SATU

722 86 4
                                    

Aby melempar sepeda begitu saja di lorong belakang Rumah makan tempatnya bekerja.

"20 menit, argh!!" erangnya. Lebih lama lima menit dibanding keterlambatan Gino seminggu yang lalu, dan berhasil membuat laki-laki berbadan tambun itu dikeluarkan dengan begitu saja dari pekerjaannya.

"Bu Mara sudah datang?." Tanyanya pada Lina, salah satu teman kerjanya. Gadis itu menjawab dengan gelengan, sedikit ragu. Sudahlah, sepanjang mata memandang sosok wanita montok itu tidak terlihat. Ia jadi bergidik membayangkan pelototan mata dibingkai alis tebal mirip Shinchan itu. Ini pasti kesalahan orang tuanya, nama adalah do'a, guys ... Pantesan ibu-ibu itu suka uring-uringan.

Buru-buru ia berjingkat, mengambil celemek bersiap diposisi yang seharusnya. Kenapa pula rumah makan ini begitu ramai? padahal masih pagi.

"Allah ... Beri kemudahan untukku juga hari ini." Ucapnya sedikit berbisik sambil menengadahkan tangan dan mengusap wajah.

Baru saja ia membuka mata, wajah cantik dengan alis besar dan bibir merah menyala itu ternyata sudah di depannya.

"Se ... Selamat pagi bu Mara." Sapanya terbata. Firasat ini tidak mungkin terjadi, kan? batin gadis itu menenangkan diri. Usahanya menyunggingkan senyum gagal, berubah menjadi ekspresi super tidak jelas di depan bosnya.

"Ini sudah yang ke tiga yah, By?."

"Iya, Bu."

Hening. Aby sadar betul arah pembicaraan wanita di depannya.

"Pulang kerja kamu keruangan saya, yah ... Ambil gaji terakhir kamu. Saya tidak bisa mentolerir pekerja yang tidak konsekuen sama waktunya!." Wanita itu melirik Aby, seperti sedang menunggu ekspresi apa yang akan keluar dari wajah gadis di depannya.

"Tapi Bu, saya bisa jelaskan."

"Nggak usah dijelas-jelasin, dua hari yang lalu kamu juga sudah jelaskan." Aby meringsut. Memang dua hari yang lalu saat ia terlambat ia sudah mengeluarkan seribu macam alasan dan akhirnya berhasil. Dia tidak di skors ataupun dipecat. Tapi kali ini dia sanksi, pasalnya wanita pengganti pak Mus itu masih belum sembuh dari virus " kaget jadi bos".

Bu Mara berdehem. Mata wanita itu memandang tajam. Dua tangannya ia kaitkan di belakang pinggang. Menegaskan bahwa dia memang tidak ingin diajak kompromi.

*********

" lo nggak apa-apa, By?." Pemuda jangkung berambut gondrong di depannya berkacak pinggang, mata tajamnya menatap Aby seolah tidak percaya sahabatnya bisa serapuh itu. Ia mengenal Aby lebih dari dua tahun, dan cukup yakin bahwa gadis cantik itu tak selemah kelihatannya.

Aby menunduk, memandang amplop berisi gaji terakhirnya. Miris!. Ini baru empat bulan, dan dia sudah dipecat.

"Kalo yang lo bilang nggak apa- apa itu berarti gue down, gue lagi nggak apa apa sekarang."

Mata gadis itu sembab. Bagaimana caranya bisa mendapatkan banyak uang dalam waktu tiga bulan, sedangkan pekerjaan saja ia tidak punya?

"Sini." Laki laki itu meraih kepala Aby, mendekapnya dalam. " gue ngerti perasaan lo." ucapnya pelan, ada desir aneh disana tapi entah apa. Ia sama sekali tidak berniat mencari atau sekedar menterjemahkannya.

"Bisa lepasin gue, No?" suara gadis tomboy itu mengagetkan.

"Apa?."

"Juno Arwandi, gue nggak bisa nafas..!" kali ini Aby berkata sedikit keras.

"Oh.. Sorry, gue kira lo masih nangis dan butuh sandaran kayak di film-film korea." ucapnya asal.

"What?" Aby terkekeh. "hebatnya film korea, sampe bikin sahabat gue terinspirasi."

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang