Sebelas

290 59 2
                                    


Range rove hitam Darrend memasuki pelataran MH boutique, Aby yang baru sadar mereka kesini lagi langsung bingung.

Mampus gue... Apa mau difoto lagi yah? batinnya.

Darrend diam-diam melihat ekspresi lucu Aby dan langsung tergelak.

"Nggak ada foto-fotoan lagi kok."

"Ooh... " seketika hatinya lega.

"Fotografernya kapok, modelnya kaku kayak ubi pohon." Laki-laki itu tersenyum, sedikit menampilkan deretan gigi putihnya.

"Saya bukan profesional, hehe."

"Tapi lumayan bagus buat pemula." Ia melirik Aby dengan senyum mengembang. The sun smile, Aby lebih suka memanggilnya begitu.

Setelah keluar dari mobil, Darrend mengajaknya berdiri tepat di depan poster seorang gadis, dan yang paling membuat ia kaget adalah gambar gadis cantik dengan baju putih indah sedang terdiam sambil menutup mata itu bukan Friska, tapi dia.

"Ini saya?" katanya tidak percaya.

"Hmm."

Aby nyengir, tak bisa menutupi rasa terkejut campur senangnya. Seumur-umur baru kali ini fotonya terlihat bagus.

"kita masuk dulu." Laki-laki itu mendorongnya lembut, membuat Aby semakin bingung.

"Ngapain Den?"

"Banyak tanya lo, tugas lo kan cuma nurut," Darrend dengan enggan menjawab.

Seperti kerbau yang dicocok hidungnya akhirnya ia manggut-manggut aja. Ia mencoba menenangkan diri, ketika beberapa pasang mata menatapnya. Tatapan yang berbeda-beda, tapi jelas sekali, kebanyakan dari mereka terlihat tak suka, termasuk Nina.

"Nin, tolong bantuin Aby pilih gaun yah... Saya mau keruangan oma sebentar." pinta Darrend di sambut anggukan dari Nina. Malas-malas gadis itu menghampiri Aby, tersenyum sambil mempersilahkan Aby memilih hingga Darrend menghilang dibalik pintu, dan bersamaan dengan hilangnya Darrend, seketika senyumnya-pun hilang.

"Enak yah abis jadi pembokat nggak pake usaha langsung jadi model ." Katanya dengan nada kesal. Aby menajamkan pandangannya pada gadis itu, tapi ia hanya diam, meskipun mengerti maksud ucapannya. Ia tak ingin membela diri, karena ia yakin saat orang tidak suka, mau dijelaskan seperti apapun tetap saja tak ada artinya. Disunggingkannya senyum meski hatinya sedikit sakit.

"Sekarang, pake acara mau dibeliin gaun segala? " Nina melirik Aby, mencari wajah gugup gadis itu. "Pake cara apa? Goyang dangdut dulu?" bisiknya dengan senyum kemenangan, diikuti cekikikan dari beberapa karyawan.

Pipi Aby memerah, apa yang ada dipikiran mereka? Bahkan berpikir untuk Mendekati Darrend saja ia tidak punya. Ia cukup sadar diri dengan posisinya.

"Saya tidak pernah seperti itu, Mbak." ucapnya tertahan. Dipandangnya lekat-lekat gadis cantik dengan gelungan rapi itu kesal. Andai dia tidak sedang disini, peduli setan, ingin rasanya menjambak mulut manusia kurang kerjaan didepannya.

"Tidak pernah melewatkan kesempatan maksudnya? " Nina terkekeh. "Gue tau akal-akalan busuk cewek kayak lo, Nggak punya apa-apa, cuma modal badan sama tampang." Tambahnya lagi, dengan ekspresi tenang, kemudian lagi-lagi tersenyum.

"Dan cewek model kamu yang otaknya cuma isi kotoran."

Nina membelalakkan mata, suara bu Mia tiba-tiba terdengar sangat jelas dibelakangnya. Ragu dia membalikkan badan, menoleh ke asal suara. Wanita enam puluh lima tahun itu sekarang sudah berdiri disana.

"Ehm, Bu maaf.. Maksud saya bukan beg...."

"... Saya tau maksud kamu, tapi asal kamu tau ya Nin, yang memaksa Aby menjadi model bukan Darrend, tapi saya! Saya heran, perempuan lulusan S1 seperti kamu kenapa malah nggak bisa jaga mulut, nggak berpendidikan sama sekali."

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang