Adrian yang lama kembali seperti dulu lagi. Gladys juga kembali ceria dengan kedekatannya dengan Adrian. Hampir setiap hari Gladys menemani Adrian di rumahnya. Membantu Dian merawat Adrian yang kondisinya semakin hari semakin melemah. Meski Gladys bahagia dan Adrian telah seperti dulu lagi, tapi itu tidak sepenuhnya seperti dulu. Kesehatan Adrian belum kembali. Adrian masih berjuang.
Di suatu sore yang hujan, mereka berdua duduk di balkon kamar Adrian sambil memandangi butiran air hujan yang jatuh mebasahi bumi. Mereka menikmati suasana dan menghirup aromanya dalam-dalam. Hal itu bisa menenangkan semua orang.
Gladys dan Adrian berpegangan tangan. Meski mereka tidak saling mengungkapkan perasaan mereka, tapi tanpa mereka ungkapkan pun mereka sudah tahu isi hati masing-masing."Dys," panggil Adrian.
"Hm," dehem Gladys tanpa mengalihkan pandangannya dari hujan.
"Aku mau tanya sesuatu."
Gladys berpaling dari hujan dan memandang Adrian sambil tersenyum manis. "Tanya aja."
Adrian juga tersenyum lalu memandang pepohonan yang dibasahi oleh hujan. "Apa ketakutan terbesarmu?"
Gladys memandangi Adrian. Ia bingung, kenapa cowok itu tiba-tiba bertanya demikian?
"Kenapa memangnya?""Sudah, jawab aja."
Gladys berpikir sejenak. Dalam pikirannya ia bertanya-tanya apa ketakutan terbesarnya.
Kodok? Cicak? Gelap?
Bukan! Itu semua hanyalah phobia. Bukan sebuah ketakutan yang sangat besar seperti yang ditanyakan Adrian. Gladys kemudian berpikir lagi dan mengingat-ingat saat-saat dimana ia sangat terpuruk dan merasa sangat sedih. Ia kemudian teringat saat dirinya berada di dalam kamarnya. Menangis sendirian. Tidak ada mami dan papinya. Tidak ada Raihan.
Tidak ada Kamila. Bahkan tidak ada Adrian. Saat itu pula Gladys sadar, ia takut akan kesendirian."Dys?" panggil Adrian pelan. Gladys terlalu lama berkelana bersama pikirannya.
"Aku takut sendiri." Gladys mengatakan kalimat itu dengan suara yang sangat pelan. Bahkan hujan bisa menyamarkannya. Meski begitu, Adrian dapat mendengarnya.
"Kenapa?"
Gladys memperhatikan rintik demi rintik yang jatuh membasahi bumi. "Ada banyak alasan yang membuatku takut akan kesendirian."
"Salah satu alasannya?" tanya Adrian.
"Salah satunya saat aku menangis, tidak ada yang memelukku. Tidak ada yang menenangkanku, dan juga tidak ada yang berkata, 'Semuanya akan baik-baik saja.' Aku sangat takut dengan hal itu," jelas Gladys.
"Aku mengerti." Adrian merangkul Gladys. "Ketika kita membutuhkan seseorang saat dimana kita sedang terpuruk dan tidak ada yang datang, itu memang sangat menyebalkan."
Gladys tersenyum dirangkul oleh Adrian. Ia sangat merasa aman berada dalam rangkulan cowok yang sangat ia sayangi itu.
"Lalu, apa ketakutan terbesarmu?" tanya Gladys.
"Kenapa?"
"Aku juga ingin tau," kata Gladys."Dys," panggil Adrian pelan. Gladys memiringkan kepalanya ke kiri sambil tersenyum untuk menanggapi. "Kalo aku meninggal suatu hari nanti, kamu bakal ingat aku nggak?"
Gladys memundurkan kepalanya. Hal itu membuat rangkulan Adrian terlepas. "Kamu bicara apa, sih? Nggak ada yang akan meninggal!"
"Sudah, jawab aku, Dys! Aku penasaran."
"Adrian, kamu tidak akan meninggal. Kamu akan sembuh!"
"Dys, jawab aja. Katanya kamu mau tau ketakutan terbesarku apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA
Teen FictionApa jadinya jika seseorang yang kau sayangi menghilang? Apa jadinya jika kau mengetahui bahwa ternyata orang itu ada di dekatmu tapi ia tidak berusaha menemuimu? Sakit hati! Benar, itu yang akan kau rasakan. Ini mungkin sedikit klise tapi ini adalah...