31. Sebelum

10.6K 459 12
                                    


***

Hari ini Ken pulang ke apartment. Alasannya karena Dara sudah nggak mau menempati apartment itu lagi dan memilih tinggal bersama Reihan.

Saat Ken sampai di apartment, masih ada Dara di dalam kamar mereka. Dara berdiri di balkon dengan tatapan ke luar. Ken menjatuhkan ranselnya perlahan lantas berjalan pelan ke arah Dara.

“Hei,” bisik Ken sambil merangkulkan tangannya pada perut Dara.

Dara hanya diam dengan tubuh yang tiba-tiba menegang. Ken merasakan itu, tapi Ken nggak rela untuk melepas pelukannya.

“Apa nggak ada kesempatan buat kita?” lirih Ken dengan napas tertahan.

Dara menunduk, meletakkan tangannya di atas tangan Ken. Air matanya menetes perlahan, sesungguhnya Dara nggak menginginkan perpisahan. Tapi rasanya salah kalau Dara terus bersama Ken. Dara tau selama ini dia hanya jadi beban untuk Ken. Dari sekian banyaknya alasan sebenarnya Dara hanya nggak yakin dengan masa depan mereka. Masa depan Dara dan Ken. Mungkin Dara menyayangi Ken, sangat. Tapi Ken belum tentu seperti itu.

“Apa aku nggak pantes buat kamu Ra? Apa aku sebrengsek itu?”

Dara mencoba melepaskan tangan Ken dari perutnya, tapi Ken mengeratkan pelukannya.

“Semua yang kamu lihat semuanya cuma salah paham. Aku bersumpah, aku nggak pernah selingkuh apalagi sampai tidur sama cewek lain.”

“Ken,” panggil Dara.

“Hm?”

“Aku cinta kamu,” lirih Dara. “Jujur, sejak kamu baik sama aku, aku ngerasa nyaman sama kamu. Aku sayang sama kamu. Aku kangen sama kebersamaan kita kemarin-kemarin. Aku kangen banget ... sama kamu yang mesum, kamu yang usil.”

Dara mengusap air matanya pelan sebelum melanjutkan. “Tapi aku bukan cewek pemaaf. Aku nggak sesabar itu Ken. Aku tau kedepannya semua nggak akan mulus. Sejak awal pun aku tau bakal banyak rintangan yang bakal kita hadapi. Tapi sekarang, rasanya aku mau nyerah. Aku capek, sangat capek sampai rasanya aku mau tidur aja terus sampai nggak bangun lagi.”

“Ra!”

I know. Aku tau itu konyol dan perbuatan gila. Aku nggak sampai kepikiran bunuh diri kok. Tapi, aku mohon satu hal sama kamu,” Dara menoleh pada Ken, “aku mau kamu jaga jarak dari aku. Aku butuh waktu buat nerima kamu lagi. Setiap aku inget gimana kamu sama cewek telanjang itu, rasanya aku nggak becus jadi istri Ken. Aku selalu berpikir, apa aku aja nggak cukup buat kamu?”

“Ra nggak gitu,”

Dara menggeleng. “Jujur sama aku, kamu pernah menyesal kan nikah sama aku? Kamu pernah jelek-jelekin aku dibelakang, ada saat kamu bosen setiap hari ketemu aku. Iya kan?” Dara bertanya dengan air mata meleleh dari matanya. “Jujur sama aku, kamu pernah kan iri sama teman-teman kamu yang bisa jalan di luar sana? Kamu juga pengen kan bebas? Punya satu pacar, terus punya gebetan dan dipuja-puja di kampus.”

Dara terisak pelan. “Aku ngerti Ken, aku paham. Seharusnya memang kita nggak usah nikah. Seharusnya memang kita nggak perlu ketemu sejak awal.”

“Ra, kamu kenapa sih? Jangan berlebihan, kamu nonton apa sampai berpikir kaya gitu? Drama? Sinetron?” Ken berdecak sambil melepaskan rangkulannya. “Semua yang jadi tontonan orang itu nggak semua bener Ra. Jujur, setiap cowok pasti pernah ngelirik cewek seksi, dan cewek yang sudah bersuami pun juga pasti pernah ngelirik cowok ganteng. Hal itu lumrah. Bernapsu sama orang lain itu pasti ada, karena setan ada di sekitar kita gunanya buat itu. Tapi orang beda-beda kan Ra? Tinggal kita bisa jaga diri kita dari hal-hal seperti itu atau nggak.”

Dara diam saja mendengar penjelasan Ken. Dia masih terisak, dan sulit bicara.

Ken mengusak rambutnya frustasi. “Aku minta maaf kalau aku salah, aku selalu nyakitin kamu, atau kamu nggak nyaman selama tinggal sama aku.”

“Kamu nggak pernah ngakuin pernikahan kita kan?” tanya Dara setelah berhasil menghentikan isakannya. “Di luar sana kamu bukan pria beristri tapi seorang single. Itu yang temen-temen kamu tau, iya kan?”

Ken menggelengkan kepalanya sambil tersenyum miris. “Apa kamu bener-bener nggak mau memperbaiki hubungan kita Ra? Kamu selalu nyari-nyari kesalahan aku!”

“Aku memang mau pisah.”

***

Ken melepas sepatunya lantas menaruhnya pada rak sepatu yang berada dekat dapur. Menenggak langsung air putih dari botol dan menaruhnya asal di meja dapur. Setelah itu Ken duduk diam di meja makan dengan tatapan menerawang.

Sudah hampir sebulan lebih Ken berpisah dengan Dara. Dara tidur di rumah Reihan setelah Ken sendiri nggak bisa menahan kepergian istrinya itu. Dara setuju untuk nggak bercerai, tapi sama saja Dara tetap pergi dari apartment dan nggak mau bertemu dengan Ken.
Jangan tanya bagaimana keadaan Ken sekarang. Karena semenjak Dara pergi Ken semakin menyibukkan dirinya dengan segala kegiatan sampai Ken sendiri nggak sadar waktu sudah berjalan selama sebulan lebih.

Suara bel apartment yang dibunyikan membuat Ken tersadar dari lamunannya. Cepat-cepat Ken pergi untuk membukakan pintu.

Reihan berdiri di sana dengan tatapan tajamnya pada Ken. Ken langsung menghela napas.

“Masuk kak,” ucapnya berusaha sopan.

Reihan langsung masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dan tanpa dipersilakan Reihan duduk di sofa tunggal dengan sebelah kakinya dinaikan ke kaki sebelahnya.

“Ada apa ke sini kak?” tanya Ken malas. Sesungguhnya Ken terlalu lelah kalau harus berdebat dengan Reihan lagi. Dan Ken juga yakin kedatangan Reihan ke sini bukan untuk sekedai mampir, pasti berhubungan dengan Dara.

“Hana kangen sama lo,” jelas Reihan singkat.

Ah! Ken juga kangen, dengan Dara dan calon anak keduanya juga.

“Lo mau ke rumah gue, atau gue bawa Hana ke sini?”

“Ke rumah lo aja, Kak.” Ken mencoba tersenyum, tapi gagal. Pada akhirnya hanya ada senyum lemas di sana.

Reihan berdehem singkat. Dia tau apa yang terjadi pada adik kandungnya dan Ken hanya sebuah kesalah pahaman, karena Dara sendiri yang cerita. Dan karena itu juga Reihan nggak langsung asal jotos pada Ken. Kalau Dara nggak menjelaskan sudah dipastikan sebulan yang lalu Ken babak belur di tangan Reihan.

“Dara kangen sama lo,” ucap Reihan pelan. “Kalau memang Cuma salah paham, buru-buru diselesaiin. Gue nggak mau pas Dara lahiran, nggak ada lo di sana. Lo suaminya kalau lo lupa.”

Ken mengangguk. “Gue berusaha, tapi Dara nggak mau diajak kompromi.”

“Lo hanya nggak tau apa sebenarnya yang Dara inginkan. Simple, tapi lo nggak peka.”

Ken mengernyitkan keningnya bingung.

“Apa sih susahnya bilang sayang? Kalau memang lo serius sama adek gue itu, ya jangan setengah-setengah. Memang nggak baik bilang sayang setiap saat, tapi seorang cewek butuh itu di saat dia sendiri ragu sama perasaan pasangannya. Intinya, Dara cuma ragu sama lo. Sama perasaan lo sama dia, Dara Cuma takut saat nanti dia nggak bisa lepas dari lo, lo malah pergi dari dia. Semua cewek ngerasain itu, apa lo nggak pernah mikir sampai ke sana?”

Dan Ken hanya bisa melongo. Seumur-umur baru kali ini Ken mendengar seorang Reihan menasehatinya panjang lebar, dengan kata-kata yang bisa diterimanya, dan nggak langsung memancing emosinya.

“Heh! Malah melongo!”

Ken nyengir sambil berucap maaf.

“Gue tunggu lo dateng ke rumah.” Dan setelah berucap seperti itu Reihan langsung pergi dari apartment Ken.

Ken sendiri lega, sepertinya dia hanya perlu memperjelas sesuatu. Terkadang Ken memang nggak peka dengan keadaan Dara, Ken juga sadar itu.
Ken tersenyum tanpa sadar. Dia akan pergi menemui Dara dan membawa Dara kembali bersamanya.

Tbc...

***

Vin~

Freak AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang