Dua Puluh Lima

284 57 17
                                    


Pagi ini begitu dingin. Aby merapatkan jaketnya, menghalau hembusan udara yang menggelitik. Ia berangkat pagi-pagi sekali karena hari ini ia terpaksa harus berjalan kaki menuju rumah majikannya setelah turun dari angkot nanti. Angin sama sekali tidak menghiraukan dekapan tangan Aby yang semakin erat. Bahkan tiupannya semakin kencang menyusupi celah-celah anak rambutnya, membuat pucuk telinganya pun membeku.

"Berhenti disini, Pak!" Teriak gadis itu pada si supir. Setelah membayar sejumlah uang buru-buru ia berlari kecil menuju pintu masuk kompleks perumahan Darrend yang masih sedikit jauh. Huupf... Coba ada sepeda, Aby menggerutu dalam hati. Ia masih berlari-lari kecil menyusuri jalanan kompleks yang penuh dengan pepohonan palem berjajar indah tersebut. Sebelum akhirnya sebuah suara terdengar.

"By..!" Panggil seseorang, membuatnya menghentikan langkah. Seorang laki-laki menyembul dari kaca samping mobil mahalnya, dan itu adalah wajah yang amat sangat ingin dia hindari saat ini. Seketika Aby merasa keberuntungannya hari ini akan hilang. Bisa nggak Tuhan, nggak ketemu dia dulu? Setidaknya sampai dia menikah?

"Kamu nggak denger saya panggil?" Suara itu masih datar, sedikit memerintah. Aby mengangguk pelan dan akhirnya mengalah juga, memasuki mobil putih mengkilat itu dengan enggan.

"Sebenarnya saya bisa jalan saja, Den." Ucapnya dengan suara kecil.

"Saya tau, tapi saya ada urusan sama kamu." Nona sok sibuk...

"Urusan apa yah, Den? Setau saya urusan saya cuma bersih-bersih rumah mas Darrend saja."

"Cuma?"

"Ya.." Jawab Aby tercekat.

"Apa selain itu tidak ada yang penting lagi yang harus kita bahas dan selesaikan?"  Suara Darrend geram. Ia tidak pernah se emosional ini pada perempuan. Anggap saja dia maruk, tapi kenyataannya dia memang ingin Aby hanya melihatnya dan tidak pernah mengalihkan pandangan. Tapi gadis ini, ah... Entahlah.

"Saya rasa tidak, Den.." Aby sama sekali tidak berani melihat ke arah Darrend. Menghirup bau parfumnya saja sudah sangat menyiksa baginya.

"By!" Suara laki-laki itu tiba-tiba sedikit meninggi. Dicengkeramnya pergelangan tangan Aby sedikit kuat.

"Saya presdir, tapi saya nggak susah-susah amat diajak bicara"  Aby paham Darrend kesal, dan gadis itupun menegang. Ia meringis, pergelangan tangannya memerah karena cengkeraman Darrend.

Laki-laki itu terlihat begitu marah. Sudah beberapa hari ini dia berusaha mengajak gadis didepannya bicara baik-baik tapi Aby selalu menghinndar. Ia sama sekali tidak tahu sudah berbuat salah sebesar apa hingga untuk melihat wajahnya saja Aby enggan. Jelas melihat perubahan Aby membuatnya amat tersiksa. Setiap saat Darrend menerka-nerka apa sebenarnya yang sudah ia lakukan?

"Sakit..." desah gadis itu sambil masih menatap laki-laki didepannya lekat-lekat. Matanya membayang, seakan cairan disana ingin segera berlomba melompat keluar.

"Sakit mana sama hati saya yang berhari-hari kamu diemin?"

"Saya cuma diemin den Darrend, bukan lagi hamil sama laki-laki lain." Suara Aby tertahan. Ada sakit yang melencar dihatinya.

Seketika bola mata Darrend membulat. Bagaimana mungkin Aby bicara seperti itu? Sebenarnya kenapa sih dia??

"Ngomong sama saya, saya salah apa? Harus gimana?" Darrend mencoba menenangkan hatinya. Mata Aby yang berkaca-kaca membuatnya sedikit terganggu.

Salah apa? Harus gimana?? Aby benar-benar tidak habis pikir. Ada laki-laki kesenengan sambil meluk-meluk sahabat wanita didepan ceweknya. Karena akan segera menjadi ayah dari anak sahabatnya! Dia rasa cerita ini harus diberi judul ala-ala sinetron adzab di TV tiiit itu. Dan Aby tidak menyangka jika acting Darrend begitu memukau.

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang