Brrrttt....
Ponsel itu bergetar saat Anind sedang asyik bercengkrama bersama teman-temannya. Awalnya ia tidaklah tertarik melihat pesan tersebut, namun pada akhirnya, tangannya tetap meraih benda itu.
Akhirnya lo setuju juga. Batinnya.
Anind kemudian berdiri sembari berucap, "Guys, gue ada keperluan dikit. Gue cabut duluan ya," kemudian bergegas pergi meninggalkan teman-temannya yang masih duduk di tempat tersebut.
Anind berjalan dengan terburu-buru menuju atap sekolah yang biasa ditempati oleh para siswa untuk nongkrong. Bukan tanpa alasan dia ke sana, sudah ada Kevin yang menunggunya.
Setibanya di tempat yang ia tuju, Anind langsung mendapati cowok patah hati itu sedang membelakanginya. Anind berjalan pelan tetapi penuh percaya diri. Sedikit ada rasa aneh yang yang dirasakannya saat melihat cowok itu. Tetapi ia sendiri tidak tahu apa itu.
"Vin?" panggil Anind pelan. Suaranya terkesan hati-hati. Ia masih melangkah mendekati Kevin sampai akhirnya ia berada di samping cowok tampan tersebut dan ikut memandang luasnya SMA Alfa.
"Gue setuju sama rencana lo," kata Kevin.
Untuk sepersekian detik Anind diam sebelum menanggapi. "Gue tau."
*****
Beberapa hari ini, Adrian dan Gladys semakin dekat. Hal itu pula yang membuat Kevin dan Anind semakin merasakan sakit hati yang sangat dalam. Namun, mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Bukankah cinta diciptakan bukan untuk dipaksakan? Kalau memang seperti itu, lantas mengapa selalu saja ada orang yang sakit hati? Mengapa mereka tidak menerimanya dengan lapang? Bahkan berniat buruk hanya karena satu kata itu. Perasaan yang sangat menyesatkan.
Gladys, Kamila, dan Dendy duduk di kantin bersama. Mereka sedang menunggu ketua OSIS yang akhir-akhir ini sering berkumpul bersama mereka bertiga. Sebenarnya hanya Gladys yang menunggu Adrian. Kamila dan Dendy terlihat asyik sendiri di hadapan Gladys.
Gladys menyedot pop ice rasa alpukatnya dengan gemas. Sudah hampir jam masuk dan Adrian belum juga datang. Biasanya cowok itu akan langsung menuju Om Egen untuk memesankan mereka bertiga bakso, tapi kenyataannya, hari ini tidaklah seperti itu.
Tuh anak mana, sih?
Perutnya yang sengaja ia kosongkan tadi pagi, sudah melakukan konser seperti konser One Direction di San Siro, Italia beberapa waktu lalu. Sungguh, Gladys benar-benar lapar.
"Mil," panggil Gladys manja.
Mata cewek berambut ekor kuda itu menyipit ketika panggilannya itu tidak direspon oleh Kamila. Cewek itu asyik berbicara dan bercanda bersama Dendy.
Gue kok ngerasa jadi obat nyamuk ya di sini?
Dengan jengkel Gladys kembali menyedot pop ice-nya dengan kasar. Kalau saja sedotan berwarna merah itu bisa menyedot meja, mungkin saja meja yang menjadi tempat mereka berkumpul itu sudah lenyap ditelan Gladys.
Saat kejengkelan Gladys sudah sampai pada batasnya, seorang kakak kelas yang sering nongkrong bersama Adrian di bawah pohon cemara lewat di depannya. Hal itu tidaklah dilewatkan oleh Gladys. Ia langsung bangkit dan mengejar kakak kelas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA
Teen FictionApa jadinya jika seseorang yang kau sayangi menghilang? Apa jadinya jika kau mengetahui bahwa ternyata orang itu ada di dekatmu tapi ia tidak berusaha menemuimu? Sakit hati! Benar, itu yang akan kau rasakan. Ini mungkin sedikit klise tapi ini adalah...