Chapter 10

1K 79 14
                                    

Suara bel istirahat yang terpasang di sudut kelas berbunyi. Seluruh siswa yang sudah tidak sabar keluar dari jam pelajaran matematika yang diajarkan oleh Pak Budiman, segera merapikan meja mereka, atau dengan kata lain memasukkan buku tulis dan buku paket mereka ke dalam tas. Tidak terkecuali Gladys yang memang sangat tidak menyukai pelajaran matematika, mungkin bukan hanya Gladys, tetapi hampir seluruh orang yang menyandang status sebagai siswa.

Pak Budiman menyipitkan matanya melihat seluruh muridnya. Ia bergeleng kepala dengan prihatin pada dirinya sendiri. Mungkin ia harus banyak bersabar dengan kelas XIPA4.

"Siapa yang menyuruh kalian berkemas?" Pak Budiman bertanya dengan logat jawa khasnya.

Seluruh siswa kelas XIPA4 berhenti dari kegiatannya dan menatap guru matematika itu bingung.

"Sudah bel pak," Firjianto sebagai ketua kelas berusaha membantu teman-temannya agar terbebas dari Pak Budiman.

"Iya saya tau. Keluarkan buku paket kalian!" Pak Budiman mengatakan itu dengan nada mutlak.

Seluruh siswa berseru "uh" mendengar ultimatum guru yang kental akan adat jawanya. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari ia memakai blangkon di kepalanya yang botak dari depan hingga ke tengah.

Mau tidak mau, jam istirahat mereka yang hanya berdurasi dua puluh menit terpotong.

"Kerjakan Uji Kompetensi 1.2 di halaman 37. Nomor dua bagian D dan E. Hari senin bapak periksa. Kumpulkan dengan rumus dan cara mendapatkannya! Bapak tidak menerima kalau langsung jawaban."

Seluruh siswa berseru "duh" atau juga "aduh" karena soal yang menyangkut materi Pertidaksamaan Nilai Mutlak yang menurut mereka membingungkan.

Setelah memberikan pekerjaan rumah itu, Pak Budiman meninggalkan kelas XIPA4 dengan santai tanpa memikirkan siswanya yang mungkin sedang kesal. Bagaimana mereka tidak kesal? Kurikulum 2013 membuat mereka mendapatkan tugas dihampir semua mata pelajaran, ditambah lagi mereka harus belajar Sejarah dan juga Ekonomi atau Sosiologi yang notabene adalah pelajaran jurusan IPS.

Gladys berjalan keluar meninggalkan kelas. Ia bermaksud untuk segera ke kantin. Ia tidak mau terlalu lama mengantre baso kesukaannya. Dari belakang, Kamila mengejarnya. Gladys sama sekali tidak berpaling saat Kamila memanggilnya tadi. Ia hanya berhenti sejenak untuk menunggu sahabatnya yang mempunyai phobia membaca di depan kelas.

"Anjir itu guru. Pen gue selesain deh dia," kesalnya saat sudah sejajar dengan Gladys.

Cewek berambut ekor kuda itu hanya diam. Ia sama sekali tidak berniat menanggapi kekesalan Kamila pada guru yang mendapat julukan pemakan waktu itu.

Saat tiba di kantin, Gladys menjadi lelah. Padahal ia sama sekali belum melakukan apa-apa. Hanya karena melihat antrean yang sangat panjang, sudah membuatnya lelah duluan.

Gladys berniat kembali ke kelas sebelum ia menangkap lambaian tangan dari seseorang. Awalnya Gladys tidak tahu itu siapa, tapi saat orang itu berdiri, barulah ia tahu kalau itu adalah Kevin. Orang yang pernah dihukum bersamanya.

Gladys tidak jadi kembali ke kelas, melainkan menghampiri Kevin yang sepertinya sudah menyiapkan tempat untuk mereka. Senyum terukir di wajah tampan Kevin ketika melihat Gladys menghampirinya. Rambutnya yang ditata acak-acakan terlihat sangat cocok dengannya. Kulitnya yang putih begitu kontras dengan kulit teman-teman cowok Gladys di dalam kelas. Jika dinilai, Kevin akan mendapat nilai yang hampir sempurna.

"Lo Kevin, kan?" tanya Gladys saat baru tiba di tempat yang sudah disiapkan Kevin.

"Yaps. Yaelah, masa lo lupa?" Kevin berucap dengan nada kasihan pada dirinya sendiri. Sebenarnya itu hanya dibuat-buat untuk mendapat perhatian Gladys.

DERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang