Keesokan harinya, Hermione bangun agak kesiangan karena semalam tidak bisa tidur pulas. Dia mengobrak-abrik kopernya untuk mengambil rok dan blus. Setelah berbulan-bulan terdampar di Empat-puluhan, dia masih tidak terbiasa dengan pakaiannya. Ia lebih merindukan jins favoritnya.
Setidaknya aku tidak perlu meniru gaya rambut Empat-puluhan, pikir Hermione sambil menyisiri rambut, membuatnya lebih mengembang daripada sebelumnya. Pada akhirnya, ia menjinakkan rambut semaknya dengan gaya ekor kuda. Selesai berdandan, ia keluar kamar dan berjalan ke kamar Riddle. Ia bertanya-tanya bagaimana perasaannya saat ini. Kemarin kondisinya sangat buruk.
Hermione mengetuk pintu, lalu menunggu. Karena tidak ada jawaban, dia mengetuk lagi dan berseru, "Hei, Riddle! Kau sudah bangun? Bukakan pintunya!"
Beberapa saat kemudian, Hermione mendengar ada yang mendekati pintu dan membukanya. Tatapan Hermione langsung ke wajahnya. Riddle masih agak pucat dan memar di wajahnya terlihat mengerikan, tapi ia kelihatannya lebih sehat dibandingkan kemarin. Hermione tersenyum padanya.
"Bagaimana perasaanmu hari ini?"
Riddle menatapnya tanpa ekspresi dan menjawab, "Baik."
"Baguslah kalau begitu." Kata Hermione riang. "Sudah mau sarapan? Apa kau mau ikut aku ke bawah untuk mendapatkan makanan?"
"Ya," jawab Riddle pelan.
"Oke! Ayo ikut aku. Aku akan menunjukkanmu jalan." Hermione mengedipkan mata padanya sebelum berjalan turun ke bar.
Riddle mengikutinya dan Hermione lega karena sekarang ia bisa berjalan tanpa ditopang, walaupun masih belum bisa berjalan lebih cepat. Saat sudah di bawah, Hermione menuju salah satu meja kosong dan duduk. Riddle juga duduk di hadapannya, pandangannya berkeliaran di sekitar bar. Hermione melihatnya memakai pakaian yang dibelikannya kemarin, celana hitam dan kaos tebal hijau gelap. Ketika di toko pakaian kemarin, Hermione tergoda untuk membelikannya baju berwarna merah-Gryffinfor tapi setelah dipikir-pikir, warna hijau lebih cocok untuk Riddle.
"Pagi, kalian ingin pesan apa?" Hermione dibawa keluar dari lamunan ketika mendengar suara Luisa.
Pelayan Leaky Cauldron tengah berdiri di depan meja mereka dengan catatan di tangannya.
"Pagi, bisakah kau membawakan kami sarapan? Dan jangan lupa kopi juga," jawab Hermione.
"Tentu saja." Luisa menulis pesanan mereka di catatannya sebelum akhirnya menatap Riddle. "Kau pastilah teman Hermione?"
Dia mengerutkan kening saat melihat memar di wajah Riddle. "Kenapa dengan wajahmu, Sayang?" Luisa bertanya pada Riddle.
Hermione bisa melihat wajah Riddle berkerut dan merengut pada Luisa. Hermione harus menahan diri untuk tidak memutar matanya. Ketika Riddle tidak sedang bermain peran menjadi murid menawan, dia menjadi sangat tidak menyenangkan. Tapi bukankah Hermione tidak perlu heran?
"Yah, dia bersikeras tidak mau menemaniku di sini, jadi aku harus membujuknya dengan segala cara," kata Hermione pada Luisa dengan mimik serius. Tapi kemudian seringai pecah di wajahnya dan langsung tertawa.
Luisa tersenyum geli dan menggeleng padanya. "Oke, oke. Aku akan membuatkan sarapan kalian."
Ketika Luisa telah pergi, Riddle menatap Hermione dengan mata tajam abu-abu. Matanya menunjukkan dia tengah berpikir keras meskipun wajahnya tanpa ekspresi. Riddle tidak mengatakan apa-apa tapi terus memandang Hermione intens.
Setelah beberapa lama, Hermione sudah tidak sabar, jadi dia bertanya bertanya dengan kesal, "Apa yang salah? Kau lihat apa?"
Pada awalnya Riddle tidak menjawab dan hanya mengerutkan kening. Tapi kemudian ia berkata pelan, "Teman?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultima Ratio ✔️
Fiksi PenggemarSTORY BY: WINTERBLUME Akhirnya hari Pertempuran Akhir melawan Lord Voldemort telah datang. Harry, Ron dan Hermione bertempur dengan gagah berani melawan musuk bebuyutan mereka. Tapi kemudian sesuatu menjadi salah. Dan Hermione menemukan dirinya terj...