Tiga

415 77 3
                                    

    Cantik. Rumah mewah bergaya minimalis ini berhasil membuat Aby tidak berkedip. Ruang tamunya sebagian diisi kaca-kaca besar. Sebelah kanan ruangan sengaja dibuat terbuka agar tanaman-tanaman verticulture yg ditanam mendapatkan cukup cahaya. Bahkan ruang tamunya lebih besar dari rumahnya.

Bagaimana rasanya menjadi orang sekaya mereka? Ah, terkadang Aby suka heran sendiri dengan isi kepalanya. Apa  mungkin tekanan yang membuatnya terkadang suka membanding-bandingkan apa yang sudah dimilikinya dengan orang lain ?

"Abyan maeni?." Seru seorang wanita cantik berumur sekitar enam puluh limaan. Dia hanya memakai kemeja, tapi sangat berbeda dengan ibunya, terlihat jauh lebih berkelas.

"Iya, Bu." jawab Aby ramah. Ini pasti pemilik rumah. Ibu Mia Hanggoro. Pak Pardi, suami ibu pemilik warung berdiri di sebelahnya.

"Silahkan duduk." kata ibu itu ramah. "Panggil saja saya bu Mia"

Aby mengangguk, tiba-tiba ia merasa sedikit grogi.

"Kamu benar mau kerja disini?"

"Iya, Bu." jawab Aby canggung. Wanita itu tersenyum.

"Yasudah, kamu bisa mulai kerja hari ini. Disini ada mbak Sri yang biasa masak, dan mbak Saro yang biasa bersih-bersih. Sebenarnya ada mbak Wati, tapi beberapa minggu yang lalu suaminya sakit, jadi mengundurkan diri." Ucap bu Mia lembut.

"Kamu bisa bantu-bantu mbak Saroh kan, Nak?" Tambahnya lagi.

"Bisa, Bu ... "

"Oke kalo begitu, pak Pardi, tolong antar Abyan ke dapur, kenalin sama mbak Sri dan mbak Saroh."

"Njeh, Bu".

*****

Ada tiga asisten perempuan di rumah ini termasuk Aby. Dua tukang kebun, satu supir dan dua satpam. Aby berdecak kagum. Sudah bisa dibayangkan, berapa juta yang harus bu Mia keluarkan setiap bulan hanya untuk gaji pekerja di rumahnya saja.

Ia jadi teringat dengan tagihan listrik bulan lalu, seratus lima puluh ribu, dan berhasil membuatnya dilema beberapa hari sebelum akhirnya ikhlas mengeluarkan uang. Bagaimana dengan rumah ini? Berapa nol yang berbaris dibalik tagihannya? Lagi-lagi ia menghela napas.

"Capek, By?." Sapa seseorang di belakangnya. Aby sempat melonjak kaget, pasalnya pemilik suara berpenampilan super-super aneh. Berbeda 180° dengan  pertemuan pertamanya tadi pagi. Rambut kriwul panjangnya diurai, memakai bando ala-ala casandra dan baju serba hitam.

"Mbak Saroh?." Aby mencoba meyakinkan. Takut salah juga, siapa tahu mbak Saroh punya kembaran.

"Iye, Kenapa kaget, sih?"

"Abis berubah..." dari normal jadi paranormal.. Aby tidak berani melanjutkan kata-katanya, sambil sedikit menahan tawa.

"Itu hobby, jadi jangan heran, By." tiba-tiba mbak Sri ikutan muncul dengan tawa renyahnya. Aby terkekeh, tidak bisa lagi menahan tawa.

"Kamu pulang atau nginep?" Mbak Saro yang jadi pusat perhatian terlihat cuek-cuek saja.

"Pulang, Mbak, kasian ibu sama adek saya, kalau malam jualan ceker pedas di pinggir jalan, jadi saya bantuin beres-beres tiap hari."

"Oooo...". Seru mbak Saroh dan mbak Sri bersamaan seperti dikomando. Aby terkekeh lagi.

"Kalo gitu pulangnya jangan malam-malam, kasian kamu jalan nyari angkotnya jauh."

"Iya, mbak".

*****

Aby menyeret kakinya malas memasuki pelataran rumah. Sepertinya hari ini ibu dan adiknya tidak jualan. Dia sedikit heran. bukannya tadi pagi ibu sudah belanja?

✔️I got UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang