Dua puluh enam

367 65 11
                                    


"Pagi, Mas" Aby berusaha memasang senyum sesantai mungkin, meskipun tanpa dia sadari senyumnya terlihat begitu aneh.

Darrend yang kebetulan lewat sambil sibuk mengancingkan lengannya hanya berhenti sejenak, memperhatikan wajah gadis itu sesaat dengan tatapan heran kemudian pergi.

What the?? Untuk menghilangkan rasa malu dan membuang gengsi saja Aby membutuhkan waktu yang cukup panjang, tapi laki-laki itu, menjawab sapaannya saja tidak.

"Dikira gue patung apa? Gue kan udah bela-belain nyapa duluan, malah dicuekin!" Sungut Aby hampir tak terdengar.

Darrend duduk di meja dapur, kemudian menenggak kopi susunya malas. Bukannya dia tidak tahu Aby ngomel-ngomel sendiri, dia cukup tahu kebiasaan lucunya itu, tapi rasa kesalnya masih belum benar-benar hilang. Bayangkan saja, dicuekin berhari-hari sampai bikin alasan hutang? Apa sih arti uang segitu buat Darrend? Sepatu ketsnya saja berharga setengah hutang Aby.

"Nasi goreng, Mas?" Tawar mbak Sri sembari meraih piring. Darrend menggeleng mantap.

"Mi goreng aja, Mbak."

"Masih pagi, Mas, mendingan nasi goreng aja deh ... Jangan kebanyakan mi instan." Spontan Aby menimpali. Ia kembali memasang senyumnya semanis mungkin, masih semangat 45, masih tidak mau menyerah, dan betapa patah hatinya dia mendapati wajah itu masih datar-datar saja. Itu sebel di kasih boraks kali yah...?

"Apa bedanya? Sama-sama goreng, kan?" Jawab Darrend ketus. Lagi-lagi ia berlalu begitu saja bak tukang angsle yang ngider tapi pake head set. Promosi, teriak-teriak, giliran ada yang manggil nggak denger.

"Mas Darrend kenapa By? Kok jadi kayak dulu lagi?" Mbak Saro yang baru saja masuk dan kebetulan berpapasan dengan Darrend mengerutkan pelipisnya penasaran. "Serem ih lihat dia kayak gitu."

"Nggak tahu, Mbak.. "

"Masa?"

"Iya..."

"Ooh... Kirain tahu." godanya sambil lirik-lirik centil.

Aby meringsek mundur, bersandar di tembok. Mungkin beberapa hari yang lalu Darrend juga merasakan hal yang sama. Lelah. Secara dia mati-matian menggunakan banyak cara agar bisa bicara empat mata dengan Aby, tapi Aby malah sibuk dengan perasaannya sendiri.

Bahkan ia dengan semua ke sok tahuannya membuat suasana semakin keruh. Wajar jika Darrend marah atau sakit hati. Aby tidak akan membela diri.

Sedetik kemudian Aby seperti mengingat sesuatu. Ia berlari-lari menghampiri Darrend yang hendak membuka pintu mobil, spontan menarik tangannya agar tidak buru-buru dan barulah ia sadar.

Aby terdiam, mata mereka bertemu cukup lama, dipandangnya laki-laki yang juga sedang menatapnya itu lekat-lekat. Tapi sebelum gadis itu sempat membuka pembicaraan, Darrend sudah mendahuluinya.

"Gue nggak ada waktu ngomongin hal nggak penting, lo mau ngomong apa?" suara Darrend datar, membangunkan Aby dari diamnya.

"Bener mas Darrend besok mau ke Yogja?" Tanyanya hati-hati.

Laki-laki itu terlihat lelah. Ada lingkaran hitam disekitar matanya. Ia tampak tak sesegar biasanya.

"Siapa yang ngomong? Juno?"

"Ya."

Darrend menarik lengannya dari cengkraman Aby sedikit kasar. "Lo memang lebih cocok sama dia, kalian sama-sama saling ngerti."

Kata-kata itu terdengar seperti halilintar untuk Aby. Dia terdiam beberapa detik. Apa lagi yang akan dikatakan orang yang sakit hati? Pasti hal-hal yang bisa membuatnya lega, termasuk kata-kata menyakitkan seperti tadi. Lakukan, jika itu membuat sakitmu berkurang.

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang