk mengadakan pertemuan kedua keluarga secara langsung. Ken tau ini cara orang tua Dara untuk mengintimidasi orang tuanya, dan juga sebagai pengumuman secara nggak langsung kalau Dara itu keturunan orang kaya.

Saat Dara mengutarakan keinginan orang tuanya itu Ken hanya bisa menghela napas. Mau menolak rasanya nggak sopan, mau menerima rasanya belum sanggup.

Dan Dara menyadari kerisauan Ken itu. Ken menjadi pendiam semenjak Dara mengutarakan hal itu, sekarang saja dia masih betah duduk di sofa depan tv padahal jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Dara bergerak duduk di samping Ken, lalu menidurkan kepalanya pada pundak Ken. Tangannya bergerak cepat menggenggam tangan Ken. “Kamu nggak tidur?” tanya Dara sambil memainkan jemari Ken dalam genggaman tangannya.

Ken menoleh, mengecup sekilas puncak kepala Dara. “Nanti ya, kamu tidur aja duluan.”

“Nggak mau!” tolak Dara cepat. “Maunya tidur sama kamu.”

Ken terkekeh sendiri, merasa gemas dengan tingkah manja Dara belakangan ini. “Kamu kok makin manja, ya!”

“Kamu nggak suka emang? Belakangan ini kamu kan sibuk di toko papa.”

Ken diam, memilih mengeratkan pelukannya pada Dara. Sejak kedatangan kakak Dara beberapa hari yang lalu, Ken memang langsung mengutarakan permintaannya pada sang papa. Ken berjanji akan berusaha keras, dan dengan bujukan mamanya akhirnya papanya mau membangun toko kecil cabang rumah makan milik mamanya. Ken tau mamanya masih merasa bersalah, tapi juga berterima kasih karena bujukan mamanya sang papa akhirnya mau membantu Ken.

“Aku takut orang tua kamu nggak suka sama aku, Ra.” Pada akhirnya Ken mengaku. Itu memang salah satu ketakutan Ken.

“Mereka nggak sekolot itu Ken, emangnya kamu pikir orang tua aku kaya gimana, sih? Aku yakin mereka bakal bersikap biasa, mereka pasti nerima kamu.” Dan yang Dara bisa lakukan hanya meyakinkan Ken.

Ken menghela napas, masih nggak percaya diri dengan dirinya sendiri. “Mereka beneran mau datang besok Ra? Nggak bisa diundur?” tanya Ken resah.

Dara melepaskan pelukan Ken, lantas menghadapkan tubuhnya ke arah Ken. “Kamu tenang aja,” ucap Dara sambil tersenyum. “Paling jauh kamu bakal dipukul papa, mereka nggak mungkin nyuruh kita cerai. Kalo papa mukul kamu kan wajar,” ucap Dara sambil tersenyum geli.

“Wajar dari mana? Aku nggak salah apa-apa!” sentak Ken nggak terima.

“Nah itu tau. Kenapa sih takut duluan padahal nggak ngerasa salah apa-apa? Orang belum dijalanin udah takut duluan. Malu dong sama kambing.”

“Kok kambing?” tanya Ken dengan kening berkerut.

Dara menahan senyumnya, “nyadar nggak? Muka kamu kalo lagi banyak pikiran itu kaya kambing. Jelek!”

“Yeee ngatain suami sendiri kaya kambing. Durhaka kamu!”

Dara hanya terbahak, dan Ken mau nggak mau ikut tertawa pada akhirnya. Niat Dara kan memang membuat Ken lupa dengan galaunya. Dara sendiri sudah mewanti-wanti orang tuanya untuk nggak bersikap keterlaluan, dan kebetulan orang tuanya memang bukan orang yang kolot seperti kakak kandungnya.

***

Malam ini kedua keluarga berkumpul di sebuah restoran mewah bernuansa Jepang. Papa Ken sendiri yang merekomendasikan restoran ini dan orang tua Dara setuju-setuju saja dengan pilihan papa Ken.
Dari pihak Ken, datang kedua orang tuanya. Sedangkan dari pihak Dara datang kedua orang tuanya, beserta empat saudara kandung Dara juga, beserta para istri dan anak mereka. Memang dari pihak Dara semua datang, sedang dari pihak Ken hanya orang tuanya karena Ken anak tunggal.

Sejak datang tadi, mama Ken langsung memeluk Dara sembari menangis dan terus meminta maaf. Dara pada akhirnya nggak tega, sebagai orang tua mamanya Ken pasti panik waktu melihat Ken jatuh di kamar mandi dan nggak berpikir jauh. Dara akhirnya maklum.

“Oh iya, ayah kamu lalu ke mana Ra?” tanya Mama Ken berbisik pada Dara.

“Oh ayah ...,” Dara melirik orang tuanya, lalu kembali menatap mama mertuanya. “Aku nggak tau Ma, Kak Reihan yang ngurus ayah,” jawab Dara lirih. Sesungguhnya Dara juga penasaran dengan ayahnya, walau dia nggak diperlakukan cukup baik tapi mau bagaimanapun sejak kecil Dara hidup dengan sang ayah. Tapi, saat Dara bertanya pada Reihan, kakaknya itu menolak untuk memberi jawaban.

“Harusnya ayah kamu dipenjara atas kasus penculikan dan pemerasan, kan? Mereka harusnya nggak membiarkan ayah kamu kabur begitu saja kan?” Dara bergerak resah di tempat duduknya. Mama mertuanya rasanya terlalu menyudutkannya.

Ken yang duduk di samping Dara sejak tadi langsung tanggap dan mengalihkan pembicaraan antara mamanya dan Dara itu. Dara mengulas senyumnya pada Ken, mengucapkan terima kasih tanpa suara.

Acara makan malam itu akhirnya dibuka setelah Reihan dan istrinya tiba. Sejak masuk ke dalam restoran saja Ken sudah merasa kalau kakak kandung Dara itu terus menatapnya tajam, jadi Ken nggak heran kalau selama acara makan malam berlangsung Reihan masih terus menatapinya seolah-olah dengan tatapannya itu dia bisa membunuh Ken.

“Ken pusing ...,” Dara tiba-tiba merengek pada Ken.

Ken langsung menoleh ke arah Dara mengabaikan tatapan Reihan yang masih nggak bersahabat. “Apa sayang?” Ken mendekatkan telinganya pada Dara karena suasana restoran semakin malam semakin ramai.

“Pusing,” keluh Dara lagi.

Ken mengernyit. “Kamu tadi makan apa?” tanya Ken sambil merangkul Dara. Hana kini sudah berpindah tempat pada orang tua Dara.

“Aku bahkan belum makan apa-apa, perutku nggak enak banget.”

Dara benar-benar kelihatan pucat. Ken langsung saja berdiri, lalu mengendong Dara ala bridal. “Loh Ken, Dara kenapa?” mama Ken yang pertama kali bertanya.

“Ini katanya Dara pusing Ma, kalo kami titip Hana sama mama gimana? Dara udah pucet banget Ma,” ucap Ken cepat, tampak kelihatan khawatir dengan keadaan Dara. Dara itu jarang sakit, hampir nggak pernah malah. Jadi saat tiba-tiba saja Dara mengeluh pusing seperti sekarang Ken jadi panik sendiri, takut Dara kenapa-napa.

“Biar Hana sama kami Nak Ken, nanti kami susul ke rumah sakit. Mau ke rumah sakit kan?” mamanya Dara menyela.

Ken mengangguk, “iya Ma, makasih. Kami pergi dulu.”

“Pake mobil papa aja Ken, ada Pak Dan di dalam mobil.” Papa Ken memberi saran, dan Ken nggak bisa mengucapkan kata lain selain berterima kasih. Dengan begitu Ken nggak perlu susah-susah mencari taksi.

Setelah itu Ken langsung berlari sambil membawa Dara keluar restoran.

***

Di pojok restoran dua orang dengan kepala tertutup hodie ikut berdiri dan keluar dari restoran. Salah satu dari mereka yang memakai kacamata hitam tampak membasahi bibir bawahnya yang berwarna merah darah itu dengan menggoda.

“Jadi, itu yang harus gue goda?” tanya yang berbibir merah darah.

Yang bertubuh subur mengangguk membenarkan. “Kalo lo berhasil, gue kasih sesuai yang lo minta.”

“Gampang! Nggak ada yang bisa nolak gue, dan gue pastiin dia bakal bertekuk lutut sama gue dalam semalam.”

Yang bertubuh subur menyeringai. “Gue nggak sabar nunggu waktu itu tiba."

Tbc...




***

Konflik lagi, tapi belum terlalu berat. Yang ringan-ringan aja, ya kan ...

Besok gak update ya, aku kasih tau sekarang soalnya besok sibuk banget.

Maaf buat typo, gak sempat ngedit lagi.

Dan sekali lagi yang berkenan sama cerita anaknya Kenji, Samana bisa chek work di The winner. 

Thanks

Lovin.

Freak AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang