Dua puluh tujuh

144 33 4
                                    

Pukul sepuluh pagi keesokan harinya. Juno yang tidak sabar bertemu dengan Aby segera meloncat dari mobil, kemudian berlari menuju dapur, diikuti Darrend dengan ekspresi lempengnya. Dia benar-benar kecewa, tatkala mengetahui gadis itu tidak disana. Merasa penasaran ditengoknya kebun belakang, tetap nihil.

Kemana si Anak tengil itu? Juno menggaruk - garuk janggutnya yang sudah sedikit kasar karena rambut-rambut halus yang mulai tumbuh.

"Nyari siapa, Mas?" Sapa mbak Saroh dari belakang, penampilannya yang kali ini serba hitam dengan rambut penuh kepangan membuat laki - laki itu sempat berjingkat terkejut. Darrend tertawa kecil.

"Aby mana, Mbak?"

"Ooh ... Aby?" Mbak Saroh melirik Darrend sesaat, yang dilirik mengangkat alis heran. "Sakit, Mas" Jawabnya santai sambil merapikan beberapa wadah di atas meja.

"Sakit?" Kali ini Darrend yang penasaran.

"Kemarin dia pingsan".

Tak bisa dipungkiri, ada rasa khawatir berlebihan dihati Darrend. Tapi, persetan dengan itu. Bukankah Aby sendiri yang mengatakan tidak ada hubungan diantara mereka kecuali hubungan majikan dan pelayan yang punya hutang? Baru saja Ia melangkah keluar, telinganya seolah tidak rela pergi saat Juno kembali bertanya.

"Pingsan kenapa, Mbak?" Juno benar - benar berisik.

"Kata Ibu sih, kena gejala tipes, Mas".

"Jadi, oma yang nganter? Mbak Saro manggut - manggut. Juno menghela napas kesal.

"By ... By, lo bego apa tolol, sih? kalau kerja suka nggak ngira - ngira dari dulu!" Sungutnya, kemudian buru - buru pergi.

"Mau kemana lo?"

"Kerumah Aby, lah ... Ikut nggak lo?"

Juno berenti, menunggu jawaban Darrend yang nggak usah diucapkanpun sudah ketahuan arahnya kemana.

"Nggak, lo berangkat sendiri aja!"

Kaan... Gengsi doang digedein. Giliran bento diminta ngamuk kayak emaknya kucing.

"Jangan nyesel lo ye ... Moto gue maju terus pantang mundur, loh " Ancamnya kesal.

Wajah Darrend masih lempeng. Nggak ada berubah - berubahnya sama sekali. Sampai akhirnya Juno memutuskan untuk memukul kulkas segede gaban didekatnya dengan gulungan kertas gemas.

"Nggak ceweknya, nggak cowoknya, bikin otak guwe kayak jely aje!"

*******

"Bener Aby pingsan, Mbak?" setelah seribu purnama akhirnya Darrend nggak tahan juga. Mbak Sri memandangnya sesaat kemudian tersenyum dan mengangguk.

Darrend diam, tidak tahu harus berkata apa.

"Sebelumnya mbak mau minta maaf sama mas Darrend." Mbak Sri mulai membuka pembicaraan. Darrend memandangnya heran.

"Buat?"

"Beberapa hari yang lalu, bu Mia sempat nyuruh mba Sri bohong sama Aby." Ucapan mbak Sri kemudian terhenti, sebelum akhirnya Ia menatap langit taman dari jendela dapur. "Mbak bilang kalau mas Darrend mau ngelamar orang." Ia meringis kemudian.

"Oh, jadi gara - gara itu Aby jadi tambah aneh?" Darrend sedikit emosi, tapi wanita didekatnya tampak masih tenang.

"Mbak Sri kenal mas Darrend itu dari kecil. Mbak tahu kalian itu sama - sama suka, tapi mas Darrend aja nggak pernah nyadar, kalau sikap mas sering sekali nyakitin Aby ..." wanita itu mencoba berbicara sehati - hati mungkin.

"You know me so well, Mbak." Darrend menunduk. Dia sadar dia bukan laki - laki romantis, apalagi humoris. Tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik, bahkan pada gadis yang sangat dia cintai.

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang