Tiga Belas

352 65 9
                                    

Aby duduk di kursi taman Darrend. Matahari pagi sedikit terik menerpa pohon chrisan disampingnya, pohon kecil dengan bunga lebat yang sengaja diletakkan di atas meja. Ia menyilang kan kaki, kemudian menyandarkan wajah diatas meja malas. Tidak tahu kenapa pagi ini badannya begitu lemas, tulang punggungnya terasa pegal, kepalanya pusing. Ingin sekali rasanya tidak pergi bekerja, tapi ia terlalu banyak berhutang Budi pada keluarga ini.

Ia memindah posisi wajah kearah tumpukan tangan. Selang air dan sapu lidi masi berantakan dibawahnya. Dipejamkannya mata sambil menarik napas dalam-dalam, menikmati hangatnya sinar matahari.

Sementara itu Darrend berjalan di lorong taman sambil membenarkan kancing pergelangan tangannya. Hari ini dia sedikit kesiangan.

Ujung mata Darren tiba-tiba menangkap genangan air dibawah kakinya. Laki-laki itu heran, kemudian mencari-cari asal genangan tersebut sampai didekat meja taman. Dilihatnya selang tergeletak begitu saja diatas rumput dan Aby? Tertidur pulas sambil menopang pipi. Rambut kepangannya berantakan, mungkin tertiup angin. bayangan dedaunan bunga sepatu bergerak-gerak dipipinya. Darren menghembuskan napas berat, ia tidak habis pikir kenapa gadis ini sering sekali bertindak ceroboh?

Kadang entah darimana ada perasaan ingin melindungi yang muncul tiba-tiba, tapi seringkali ia merasa sebal dengan kebodohannya. Gadis seperti apa yang bisa tertidur pulas dimana saja seperti dia?

"Lo kalo tidur jangan disini, ngerusak pemandangan aja!" (Translate : jangan tidur disini, nanti masuk angin) Celetuk Darren spontan.

Mendengar suara berat majikannya Aby segera bangun dan membenarkan posisi duduknya. Ujung mata gadis itu melirik Darren sedikit tidak enak, ia harus membenarkan memorynya, memberi alarm saat dia mulai tidak disiplin dengan pekerjaannya, terutama didepan Darren. Karena bisa saja sewaktu-waktu ia akan kehilangan pekerjaannya disini.

"Maaf Den.." katanya salah tingkah. Lingkaran hitam dibawah matanya terlihat lebih jelas.

"Kerannya kenapa nggak dimatiin? Ceroboh lo!" Laki-laki itu ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi ditahannya . Percuma pikirnya, kemudian segera pergi meninggalkan aby yang masih terdiam.

Melihat wajah kusut Darren Aby segera mematikan keran dan menggulung selangnya dengan malas dan tanpa semangat sedikitpun. Mbak Saro dua hari ini ijin pulang karena ibunya sakit, jadi terpaksa Aby bekerja sendiri. Sesekali mbak Sri juga membantu menyelesaikan beberapa tempat. Rumah ini begitu luas, wajar saja jika Aby merasa begitu lelah, apalagi kondisi badannya kurang fit.

Setelah pekerjaannya selesai, ia kembali duduk ditempat semula, menyeka keringat dinginnya dengan punggung tangan. Tiba-tiba lantunan lagu wish u where here milik e&r terdengar dari saku bajunya. Nada sambung yang sengaja dipasangnya untuk nomer Juno.

"Dimana Lo?" Sapa Juno dari sebrang.

"Kerja, ada apa No?" Juno diam sesaat, mungkin sedang asik ngupil sambil berpikir. Aby sedikit tergelak dengan bayangannya.

"Udah makan belum? Perasaan gue nggak enak."Aby tersenyum senang, Junolah satu-satunya laki-laki yang selalu mengkhawatirkannya selama ini, meskipun sering kali menyebalkan.

"Belum."

"Kok belum makan sih? Kalo sakit gimana?" Suaranya terdengar sebal, tanpa pamit laki-laki itu langsung mematikan panggilannya. Aby tidak perduli, ia kembali menyandarkan pipi diatas meja. Matahari semakin terik, Aby memindah posisi tidurnya kemudian duduk. Lagi-lagi menghembuskan napas panjang, mulai memainkan jemarinya diatas meja, menggambar wajah dengan bibir melengkung. Kondisi hati dan badannya sedang tidak bagus.

"Teh dingin buat yang lagi nggak bersemangat." Tiba-tiba Juno muncul sambil menempelkan sebotol teh dipipi Aby. Aby terkejut, kemudian memandang laki-laki itu takjub, seolah memandang Viki niti Negoro versi gondrong dengan gaya bego menggodanya. Matanya mengerjap-ngerjap meyakinkan dirinya bahwa ia tidak sedang salah lihat.

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang