Tujuh

336 68 12
                                    

"Brengsek!!!."

Teriak Darrend, kemudian menendang sofa dikamarnya. Rahangnya mengeras, dahinya sedikit berkerut karena frustasi.

"Bukan prioritas katanya?? Aku mengabaikan pertemuan pentingku dengan klien karna dia, aku membuang gengsiku karena dia, aku berusaha selalu ada untuk dia sesulit apapun posisiku. Dan seenaknya saja dia menilaiku seperti itu? Brengsek!" lagi-lagi ia mengumpat.

Disandarkannya tubuh di atas sofa, ia lelah. Yah, seharusnya memang dia yang merasa lelah, karena selama ini dialah yang selalu berkorban. Mengejar-ngejar Friska, meredakan emosi gadis itu yang kadang naik kadang surut.

Tapi, sekuat apapun ia melupakan dan berusaha setenang mungkin, tetap saja ada bagian hatinya yang tersakiti. Ia begitu mencintai gadis itu. Friska itu  first love, dan sulit untuknya memulai hubungan baru dengan orang lain.

"Tok,tok,tok."

Suara pintu kamar diketuk beberapa kali. Darrend malas, diacuhkannya ketukan itu dengan memasang earphone ditelinganya.

"Darrend, ini oma." suara yang begitu ia kenal. Ck.. Come on Oma... Aku sedang tidak ingin diganggu, batinnya. Tapi tak urung ia berdiri juga. Dengan malas pria itu berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Ada apa Oma cantik?." Darrend memaksa bibirnya untuk tersenyum senormal mungkin.

"What happend, beb? Kamu jalan ngelewatin omah begitu saja, kamu pikir oma patung?." katanya khawatir. Ia tahu cucunya sedang ada masalah, apalagi baru saja terlihat Friska keluar dari rumahnya.

"Tidak ada apa-apa Oma, aku cuma lagi capek." Darrend berusaha meyakinkan. "Sepertinya hari ini aku butuh libur kerja." tambahnya lagi sambil mengangkat satu alisnya.

"Okey, suka-suka kamu saja lah kalo kamu nggak pengen cerita ke oma. Tapi oma jelas tau apa penyebab kamu seperti ini, oma sudah bilang, Friska bukan orang yang tepat untuk kamu."

"Ayolah Oma, jangan bicarakan ini lagi." wajah Darrend memohon, ia mengecup pipi omanya sekilas. Ia tahu omanya memang salah satu pendukung Juno, orang yang tidak terlalu suka Darrend menjalin hubungan lebih dari teman dengan Friska. Dia hanya tidak tahu saja, dulu Friska tidak seperti yang mereka bayangkan. Tentu saja hari ini berbeda.

"Nanti sore oma berangkat ke Singapore, pakde Hendra sakit lagi." kata oma sambil menghela napas.
"Kamu nggak apa-apa kan?"

"Darrend sudah 28 tahun." jawab pria itu singkat. Ia heran melihat omanya yang selalu khawatir setiap akan meninggalkannya. Padahal Darrend laki-laki, sudah hampir kepala tiga, dan dia juga bukan anak manja.

"Oma cuma punya kamu, sepertinya oma yang selalu berat berpisah denganmu." wanita 60 tahun itu tersenyum menyadari kekhawatirannya. Kehilangan anak dan menantunya sekaligus memang sangat membuatnya terpukul. Untunglah Darrend masih selamat saat kejadian kecelakaan pesawat 22 tahun yang lalu. Ia menepuk-nepuk bahu cucu yang kini memeluknya dari belakang, kemudian pergi.

"Oma sudah pesen sama orang pantry, sama mbak Sri, jangan pernah nurut kalo kamu minta mi instan." katanya sebelum menghilang.

*******

Pukul 20.30, Aby sedang santai di tangga restauran keluarga Juno. Pekerjaannya baru saja selesai, masih belum ada lagi makanan yang harus diantar kerumah pelanggan. Ia menghembuskan napas panjang sambil memukul-mukul pahanya meredakan linu disana. Tiba-tiba ada seseorang dibelakangnya, menutup mata Aby begitu erat.

"Siapa?" Aby meraba-raba tangan besar yang sedang menutup matanya. Tapi tak ada sedikitpun suara yang ia dengar. Nekat diputarnya tangan keatas kepalanya, mencari-cari wajah pemilik tangan. Kemudian tersenyum lega. "Junoooo!"

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang