Esoknya, Hermione bangun pagi-pagi meskipun ini hari Sabtu. Teman-teman sekamarnya masih terbaring di tempat tidur, tertidur lelap. Hermione bangkit dan meninggalkan ruang rekreasi Gryffindor setengah jam kemudian, dia sudah berpakaian lengkap dan siap untuk hari baru di dekade yang asing ini. Saat tiba di Aula Besar, ia menuju meja Gryffindor yang relatif kosong. Hanya ada beberapa murid tahun pertama dan kedua duduk di sana sambil memakan sarapan mereka. Hermione cukup lega tidak lagi menjadi target kutukan para penggemar Riddle.
Hermione merosot di kursinya dan menuang kopi sambil mengamati meja asrama yang lain. Ravenclaw sudah penuh, seperti dugaannya, sedangkan Hufflepuff sedikit sepi seperti meja asrama Gryffindor. Kemudian Hermione memberanikan diri melirik meja Slytherin. Dia lega karena Riddle tidak terlihat di sana, meskipun dia melihat Malfoy duduk di meja terlihat agak letih. Malfoy menatap balik padanya dan Hermione cepat-cepat mengalihkan pandangan ke arah lain. Dia sedang tidak mood untuk kontes tatap-menatap. Jadi dia agak senang saat Malfoy meninggalkan Aula Besar beberapa menit kemudian. Hermione menghabiskan sarapan dengan santai dan kemudian meninggalkan Aula Besar untuk ke perpustakaan.
Kastil masih sepi karena sebagian besar siswa masih tidur di ranjang masing-masing. Hermione tengah menyusuri koridor panjang saat mendadak pintu di sampingnya terbuka dan sepasang tangan menyambar dan menariknya ke dalam sebuah kelas. Hermione tersentak saat merasakan tangan yang kuat meraih lengan atasnya sebelum melemparkannya ke dinding. Dia mendesis kesakitan saat punggungnya menabrak dinding dengan keras. Lalu ia mendongak dengan mata membelalak dan menemukan sepasang mata abu-abu yang sedingin es.
Riddle mengencangkan cengkeramannya dan menekannya ke dinding batu. Hermione meronta dan mencoba untuk menjauh darinya. Tapi Riddle lebih kuat darinya dan tidak kesusahan untuk menahannya di tempat.
"Lepaskan aku!" jeritnya.
"Siapa kau sebenarnya?" Riddle mendesis dingin dan menuntut.
"A…Apa maksudmu?" Hermione menjawab dengan gemetar.
Riddle menekannya ke dinding lagi. "Kau tahu persis apa maksudku!" Matanya mengebor miliknya. Secercah sinar merah berkelebat di matanya. "Bagaimana kau tahu nama itu?" suaranya sekarang memerintah mematikan.
Hermione menelan ludah.
Apa lagi sekarang? Situasi ini benar-benar di luar kendalinya. Dia terlalu kuat dan Hermione tidak bisa meraih tongkatnya. Dia takut. Cengkeraman di tangannya sekarang begitu menyakitkan. Tapi dia tidak boleh memberitahu rahasianya. Riddle tak boleh tahu siapa dia. Dan dari mana asalnya.
"Jawab aku!" Riddle berteriak padanya.
Ketakutan membayang di wajah Hermione. Penampilan itu adalah penampilan seorang pembunuh. Matanya merah menyala. Mata itu mengebor miliknya dan penuh dengan kebencian. Tiba-tiba Hermione merasakan sesuatu menarik-narik pikirannya, merobek-robek pikirannya dan mencoba untuk masuk melihat isi pikirannya.
Ini Legilimency!
Riddle mencoba untuk mencari jawaban dari pikirannya jika Hermione tidak bersedia mengatakan dengan mulutnya! Jika Riddle sampai tahu siapa dia—tentang Ron, Harry, dan apa yang telah mereka lakukan—Riddle pasti akan menemukan cara untuk menghentikan mereka. Cara untuk menyelamatkan dirinya dan menghancurkan garis masa depan yang telah Hermione pertahankan selama ini, masa depan tentang teman-temannya yang meninggal. Hermione mengangkat perisai Occlumency-nya. Dia tahu perisainya cukup kuat untuk bisa dihancurkan oleh Riddle. Tapi apakah pemuda itu akan berhenti, setelah tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Hermione? Riddle pasti tidak akan pernah menyerah. Jika dia tidak bisa mendapatkan jawabannya sekarang, maka dia akan…
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultima Ratio ✔️
Fiksi PenggemarSTORY BY: WINTERBLUME Akhirnya hari Pertempuran Akhir melawan Lord Voldemort telah datang. Harry, Ron dan Hermione bertempur dengan gagah berani melawan musuk bebuyutan mereka. Tapi kemudian sesuatu menjadi salah. Dan Hermione menemukan dirinya terj...