"Kau tahu betapa aku menyukaimu, bukan?" Tom berbisik lembut di telinganya.
Hermione menghela napas saat merasakan lengan Tom membungkus tubuhnya. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Tom. Ada begitu banyak kasih sayang di mata Tom saat menatapnya. Perasaan hangat dari perutnya menyebar ke seluruh tubuhnya saat Tom tersenyum padanya. Lalu ia meletakkan tangannya di pinggang Tom saat ia bersandar padanya. Tom begitu baik dan begitu peduli. Hermione merasa dilindungi dan bahagia karena ia bisa merasakan pelukan Tom yang begitu lembut
Semuanya sempurna.
Sempurna.
Tidak ada yang bisa menyentuhnya di sini.
Tidak ada yang menyakitinya.
Hermione menutup matanya dan menyandarkan kepalanya di dada Tom. Dia bisa merasakan Tom menempatkan ciuman ringan di dahinya. Dia ingin tetap seperti ini selmanya. Bersama dengan Tom.
Setelah beberapa waktu Hermione dilanda kegelisahan yang tak bisa di jelaskan. Sesuatu yang mengganggunya. Apa itu? Senyum meninggalkan wajahnya dan membuka matanya. Saat ia masih bersandar ke Tom hal pertama yang ia harapkan adalah untuk melihat kain hijau pullover seragamnya. Tapi sekarang saat ia membuka matanya ia melihat jubah hitam, terbuat dari bahan yang tebal dan berat. Hermione mengerutkan alisnya bingung. Apa ini? Dia ingin mengambil langkah menjauh dari Tom tapi dia tidak bisa. Lengan Tom masih membungkus tubuhnya, dan sekarang tangannya itu telah mempererat menyakitkan. Dia menggeliat untuk melepas cengkramannya. Kenapa Tom tidak membiarkannya pergi?
"Tom?" tanyanya dengan suara bergetar
Hermione mengangkat kepalanya untuk melihat ke arahnya, tapi ia tidak bertemu dengan fitur tampan Tom. Dia melihat mata merah mengerikan dengan dua celah kecil sebagai hidung. Kulit itu sangat pucat dan tampak seperti mayat. Mulut tipisnya menyeringai menakutkan. Hermione menegang panik dan dia bisa merasakan dirinya mulai gemetar karena ketakutan menyerbu pikirannya. Yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah menatap ke arahnya.
"Tsk, tsk," suaranya mengejeknya. Itu suara dingin tanpa emosi yang bisa menunjukkan bahwa itu milik manusia. "Kau tahu aku benci nama itu."
Itu bukan sebuah permintaan. Pria itu akan membuatnya menyesal jika tidak mematuhunya. Pria itu berdiri tegak lagi dan Hermione bisa merasakan jantungnya berdetak menyakitkan saat pria itu mentapnya. Dia merasa tersedak, tapi ia masih menemukan dirinya untuk membuka mulut sempat terpikir olehnya untuk tidak tunduk pada perintah pria itu. Mata merahnya masih penuh dengan niat jahat menunggu jawaban Hermione.
Suaranya terdengar lembut saat ia membisikkan namanya, "Lord Voldemort."
Kepuasan muncul dalam mata merah dan senyum bengkok meringkuk di sudut mulutnya. Kemudian ia meraih Hermione dengan keras.
"Itu benar," desisnya pada Hermione. "Dan kau akan mengingatnya dengan baik Darah Lumpur." Tiba-tiba ia melemparkan Hermione ke lantai. Bahu Hermione berdenyut pedih saat menatap ke arah pria itu. Matanya melebar ketakutan saat ia melihat pria itu menarik tongkat pucatnya.
"Kau membuatku jijik," katanya, sambil matanya terus mengamati Hermione. "Ini adalah apa yang layak kau dapatkan" lanjutnya sebelumnya ia mengacungkan tongkatnya dan mendesis. "Crucio."
Hal terakhir yang dapat Hermione tangkap sebelum dunianya meledak oleh tawa yang dingin.
Hermione terbangun di tempat tidurnya. Napasnya terengah-engah seolah dia telah berlari satu mil dengan kecepatan penuh. Dirinya gemetar tak terkendali dan bermandikan keringat dingin. Tapi ia tahu jika ia memutuskan untuk menguburkan semua perasaannya untuk Tom, tidak berarti perasaannya akan neninggalkannya. Dia pernah mengalami hal seperti itu sebelumnya, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultima Ratio ✔️
FanfictionSTORY BY: WINTERBLUME Akhirnya hari Pertempuran Akhir melawan Lord Voldemort telah datang. Harry, Ron dan Hermione bertempur dengan gagah berani melawan musuk bebuyutan mereka. Tapi kemudian sesuatu menjadi salah. Dan Hermione menemukan dirinya terj...