Kelas 10-IPA-4 ramai dengan berbagai kegiatan siswanya. Jam kosong dan itu adalah anugerah hampir untuk seluruh siswa di dunia. Meskipun terlihat ramai, hal itu tidak membuat Gladys ikut berbahagia. Masih terngiang di kepalanya apa yang semalam Adrian katakan. Jangan tanyakan kenapa, karena sudah pasti itu menyakitkan.
Kamila yang duduk di samping Gladys memandang sahabatnya dengan prihatin. Tidak, lebih tepatnya kasihan. Kamila seperti merasakan kesedihan sahabat yang selalu menemaninya. Andai saja Kamila bisa berbuat sesuatu, sudah pasti dia akan lakukan.
Gue sahabatnya. Gue ga salah kan kalo gue lakuin itu. Batin Kamila mantap.
Kamila beranjak dari duduknya. Di mata Kamila, terpancar aura kesal yang sangat kentara. Dendy yang sedari tadi terlihat sibuk dengan bacaannya juga sebenarnya memperhatikan Kamila dan Gladys. Dalam hati, Dendy mempertanyakan sikap Gladys dan juga khawatir akan tindakan Kamila. Walaupun Dendy dan Kamila belum lama berkenalan, tapi Dendy sudah memperhatikan Kamila semenjak mereka pertama bertemu dulu.
Cowok bermata sipit itu juga ikut beranjak. Berjalan sesantai yang bisa ia lakukan. Ia harus menyembunyikan itu. Entahlah, Dendy hanya merasa harus melakukannya.
Berjalan ke kelas 12-IPA-1, Kamila seperti mengeluarkan asap di atas kepalanya. Tanduk tak kasat mata juga seperti tumbuh di antara rambutnya yang lebat. Dendy yang melihat itu sudah khawatir tingkat dewa. Sudah dipastikan Kamila akan mengamuk di kelas kakak kelasnya.
Sebelum sampai di kelas Adrian, suara seseorang mengalihkan perhatian Kamila. Rasa ke-kepo-annya timbul saat mendengar suara Kevin dan Anind yang sedang berbicara serius di bangku panjang paling pojok.
Kamila berhenti mendadak, hal itu membuat Dendy yang mengikutinya tidak siap untuk melakukan hal yang sama sehingga menabrak Kamila. Sebenarnya Dendy tidak akan menabraknya jika saja ia tetap berjalan santai seperti semula. Tapi tidak tahu mengapa, ia merasa bertanggung jawab jika Kamila mengamuk nanti.
"Dendy? Lo ngikutin gue?" tanya Kamila bingung saat tahu orang yang menabraknya adalah Dendy.
Gelagapan, Dendy tiba-tiba berubah menjadi cowok cool seperti biasanya. Kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana abu-abu panjangnya.
"Hmm, gue ga sengaja lewat," kata cowok bermata sipit itu dengan nada se-cool mungkin.
Kamila menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Kamila lalu menaruh jari telunjuknya di bibir, memberi isyarat agar Dendy tidak ribut. Perhatian Kamila lalu kembali tertuju pada pembicaraan Anind dan Kevin."Gue ga mau tau," kata Anind sengit dari kejauhan. Anind seperti menuntut sesuatu dari Kevin. "Lo harus buat sesuatu biar mereka berdua pisah."
Buat mereka pisah? Siapa?
Kevin hanya memperhatikan. Tidak ada ekspresi yang bisa dibaca dari wajah tampannya. Mungkin saja dia kebingungan atau juga tidak sama sekali.
"Vin!" Anind sedikit berteriak. "Lo denger gue ga, sih?"
Kevin tersenyum terpaksa dan mengangguk. "Iya. Gue bakal pisahin Adrian dan juga Gladys bagaimanapun caranya!"
Deg....
Salah dengarkah Kamila? Apa benar yang baru saja ia dengar adalah sebuah kenyataan? Tapi mana mungkin? Kevin bukanlah orang seperti itu. Kamila sangat mengenal Kevin dan dia yakin, Kevin tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERANA
Teen FictionApa jadinya jika seseorang yang kau sayangi menghilang? Apa jadinya jika kau mengetahui bahwa ternyata orang itu ada di dekatmu tapi ia tidak berusaha menemuimu? Sakit hati! Benar, itu yang akan kau rasakan. Ini mungkin sedikit klise tapi ini adalah...