Keesokan harinya Hermione terbangun sangat pagi dan merasa seolah belum tidur sama sekali. Hari ini hari Sabtu, ia bersyukur gadis-gadis lainnya masih tidur. Dengan lambaian tongkat, ia menonaktifkan mantra pelindung yang dipasangnya tadi malam lalu menuju ke kamar mandi. Membuka pakaiannya, ia merasa perban dibahunya harus diganti. Setelah perban dilepas, terlihat lukanya masih belum sembuh. Ada darah yang mengering tapi sama sekali tidak mengalami perubahan. Luka itu tampaknya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk sembuh. Dia sangat penasaran, bukan untuk pertama kalinya, kutukan apa yang telah digunakan Riddle untuk membuat cedera seperti ini. Selesai dengan bahunya, tatapannya jatuh pada pergelangan tangan. Disana tercetak memar ungu. Tepat di bagian yang dicengkeram Riddle.
Nah, rencana semula untuk menghindari Tom Riddle tampaknya berhasil dengan sangat baik. Dia memutar matanya memikirkan sindiran itu.
Ketika keluar dari kamar mandi, teman-temannya masih saja tidur. Hermione berjalan ke tempatnya dan menggeledah kopernya. Dia membutuhkan salep memar yang dibelinya di Diagon Alley. Setelah beberapa saat menggeledah, botol kecil salep keluar dari kopernya. Dia membuka tutupnya dan melihat isinya kosong. Dengan desis frustasi ia melemparkannya lagi ke dalam koper. Jelas dia harus membiarkan pergelangan tangannya sembuh secara alami. Dia tidak berencana pergi ke rumah sakit. Hermione hanya bisa memandang pergelangan tangannya yang sakit.
Bajingan itu!
Hermione memasuki ke Aula Besar untuk sarapan. Beberapa anak sudah di sana. Kebanyakan anak Ravenclaw. Saat ia berjalan ke meja Gryffindor, ia merasa sebagian besar orang menatapnya. Dia duduk di kursi yang terjauh dari anak-anak Gryffindor lain. Mereka juga tidak mau dekat-dekat dia. Hermione mengisi piringnya dengan beberapa roti panggang, sosis dan telur dadar kemudian meraih ceret jus labu. Saat mulai menuangkan jus ke gelas, tiba-tiba ceret meledak. Hermione diguyur jus. Pecahan-pecahan kecil ceret terbang kemana-mana. Beberapa malah membuat tangan Hermione terluka. Darah mengalir di punggung tangannya.
Hermione mendongak untuk melihat apa yang terjadi. Murid-murid lain telah melihat kecelakaan itu dan mereka semua hanya memandangnya. Tak ada satupun yang mencoba membantunya. Sebaliknya, mereka malah menyeringai padanya. Dia melihat sekelompok gadis Ravenclaw tertawa keras. Hermione memang tidak bisa membuktikannya, tapi ia yakin salah seorang dari mereka yang telah mengutuk ceret. Dia sangat marah dan muak dengan perilaku mereka. Sekarang dia tidak tahan lagi untuk mengutuk mereka semua. Orang pertama yang akan dikutuknya adalah Riddle. Dia menoleh ke meja Slytherin dan Riddle duduk di sana menyeringai padanya.
Bajingan licik manipulatif!
Tinjunya mengepal saat Hermione menyipitkan mata padanya. Dia merasakan darah menetes dari kepalannya. Riddle mengangkat alis seolah bertanya-tanya apa salahnya. Hermione harus bernapas dalam-dalam untuk menahan diri supaya tidak mengutuknya di sini. Lalu ia berdiri dan menjentikkan pergelangan tangan, tongkat sihir mendarat di genggamannya. Dia menatap tajam Riddle beberapa detik. Riddle balas menatap tanpa emosi, masih tersenyum sopan memuakkan. Seolah menantangnya untuk menyerang.
Hermione memejamkan mata lalu berpaling. Dia melambaikan tongkatnya santai. Pakaiannya bersih dan kering lagi. Melambaikan tongkatnya lagi lalu kekacauan di atas meja dan lantai dibersihkan. Kemudian pecahan-pecahan ceret terbang dan mengambang di udara, bahkan termasuk pula pecahan yang tertanam di tangannya. Hermione berjengit saat pecahan-pecahan meninggalkan luka di tangannya tapi dia tak peduli. Dia mengayunkan tongkatnya lagi dan pecahan-pecahan itu bergabung menjadi ceret lagi. Setelah beberapa detik, ceret mendarat di atas meja terlihat seakan-akan tidak pernah hancur. Hermione mengambil roti di piringnya acuh, menyelipkan itu ke mulut dan meninggalkan Aula Besar.
••••
Riddle berjalan ke Aula Besar. Dia sudah bangun pagi-pagi sekali walaupun ini hari Sabtu. Sebenarnya ia benci bangun pagi dalam suasana hati yang buruk. Tapi dia harus mengerjakan esai Rune Kuno untuk Profesor Nota. Semua itu karena detensi konyol kemarin sehingga ia kehilangan waktu untuk menyelesaikannya. Jika bukan karena gadis aneh itu, esainya pasti sudah selesai kemarin. Pikirannya sekarang tertuju ke DeCerto. Gadis itu semakin membuatnya jengkel. Dia tetap bersikeras menolak menceritakan rahasianya. Riddle tidak berpikir rahasianya itu sangat menarik tapi ia tetap penasaran. Semakin DeCerto menolak maka semakin bersemangat dia menyelesaikan tantangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultima Ratio ✔️
FanficSTORY BY: WINTERBLUME Akhirnya hari Pertempuran Akhir melawan Lord Voldemort telah datang. Harry, Ron dan Hermione bertempur dengan gagah berani melawan musuk bebuyutan mereka. Tapi kemudian sesuatu menjadi salah. Dan Hermione menemukan dirinya terj...