Chapter 9

1.2K 90 10
                                    

Matahari sudah semakin terik bagai memamerkan cahayanya yang terang yang sudah kita ketahui bahwa sang bulan pun tak bisa menandingi terangnya.

Di jalan yang padat dengan kendaraan roda dua maupun roda empat, seorang gadis berambut ekor kuda berjalan dengan terburu-buru sembari sesekali melihat benda berwarna hitam yang ada di tangan kirinya. Untuk yang kesekian kalinya, gadis itu terlambat lagi datang ke sekolah.

Seragam SMA Alfa yang berwarna putih dibagian bawah dan almamater berwarna biru yang ia pakai sudah tidak bisa dikatakan rapih lagi akibat gerakannya yang lincah.

Sudah beberapa kali Gladys menahan bus, tapi tapi tak satupun yang berhenti. Ojek yang biasa juga ia pakai jasanya untuk sampai ke sekolah, juga sama. Terpaksa ia memberhentikan taksi, namun taksi juga tak ada satupun yang kosong. Gladys menggerutu kesal karena itu. Hari ini seperti hari dimana kesialan akan terus menimpanya.

Gladys tidak memiliki pilihan lain. Dia hanya bisa berlari menuju sekolah. Walaupun ia tahu bahwa ia akan sangat terlambat nantinya. Tapi dia tidak peduli. Ia mungkin bisa saja membolos di jam pelajaran pertama, tapi tidak di jam pelajaran kedua. Soal cara melewati gerbang nanti adalah urusan belakangan.

Karena sudah tahu ia akan terlambat sampai ke sekolah, jam juga sudah menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit, gadis itu mengeluarkan earphone dan ponselnya. Ia berpikir, daripada ia seperti anak hilang, lebih baik ia mendengarkan musik. Hal yang dapat membuat kekesalnnya menguap bagai air. Saat benda itu terpasang dikedua telinganya, terdengar lagu kesukaan dari artis favoritnya.

Gladys berjalan pelan sembari mendengarkan lagu Begin Again yang diciptakan Taylor Swift untuk mantan kekasihnya, Connor Kennedy. Gladys berangan, andai ia memiliki kehidupan seterang Taylor Swift, mungkin nasibnya tidaklah seperti ini. Namun di lain sisi, ia bahagia bisa hidup bersama kedua orang tuanya yang langka dan adiknya yang ajaib.

Saat Gladys melewati sebuah toko, ia menangkap sosok yang begitu familiar untuknya. Sosok yang pernah menghukumnya ketika ia dan Kevin terlambat.

"Eh buset," Gladys berseru kaget saat mengetahui sosok itu.

Gladys langsung melompat ke samping bangunan yang ia lewati. Walaupun Pak Arman tidak mengetahui namanya, tetapi seragam yang ia gunakan sudah pasti akan menarik perhatian guru killer bin tukang hukum itu.

Anjir! Ternyata Pak Arman juga suka terlambat. Katanya guru BP tapi kok gitu?

Gladys memperhatikan guru BPnya dari jauh. Saat sosok guru yang pendeknya tidak jauh berbeda dengannya pergi, Gladys keluar dari persembunyiannya lalu berjalan kembali menuju sekolah. Ia menikmati udara pagi yang penuh polusi di kota Jakarta. Andai di pedesaan, mungkin Gladys lebih memilih berdiam diri di atas pohon saat terlambat seperti ini.

"Gladys," seseorang memanggilnya.

Gladys samar mendengar panggilan itu, dan ia mengabaikannya. Pikirnya, mungkin ia salah dengar.

"Gladys," suara samar itu tetap didengarnya kembali.

Gladys melepas earphone putih yang digunakannya lalu melihat ke arah samping kanannya. Ia melihat Adrian berada di atas motor kesayangannya.

Ia juga terlambat.

Gladys mengabaikan cowok itu. Ia terus berjalan dan memperbesar volume ponsel dan memakai earphone-nya lagi. Cewek itu berjalan cepat untuk menghindari Adrian. Sayangnya, cowok itu turun dari motornya dan berjalan kaki sembari mendorong motor besarnya. Adrian berusaha mensejajarkan langkah kakinya dengan Gladys. Adrian terus memanggil nama Gladys, tapi Gladys tidak mendengarkan. Menyerah, Adrian berhenti memanggil nama Gladys. Cowok itu diam sembari berjalan beriringan di samping Gladys.

DERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang