=> 26. Pergi. <=
***
Sejak saat itu baik Dara maupun Ken sama-sama menjaga jarak. Saat malam hanya Hana yang akan keluar dan bermain bersama dengan Ken, sedangkan Dara memilih untuk tiduran di kamarnya tanpa melakukan apa pun.
Pagi ini dua minggu sejak kepulangan Dara ke Jogjakarta. Sejak pagi Dara sudah nggak bisa tidur lagi. Dengan perasaaan enggan Dara memasakkan makanan untuk Ken, biasanya Dara nggak pernah memasakkan makanan untuk Ken sejak dua minggu yang lalu. Tapi karena hari ini Dara sedang ingin, jadilah dia berkutat dengan wajan sejak pagi.
Tinggal menunggu masakannya matang saat tiba-tiba sebuah tangan melingkar di perutnya. Sejenak Dara terdiam dengan tubuh menegang. Saat menyadari tangan itu milik Ken, Dara langsung melepasan diri. Berdiri cukup jauh dari Ken dengan tangan berpegangan pada meja makan.
Ken mengerutkan kening, tampak sekali tatapan terluka dalam matanya. Ini sudah dua minggu, Ken merasa Dara berlebihan sampai nggak mau dia peluk. Ken kira Dara akan melunak. Melihat pagi ini istrinya itu memasak makanan di dapur padahal hari-hari sebelumnya nggak pernah, Ken sedikit berharap banyak, tapi nyatanya masih sama seperti hari-hari kemarin.
Ken menghembuskan napasnya berat. Rasanya sesak karena rumah tangganya berubah jadi seperti ini. Ken memaksakan senyumnya pada Dara. “Maaf,” ucapnya lantas masuk ke kamar dan segera bersiap untuk kuliah pagi ini.
Dara mengerjap, tanpa diminta air matanya perlahan mengalir. Dara berjongkok di lantai dapur, lantas menangis di sana dengan suara pelan. Dara nggak mau Ken sampai tau dia menangis.
Nyatanya Ken tau, dia mendengar suara tangisan Dara. Ken sendiri nggak sanggup berdiam diri seperti sekarang lebih lama. Dengan menahan sesak Ken segera pergi dari apartment setelah mandi dan berganti baju tanpa menyentuh makanan yang dibuat Dara sedikit pun.
***
Ken menyesap americano-nya perlahan. Tatapannya masih tertuju pada layar laptop yang menampilkan laporan kuliahnya yang masih perlu diperbaiki di beberapa bagian. Hari ini Ken memutuskan untuk nggak pulang ke rumah, setelah laporannya selesai, Ken akan pergi ke kosan temannya dan menginap di sana. Ken nggak memberi tau Dara, karena pikirnya Dara pun sepertinya nggak akan peduli mau Ken pulang atau nggak. Dara bahkan nggak mencoba untuk mengabari Ken sejak pagi, Ken sendiri terlalu malas mengabari Dara jika pada akhirnya hanya diabaikan.
Suara kursi yang digeser dari arah depannya membuat Ken mendongak sejenak. Seorang cewek dengan sebuah kacamata tebal dan tampak manis dengan lesung pipinya tersenyum pada Ken.
“Boleh duduk di sini?” tanya cewek itu.
Ken mengangguk tanpa suara.
“Oh ya, kenalin gue Reta.”
“Kenji.”
Cewek bernama Reta itu tersenyum. “Lo mahasiswa UGM kan?”
Ken mengangguk. Ken bukan tipe cowok yang bisa beramah tamah dengan orang. Ken akan cuek di luar rumah, dan rasanya cewek bernama Reta itu ada niat terselubung pada Ken. Jadi, Ken berusaha bersikap cuek agar Reta segera pergi.
“Gue juga, jurusan Arsitektur.”
Ken ingin menjawab nggak nanya, tapi akhirnya dia memilih diam.
“Lo cuek banget ya. Sesuai sih sama yang dibilang Gilang, lo kenal Gilang nggak? Katanya dia satu prodi sama lo? Orangnya tinggi, cukup ganteng tapi masih gantengan lo jauh sih. Lo kenal?”
“Nggak kenal,” jawab Ken singkat.
“Oh ya? Padahal dia bilang kenal sama lo, dia juga bilang katanya lo itu terkenal banget di kampus. Bener kan? Katanya banyak cewek yang deketin lo, tapi lo-nya nggak nanggepin. Lo itu kaya es yang susah di cairin. Emang iya?”
Ken menghela napas lantas mengangkat tangannya, memperlihatkan jari manisnya yang terisi cincin. “Gue udah married.”
Cewek bernama Reta itu malah tertawa. “Kenapa emangnya? Gue juga udah married. Liat nih!” Reta menunjukkan cincinnya yang hanya dilirik sekilas oleh Ken.
“Jangan ganggu gue.”
“Gue ganggu? Enggak lah, lo itu belum kenal aja sama gue. Kalo udah kenal gue jamin pasti lo seneng-seneng aja ada gue di sekitar gue. Gue itu orangnya asik kok, lo nggak akan deh bosen kalo ngomong sama gue.” Ken mengangguk sekilas, dia masih fokus pada layar laptopnya.
“Suami gue tuh ya, ngebosenin banget. Waktu main di ranjang taunya cuma gaya x doang, daaannn dia itu kuno. Masa nih ya, gue main ke club dibilang kaya pelacur. Trus sampe diaduin sama orang tua gue. Kan bikin malu.”
Ken masih mengabaikan cewek itu. Dia berusaha fokus pada laporannya. Toh omongan cewek itu sangat nggak penting buat Ken. Mana ada cewek baik-baik, yang ngebocorin aib rumah tangganya pada orang lain?
“Lo kenapa sih? Kaya lagi suntuk gitu. Lagi ada problem sama istri lo ya? Kenapa, mainnya kurang hot? Atau istri lo melar gara-gara abis ngelahirin anak lo? Atau jangan-jangan istri lo hamil lagi, terus lo nggak dapet jatah dari istri lo?”
“Lo bisa diem nggak sih?!” bentak Ken emosi. “Kalo nggak tau, nggak usah sok tau!” Bentakannya itu ternyata mengundang perhatian beberapa pengunjung yang ada di sana. Tapi Ken nggak peduli. Ken jelas nggak terima istrinya dijelek-jelekkan begitu. Bagi Ken cuma Dara cewek paling cantik dan paling hot. Nggak ada di pikiran Ken cewek lain yang sesempurna Dara.
“Santai aja kali mas bro. Gue kan nanya, lo bisa kok curhat sama gue.”
Ken menggeleng. Dia nggak akan curhat dengan cewek kurang waras di depannya itu.
“Lo mau nggak jadi partner gue?” tanya cewek itu tiba-tiba.
Ken bergeming, benar-benar nggak mau menanggapi cewek itu. Kalau saja laporannya sudah selesai, Ken pasti akan memilih pergi. Masalahnya hanya wifi di sana yang lancar jaya, dan juga laporan itu harus diserahkan paling lambat besok pagi. Andaikan di kost temannya ada wifi, sayangnya kost teman Ken nggak ada.
“Gue kasih tau ya Kenji,” cewek itu mendekat pada Ken lantas membisikkan sesuatu pada Ken. “Main sama orang lain itu lebih seru tau daripada main sama pasangan sendiri. Kayaknya kita bakal cocok di ranjang.”
Ken langsung melotot pada cewek itu. “Gila!” desis Ken.
“Jangan salah, gue juga gila diranjang kok.” Cewek itu mengedipkan matanya pada Ken.
Ken mengetikkan kelimat terakhir di laporannya, bersyukur pada akhirnya laporannya selesai. Setelah itu Ken langsung memasukkan kertas yang tercecer dan laptopnya ke dalam tasnya. Ken pergi ke kasir untuk membayar, tapi sampai di kasir Ken hanya bisa mengeram. Tagihannya sudah dibayar oleh cewek nggak waras yang sekarang mengedip-ngedipkan matanya pada Ken.
Ternyata penampilan luarnya nggak sesuai dengan kepribadian cewek itu. Ken mengelus dada, berdoa semoga dia nggak akan bertemu dengan cewek itu lagi.
Setelah itu Ken langsung meninggalkan cafe tanpa sekali pun berbalik. Ken menunggu bus di halte terdekat sambil memeriksa ponselnya. Siapa tau ada pesan dari Dara. Dan Ken harus menahan kecewanya karena nggak ada satu pesan pun dari Dara.
Di tempat lain, Dara terlihat nggak tenang sejak tadi. Ken nggak memberi kabar apapun, dan Dara bingung harus melakukan apa. Sebentar lagi maghrib, padahal biasanya Ken sudah pulang saat siang hari.
“Mungkin ngerjain tugas,” gumam Dara mencoba berpikir possitif.
Tbc...
***
Aku mau bilang, makasih ya yang udah komen di part sebelumnya. Ternyata masih pada baca ya. Doakan semoga moodku lancar jaya, dan FA bisa selesai sebelum November.
Sekali lagi thanks. 🙏
Vin~
KAMU SEDANG MEMBACA
Freak Accident
ChickLitMenikah di usia delapan belas tahun tak pernah ada dalam bayangan Ken. Terlebih memiliki bayi tepat setelah dia diterima di UGM Jurusan kedokteran. Semuanya terasa berat, untuknya sendiri dan juga untuk 'istrinya', Dara. >>> Update seminggu satu kal...