Chapter 22

827 46 12
                                    

*****

Siang itu mendung, tapi kelompok Drumband SMA Alfa Jakarta tetap semangat untuk latihan. Hari ini adalah hari terakhir mereka latihan sebelum mengikuti kompetisi Drumband tingkat sekolah menengah atas. Kompetisi tersebut diadakan dalam acara Festival Budaya untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda besok.

Peluh menetes disetiap anggota. Baju mereka basah karena keringat. Bahkan mereka seperti diguyur air huja. Namun itu bukanlah sebuah halangan untuk bisa meraih hasil terbaik nantinya. Bukankah hasil tidak akan pernah menghianati usaha?

Gladys dan Kamila duduk di bawah sebuah pohon cemara. Mereka memperhatikan kelompok Drumband tersebut. Dalam hati, mereka bersyukur karena tidak memilih ekstrakulikuler itu. Selain karena latihan yang berat, kekompakan juga harus diperhatikan. Dan itu semua bukanlah sesuatu yang ada dalam diri Gladys ataupun Kamila.

Kamila bergidik seraya berkata, "Duh ampun deh. Untung gue milih eskul seni, jadi ga usah panas-panasan gitu." Ia masih menatap kelompok Drumband yang sedang latihan di lapangan basket tersebut. Suaranya terdengar sangat bersyukur dengan situasi dirinya yang sekarang adalah anggota klub seni.

Gladys berpaling menatap Kamila. Ia tidak menjawab tetapi anggukan kepalanya mengisyaratkan bahwa ia setuju dengan perkataan sahabatnya itu.

Saat Gladys kembali menatap kelompok Drumband yang sedang latihan di lapangan basket, tiba-tiba Kamila kembali berucap, "Gue heran deh sama Kevin. Mau banget dia ikut eskul itu. Kan dia bisa tuh ikut eskul bulu tangkis."

Mendengar nama Kevin, entah kenapa membuat Gladys tertarik untuk membahasnya.

"Maksud lo?"

"Duh, Dys," keluh Kamila. "Gini, si Kevin tuh jago main bulu tangkis semenjak SMP. Dia juga ikut disalah satu klub bulu tangkis yang bernama Pratama."

"Oh, ya? Gue kok ga tau, ya?"

Pandangan Kamila yang awalnya biasa-biasa saja, kini berubah. Matanya berbinar saat mendengar perkataan Gladys tadi.

"Ciee yang mau tau tentang Kevin. Lo suka dia, ya?" goda Kamila.

Tidak tahu mengapa, semburat merah muncul di pipi tembem Gladys saat digoda seperti itu oleh Kamila. Untuk menyembunyikannya, Gladys berpaling seraya berkata, "Apaan sih lo!"

Kamila tersenyum penuh arti. Tanpa Gladys katakanpun, Kamila tahu, benih cinta itu tumbuh dalam hati Gladys. Hanya saja..., ia belum menyadarinnya.

"Gue bakal ceritain," putus Kamila pada akhirnya.

Gladys tidak menjawab. Ia hanya diam, menunggu Kamila untuk menceritakan semua tentang Kevin.

"Kevin itu sepupu gue. Dia anaknya asli jail. Tapi ga tau deh, akhir-akhir ini aksi jailnya ga pernah kumat," Kamila bercerita sembari memandang sepupunya itu yang sibuk latihan. Alat yang bernama Bass tergantung di dadanya hingga ke bawah perut. Sesekali Kevin memukul-mukul alat itu dengan stik khusus yang bertali. Tentu saja dengan sedikit atraksi.

Mendengarkan cerita Kamila, Gladys menarik lutut dan memeluknya. Dagunya ia letakkan di atas lutut, sementara pandangannya menatap Kevin yang sedang serius latihan.

"Saat ini, dia lagi berjuang, Dys. Ada seorang cewek yang ngerebut hatinya dulu pas masih SMP." Perkataan Kamila itu penuh dengan rasa simpati terhadap sepupunya. "Dia bahkan masuk sekolah ini hanya untuk mengejar cewek yang ngerebut hatinya dia."

Gladys kaget. Siapa cewek yang Kamila maksud? Mengapa ada rasa kurang enak saat mengetahui jika Kevin sedang mengejar seseorang? Apakah..., apakah dia benar telah menyukai Kevin?

DERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang