25. Pulang

9.4K 401 9
                                    

=> 25. Pulang. <=







***

Dara memaksakan senyumnya saat semua orang tersenyum lega atas kesembuhan papanya. Sejak kemarin Dara mematikan ponselnya. Sengaja karena saat ini Dara sedang dalam masa-masa emosi naik turun. Takutnya, apa yang Dara ucapkan atau putuskan malah akan dia sesali pada akhirnya.

Rasanya sangat asing bagi Dara berada di sana sendirian. Mungkin karena dia masih baru dengan suasana kebersamaan keluaga seperti sekarang. Apalagi yang cukup dekat dengan Dara hanya Reihan dan Syifa, yang lainnya terlihat menjaga jarak dengan Dara, tanpa Dara sendiri tau apa alasannya.

Jika melihat saudaranya yang lain, dibandingkan dengan Dara sendiri mungkin semua orang nggak akan percaya jika Dara itu anak bungsu. Beban Dara terlalu berat, sejak dulu Dara merasa kebahagiaan nggak pernah mau mampir padanya dalam jangka waktu yang lama. Sebentar datang sebentar pergi. Wajahnya terlihat lebih tua dibanding saudaranya yang lain, apalagi Dara nggak bisa menutupi mata bengkaknya hasil menangis semalaman.

Dara menghela napas. Lantas berjalan ke arah sang papa yang dikerubungi oleh saudara-saudaranya.

“Pah,” panggil Dara mengalihkan perhatian orang-orang di sana. Saudara laki-lakinya yang berada dekat dengan brankar sang papa langsung meeberi jalan untuk Dara.

Papanya langsung tersenyum pada Dara, dan meminta Dara mendekat.

“Hai Ra, kamu kelihatan kurus sekali nak. Mata kamu kenapa? Kamu nangis?”

Dara tersenyum tipis dengan pandangan berkaca-kaca. “Papa jangan sakit lagi ya. Dara nggak bisa selalu dekat papa, Dara harus kembali ke Jogja. Dara nggak mau kehilangan papa.”

Papanya langsung memeluk Dara. Dan saat itu tanpa bisa ditahan lagi Dara menangis dalam pelukan papanya.

“Ra, kamu kenapa nak?”
Dara menggeleng dan meneruskan tangisannya. Mengingat lagi bagaimana Ken dengan nyaman berbaring di bawah perempuan telanjang, tanpa melakukan perlawanan apapun membuat Dara kecewa.

“Pah, Dara mau pulang ke Jogja.”
Papanya langsung melepaskan pelukannya, lantas menatap Dara dengan kening berkerut. “Kok udah mau pulang? Nggak mau jagain papa di sini dulu? Nemenin mama kamu masak, atau ikut Kak Sen ke Korea dulu buat liburan?”

Dara menggeleng. Lebih baik dia pulang ke Jogja dan mendengar sendiri bagaimana pembelaan Ken. Kalau penjelasan Ken nggak bisa Dara terima, Dara akan langsung minta cerai. Dara nggak mau berbagi apapun pada orang lain. Bagi Dara sebuah perselingkuhan itu menjijikkan.

“Boleh kan Pa?” tanya Dara pada papanya lagi.

Papanya menghela napas lantas mengangguk. “Ok, biar dijemput sama kakakmu yang di Jogja ya, si Reihan mau di sini dulu katanya.”

“Iya pa.”

***

Ken berusaha untuk bisa menyusul Dara ke Toronto, tapi papanya nggak memberi pesangon dan tentunya nggak memberi izin karena Ken harusnya kuliah. Dan mirisnya Ken nggak punya uang cukup banyak untuk perjalanan ke sana. Sejak dua hari yang lalu Ken mengurung diri di kamar. Dia nggak kuliah, nggak ke retoran, Ken bahkan lupa makan karena yang Ken lakukan hanya terus berusaha menghubungi Dara, tapi ponsel Dara sepertinya sengaja dimatikan.

Ken terpaksa ke kamar mandi saat merasakan kandung kemihnya penuh, Ken hanya nggak mau kalau dia ngompol di kasur dan dia harus mengganti seprei dan mencucinya. Ken terlalu malas untuk melakukan itu saat ini.

Saat Ken melewati kaca, Ken terdiam sendiri melihat penampilannya. Rambut berantakan, kemeja kusut, dan celana kolor yang belum digantinya semenjak beberapa hari yang lalu. Ken baru sadar kalau dia kelihatan menjijikkan sekali.

Ken menghela napas lantas memutuskan untuk mandi. Kemarin Ken nggak merasa tubuhnya sekotor ini, tapi saat Ken membasuh tubuhnya dengan air, baru terasa kalau lebih baik jika Ken mandi.

Ken keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit pinggangnya. Wajahnya masih kuyu tapi jauh lebih baik daripada dia sebelum mandi tadi. Ken mengambil boxer baru, dan kaos rumahan kucel yang dibelikan Dara beberapa bulan yang lalu. Lantas kembali menidurkan tubuhnya yang terasa lelah.

Ken baru saja memejamkan matanya saat menangkap suara pintu apartment dibuka. Dengan cepat Ken membuka matanya awas. Ken melirik sekitar, mencari benda yang sekiranya bisa dia jadikan tameng jika yang masuk adalah maling.

Konyol sebenarnya pemikiran Ken itu. Tapi, siapa tau? Yang ditempati Ken kan bukan jenis apartment mewah dengan fasilitas memadai jika ada maling.

“Papapa!"

Ken langsung bangun dari tidurnya. Pintu kamarnya terbuka dan terlihat anaknya yang tengah berjalan pelan ke arahnya. Ken mengerjap beberapa kali, takut jika dia hanya berhalusinasi.

Tapi keraguaannya menguap saat melihat sosok Dara berjalan di belakang Hana sambil menggeret sebuah koper besar miliknya.

Dara terlihat nggak beda jauh dengan Ken. Wajahnya kuyu dengan mata bengkak, Ken yakin itu karena menangisi dirinya.

“Ra,” lirih Ken. Ken nggak bisa menutupi rasa senangnya dan langsung ingin memeluk Dara, tapi saat Ken hampir merangkulkan tangannya pada Dara, Dara mundur dengan cepat. Sorot matanya terlihat takut. Takut dengan Ken? Ken mengerutkan keningnya melihat sikap Dara.

“Jangan sentuh!” sentak Dara dengan tatapan sedihnya ditujukan pada Ken.

“Ra,” serak Ken. Ken meremat rambutnya sendiri karena frustasi. “Ini masalah kemarin kan? Aku nggak tidur sama siapa pun, aku nggak berhubungan badan sama siapa pun. Aku dijebak, kita dijebak supaya kita cerai. Ra tolong, percaya sama aku. Aku nggak akan selingkuh dari kamu.”

Dara meneteskan air matanya. Setidaknya Dara bisa melihat jika Ken memang jujur. Walaupun bayang-bayang kemarin masih nggak bisa diterima Dara.

“Ra, jangan nangis.” Ken menatap Dara pasrah.
Dara mengusap air matanya kasar. Tersenyum kecil pada Ken, lantas mengambil Hana yang duduk di bawah sambil memainkan salah satu mainannya.

Ken mendesah lega, melihat senyum Dara rasanya beban Ken jadi berkurang. Dia berjalan pelan ke arah Dara, lantas menarik Dara ke dalam pelukannya. Dara menegang dalam pelukan Ken.

I miss you,” lirih Ken. Ken mendekatkan wajahnya, berusaha mencium Dara, tapi Dara menolehkan wajahnya.

Sorry, i can’t.”

Ken terlihat terkejut. “Ra?”

Dara menundukkan wajahnya, lantas melepaskan diri dari pelukan Ken. “Aku inget-“

Ken menghela napas, tau apa yang Dara belum bisa terima. “Ok. Aku nggak akan nyentuh kamu sampai kamu sendiri yang minta. Aku akan jaga jarak. Tapi please, jangan takut sama aku Ra.”

Ken terluka, jelas. Harga dirinya sebagai lelaki merasa nggak terima dengan perlakuan Dara barusan. Ken merasa dia nggak salah apapun, dia dijebak. Tapi Ken nggak mau jika dia tetap memaksa Dara, malah Dara akan pergi. Ken nggak mau rumah tangganya berantakan.

“Ken, bukan gitu maksud aku,” cicit Dara berusaha menjangkau tangan Ken. Ken mengangkat tangannya sambil menggeleng pelan.

“Biar aku tidur di sofa depan, kamu istirahat ya.”

Dara mengangguk lesu. “Maaf.”

“Nggak apa-apa.”

Tbc....

***



Masih ada yang baca?

Vin~

Freak AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang