08.2. Pieces of Memory

221 20 2
                                    

... sebelumnya ...
Lluvia pun mengangguk, memutuskan untuk mencoba memercayakan cerita yang akan keluar dari mulutnya, cerita yang berasal dari hatinya, kepada omnya yang satu ini.

Lluvia pun mengangguk, memutuskan untuk mencoba memercayakan cerita yang akan keluar dari mulutnya, cerita yang berasal dari hatinya, kepada omnya yang satu ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"YAH ... sebenernya masalahnya juga nggak penting-penting banget, sih ... cuma semuanya terjadi pada waktu yang bersamaan, jadi aja rudet sendiri," kata Lluvia berusaha tidak peduli saat memulai ceritanya. Ia pun duduk bersila di lantai dengan santai. Daniel mengangkat sebelah alisnya saat melihat tingkah laku Lluvia itu dan akhirnya memutuskan untuk ikut duduk bersila di lantai, di depan gadis itu.

"Masalah Ferdy?" tebak Daniel pelan. Lluvia mengangguk sambil memonyongkan bibirnya dengan kesal.

"Masalah Ferdy yang kemudian merembet ke masalah Cakra dan juga seorang cewek rese bernama Rantika. Jadi serasa beli satu gratis dua!" adu Lluvia yang sanggup membuat Daniel tertawa kecil.

"Coba ceritain ke Om," bujuk Daniel beberapa saat kemudian. Lluvia menghela napas dengan keras sebelum menjawab permintaan omnya itu.

"Yah ... untuk mempersingkat pendahuluannya, aku akan memberikan fakta-fakta yang ada, walaupun mungkin udah ada yang Om tau. Pertama, aku dan Cakra udah putus sejak dua tahun yang lalu," mulai Lluvia sambil mengacungkan jari telunjuk kanannya.

"Kedua, Ferdy ternyata udah punya pacar yang bernama Rantika." Jari tengah Lluvia ikut teracung, bergabung dengan jari telunjuknya.

"Dan ketiga, aku sama Ferdy—ehm—aku sama Ferdy udah nggak ada apa-apa lagi," papar Lluvia dengan suara serak saat menyebutkan fakta ketiga, bersamaan dengan jari manisnya yang teracung untuk bergabung dengan kedua jari yang telah teracung sebelumnya.

"Oke," ucap Daniel sambil mengangguk tanda ia mengerti akan fakta-fakta yang disodorkan oleh Lluvia. Gadis itu pun menurunkan tangan kanannya dan mengembuskan napas panjang.

"Beberapa minggu yang lalu, dua hari setelah aku udahan sama Ferdy—lebih tepatnya setelah aku dicampakkan oleh Ferdy—Cakra tumben-tumbenan telepon aku lagi. Tiba-tiba dengan kasarnya dia nanya ke aku apa keputusan di antara kita berdua—"

"Keputusan? Keputusan apa?" potong Daniel bingung. "Bukannya kalian itu udah lama nggak ada hubungan apa-apa?" lanjutnya lagi. Lluvia mengangguk sambil menjentikkan jarinya.

"Aku juga bingung, Om. Aku juga nggak ngerti kenapa dia tiba-tiba nanya kayak gitu. Padahal dulu, waktu aku ngajak balikan, dia yang nggak mau, dia yang bilang kalo kita nggak mungkin pacaran lagi, tapi sekarang dia malah minta keputusan dari aku. Aneh, kan?"

"Terus kamu jawab apa?"

"Aku udah capek dikasarin dan dibentak-bentak sama dia, Om ... jadinya aku bilang kalo aku udah nggak sayang sama dia, aku bilang kalo hati aku udah aku titipin ke orang lain ... walaupun pada kenyataannya aku hanya bertepuk sebelah tangan," tambah Lluvia pelan.

Cerita Lluvia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang