Chapter 29

573 35 2
                                    

Selama di perjalanan pulang, tidak ada yang bersuara. Hening. Hanya suara ponsel Raihan dan deru mesin mobil yang bisa Gladys dengar. Dalam hatinya, Gladys merasa ada yang tidak beres semenjak ia berkata ingin mampir ke rumah Diana. Mami dan Papinya terus diam. Mereka tidak berani memandang Gladys.

Sebenernya ada apa sih? Kok gue ngerasa ada yang aneh.

Berusaha mengabaikan kedua orang tuanya, Gladys mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia berniat mengecek instagramnya. Siapa tahu Adrian memposting sesuatu yang bisa memberi informasi mengenai keadaan cowok itu. Mengingat Papi dan Maminya tidak mengindahkan permintaan Gladys tadi untuk ke rumah Diana. Mereka menolak dan berkata lebih baik pulang.

Saat aplikasi itu terbuka dan Gladys menggeser ke atas foto-foto yang diposting oleh orang yang dia ikuti, tidak ada satupun foto yang berasal dari akun instagram Adrian.

Gladys berusaha berpikir positif. Sejauh yang Gladys tahu, Adrian memang jarang memposting foto di instagram. Kalaupun cowok itu memposting foto, itu bukanlah foto wajah ataupun dirinya, melainkan foto sebuah kutipan ataupun pemandangan sebuah tempat. Bukan foto pemandangan tempat itu yang Gladys ingin selalu lihat, tetapi keterangan foto yang ditulis Adrian. Caption yang terdiri dari beberapa kalimat dan seperti ditulis Adrian dengan sepenuh hati yang menjadi perhatian utama dari postingan itu. Mungkin juga keterangan itu adalah penggambaran suasana hatinya.

*****

Entah kenapa Gladys merasakan kekhawatiran yang sangat besar. Sudah hampir dua hari Adrian tidak masuk sekolah. Selama itu pula ia tidak berkomunikasi dengan Adrian. Ke rumah cowok itu saja dia tidak bisa. Maminya akan selalu membuat alasan yang pada akhirnya menahan Gladys untuk tidak pergi ke sana.

Gladys mondar-mandir di dalam kamarnya. Ponselnya sesekali ia tempelkan ke daun telinganya. Tetapi selalu saja suara dari operator yang memberitahu bahwa orang yang sedang berusaha dia hubungi tidaklah mengaktifkan ponselnya.

Duh, lo kenapa, sih?

Tidak tahan memendam rasa khawatir, Gladys memutuskan ke rumah Adrian.

Gladys menyambar jaket merah yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Ia berlari kecil menuruni tangga dengan menenteng jaket itu. Piyama tidurnya tidak ia ganti. Toh hanya ke rumah Adrian.

Di ruang keluarga Gladys bertemu dengan kedua orang tuanya plus Raihan. Gladys berhenti sebentar saat seluruh orang yang ada di ruangan tersebut tiba-tiba berhenti bersenda gurau.

"H-Hai," sapa Gladys canggung dan terbata. Tiba-tiba saja Gladys merasakan kecanggungan yang tidak bisa ia jelaskan dengan kalimat.

"Hey," balas Maminya. "Mau kemana? Kok bawa-bawa jaket segala?"

"Mau ke rumah tante Diana, Mi."

Mami dan Papinya saling berpandangan saat mendengar penuturan Gladys. Sementara Raihan masa bodoh dan tetap fokus pada tontonanya di televisi.

Maminya beranjak dari duduknya dan menghampiri Gladys. "Mau ngapain ke sana, sayang? Ini sudah malam."

Gladys berpikir sejenak. Pokoknya ia harus bisa lolos dari Mami saat ini. Yang ada dipikirannya hanyalah bertemu Adrian.

"Hmm...," gumam Gladys sebelum akhirnya berkata, "Gini, Mi. Tadi di sekolah pembina OSIS nyuruh Gladys buat nyampein sesuatu ke Adrian. Dia kan ketua OSIS." Sebebal-bebalnya Gladys, ia tidak pernah berbohong kepada orang tuanya. Tapi mengapa Adrian bisa membuatnya berbohong pada Maminya?

DERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang