PROLOG

4.3K 231 8
                                    

Di ruang tunggu itu, duduk dengan cemas seorang gadis berambut panjang yang diikat ekor kuda. Ia sangat gelisah. Sesekali ia menutup wajah dengan kedua tangannya. Ada seorang pemuda yang terlihat lebih muda darinya duduk di samping gadis itu. Pemuda tersebut merangkul sang gadis dan terus mengatakan "semuanya akan baik-baik saja," faktanya, belum tentu semuanya akan baik-baik saja.

Banyak orang yang menunggu operasi itu dengan cemas. Salah satu diantara mereka sudah pasti tidak akan selamat, dan yang satunya juga belum tentu selamat. Operasi itu penuh dengan resiko. Operasi yang mempertaruhkan dua nyawa seseorang yang sangat berharga bagi gadis berambut ekor kuda tersebut.

Seorang wanita paruh baya berjalan mondar-mandir dengan cemas menunggu hasil operasi. Ada juga yang sedang duduk memandang kosong ke depan. Mungkin ia mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Gadis berambut ekor kuda itu kembali menangis, ia membayangkan percakapan terakhirnya dengan salah satu pemuda itu sebelum operasi.

"Lo jangan becanda. Gue ga mau kehilangan lo. Please ngertiin gue."

"Percaya sama gue. Gue emang bukan orang yang baik buat lo semua. Tapi please, hanya ini yang bisa gue lakuin buat dia.

"Jangan nangis. Gue cuman pengen lo tau setelah gue pergi, gue adalah orang yang pernah singgah di hati lo walaupun gak pernah lo sambut. Dan gue juga pengen lo inget, kalo gue pernah berkorban demi ngeliat lo bahagia."

Tangis gadis itu semakin menjadi-jadi, tapi tidak mengeluarkan suara. Kalimat yang diucapkan salah satu pemuda itu membuatnya merasa jahat dan egois.

Dengan berurai air mata. Gadis itu berlari meninggalkan orang-orang yang sedang menunggu hasil operasi. Pemuda yang tadi merangkulnya membiarkannya. Pemuda itu tahu kalau gadis itu sedang butuh sendiri.

Gadis itu berlari dengan sangat kencang. Sesekali ia mengusap air matanya yang mengalir bak banjir yang menerjang daratan. Saat ia berlari, ia menabrak banyak orang yang berjalan berlawanan arah darinya. Banyak umpatan dan teriakan kesal di berikan kepadanya karena menabrak orang-orang yang berjalan, tapi ia tidak peduli. Sama sekali tidak peduli!

Tujannya adalah atap gedung rumah sakit itu. Ia ingin berteriak menumpahkan segala kesedihannya. Keadaan seperti ini benar-benar tidak ia harapkan terjadi dalam hidupnya. Tidak sedikitpun!

Saat tiba di tempat itu, si gadis berjalan ke tepi dan menatap jalanan yang penuh dengan kilau lampu kendaraan. Langit malam sungguh gelap jug terlihat suram. Rintik hujan yang jatuh perlahan membasahi tubuhnya dan juga bumi, menambah kesuraman hatinya yang sedang berjuang melepaskan orang terkasihnya.

"Ya Tuhan!!" teriaknya lantang, "Mengapa ini semua harus terjadi! Mengapa!"

Air matanya yang mengucur deras tidak terlihat karena tertutupi oleh air hujan yang membasahi tubuhnya. Air mata itu berbaur sempurna dengan air hujan.

"Mengapa Engkau memberikan cobaan seberat ini padaku, Ya Tuhan? Aku sungguh tidak siap untuk kehilangannya. Aku belum siap!" Gadis itu beteriak melawan suara derasnya hujan. Ia menjatuhkan tubuhnya dan terduduk dalam genangan air yang tercipta karena hujan. Ia mendoangkkan kepalanya, berusaha menerima itu. Tapi ia tidak bisa. Tidak bisa menerimanya.

"Terkadang, kepergian memberikan luka yang dalam," suara itu terdengar dalam hujan. Gadis itu menoleh ke belakang dan mendapati pemuda yang tadi merangkulnya. Pemuda itu berjalan tanpa peduli hujan akan membasahi tubuhnya.

"Tapi kepergian akan memberikan sebuah makna yang bisa kita ambil hikmahnya. Walau menyakitkan tetapi kita harus menerimanya. Jangan pernah bertanya pada Tuhan mengapa itu semua terjadi. Tetapi bertanyalah pada dirimu sendiri. Sudah siapkah kita? Memang sulit, tapi perlahan kau akan bisa menerimanya." Pemuda itu melanjutkan kalimatnya. Ia mengulurkan tangan kepada gadis yang sedang duduk menangis itu. Ia menerima uluran tangan pemuda tersebut dan menghambur kedalam pelukannya.

* * * * *

Sudah pukul lima pagi. Itu artinya operasi itu sudah berjalan selama sebelas jam lamanya. Gadis berambut ekor kuda itu hanya duduk menatap lurus ke depan. Mata sembabnya sudah tidak mengeluarkan air mata lagi. Air matanya telah habis.

Tiba-tiba dokter keluar dari ruang operasi. Baju berwarna hijau dan masker yang masih melekat di wajahnya memperlihatkan wajah kelelahan.

Seluruh orang yang ada di tempat itu berkerumun mendekati sang dokter.

"Bagaimana dok operasinya?" salah seorang wanita paruh baya bertanya dengan cemas pada dokter itu.

Dokter tersebut terdiam sedikit lama untuk menarik nafas. Hal itu membuat gadis berambut ekor kuda itu memompa detak jantungnya dua kali lipat dari biasanya.

"Operasinya lancar. Pasien akan kami pindahkan ke ruang ICU," jawab dokter itu.

Seluruh orang mengucap syukur. Tapi salah satu wanita paruh baya malah menangis. Ya, anaknya meninggal dan memberikan jantungnya pada yang selamat. Sekarang, ia tidak akan bisa melihat anaknya lagi. Senyum dan juga candaan khas anaknya akan pergi bersama jiwa anaknya. Tidak ada lagi kemanjaan di rumahnya. Tidak ada lagi keributan karena pertengkaran anak-anaknya. Hanya kesedihan yang akan tertinggal.

"Aku sering ngeibaratin bintang yang bersinar paling terang itu sebagai almarhumah nenek. Aku berharap, jika suatu saat nanti aku pergi, aku bisa berada di dekat bintang terang itu bersama nenek."

Gadis itu teringat dengan kata-kata orang itu dulu. Sekarang itu semua akan terwujud. Orang itu pergi untuk menemani neneknya.

"Terima kasih. Gue bakal selalu inget lo. Terima kasih karena udah mampir ke hati gue yang ga punya pintu ini. Terima kasih karena lo udah ngisi lembaran kehidupan gue dengan kekonyolan dan juga perhatian lo. Terima kasih atas segala yang lo berikan buat gue. Lo tau, gue sayang sama lo," ucap gadis itu dalam hati. Air matanya kembali menetes.

"Gue janji gue bakal bahagia seperti yang lo mau," tambahnya.

* * * * *

DERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang