04.2. Something Forgotten

270 24 14
                                    

... sebelumnya ...
Benarkah ada yang ingin dilupakan oleh cewek itu? Hal macam apa yang tidak berjalan sesuai dengan keinginannya? Kejadian apa yang udah membuat dia trauma? pikir Aloysius saat mereka berdua dalam perjalanan kembali ke tempat mereka bekerja.

Benarkah ada yang ingin dilupakan oleh cewek itu? Hal macam apa yang tidak berjalan sesuai dengan keinginannya? Kejadian apa yang udah membuat dia trauma? pikir Aloysius saat mereka berdua dalam perjalanan kembali ke tempat mereka bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEMENTARA itu, Lluvia yang ditinggalkan sendiri di rumah kontrakan itu, dengan ingatan yang hampir sama kosongnya dengan buku tulis yang baru dibeli, berusaha memutar otak untuk memutuskan apa yang akan ia lakukan hari itu.

Lo kan pertama kali muncul di sini, mungkin lo punya ikatan sama rumah ini atau apapun yang ada di rumah ini, jadi sebaiknya lo tetap tinggal di sini.

Entah kenapa, sepenggal kalimat yang dilontarkan oleh Aloysius pada saat mereka bercakap-cakap semalam kembali terngiang di benak Lluvia. Ia pun menjentikkan jarinya dengan semangat.

"Aha! Gimana kalo aku mencoba mencari clue tentang ikatan yang aku punya sama rumah ini atau apapun yang ada di rumah ini? Kemarin kan aku cuma liat-liat sepintas aja!" seru Lluvia semangat.

"Kita mulai dari ruangan ini. Tempat ini kan tempat pertama kali aku membuka mata," ujar Lluvia lagi sambil melihat berkeliling ruang tamu itu.

"Pencarian dimulai!" Lluvia berseru sambil mengangkat kepalan tangan kanannya ke atas.

Gadis itu pun mulai meneliti satu demi satu barang-barang yang terdapat di ruang tamu rumah itu. Nihil.

Gadis itu beralih ke dapur. Melakukan pengamatan yang sama seperti yang ia lakukan di ruang tamu dan ....

Nggak ada yang aku inget, tapi aku tau kalo aku nggak suka dan nggak bisa masak, ucap Lluvia geli dalam hati.

Pencarian di dapur ... nihil.

Lluvia melayang ke arah kamar mandi. Kembali melirik kiri kanan dengan wajah berpikir yang tidak lama kemudian berganti menjadi wajah jail.

Aku rasa aku juga bukan cewek yang hobi mengurung diri lama-lama di kamar mandi untuk mandi dan memanjakan diri dengan luluran, creambath, atau apapun lah nama treatment yang sering dilakukan para cewek di kamar mandi. Hehehe ... tampak agak jorok nih aku!

Berarti pencarian di kamar mandi ... nihil.

Kamar Aloysius Gonzaga Vence menjadi target operasi Lluvia berikutnya. Kali ini ia meneliti agak lebih lama karena barang-barang yang ada di kamar Aloysius itu lebih banyak daripada barang-barang yang ada di ketiga ruang yang telah Lluvia teliti sebelumnya.

"Hmph ... niets! Yang ada hanyalah clue kalo Algo itu orangnya rapi banget!" Lluvia pun beranjak keluar dari kamar itu.

Kamar Aloysius ... nihil.

Lluvia berhenti sejenak di depan pintu kamar Ireneus Ferdy. Ruang terakhir di rumah itu yang belum ia selidiki.

Duh ... kok jadi gugup gini, ya? pikir Lluvia bingung sambil menarik napas panjang sebelum akhirnya ia memasuki kamar Ferdy. Atmosfer aneh yang tidak dapat Lluvia ungkapkan dengan kata-kata menyergap gadis itu saat ia memasuki kamar Ferdy.

"Ada apa, ini?" tanyanya bingung. "Aah ... sudahlah ... sebaiknya kuteliti saja kamar ini."

Lluvia pun melakukan penelitian yang sama seperti yang telah ia lakukan di ruangan-ruangan sebelumnya. Saat Lluvia akan keluar dari kamar Ferdy, tatapannya tertumbuk pada sebuah bingkai foto kecil yang tertelungkup di nakas samping tempat tidur Ferdy. Lluvia pun mendekati nakas dan membetulkan letak bingkai itu. Ia mengangkat sebelah alisnya ketika melihat foto yang ada di dalam bingkai itu.

Bah! Dasar cowok ceroboh! Masa nggak sadar kalo foto berharga kayak gini letaknya nggak bener?! pikir Lluvia saat ia melihat bahwa foto itu adalah foto Ferdy yang sedang berpose mesra dengan seorang gadis. Tiba-tiba Lluvia mengernyitkan dahinya.

Kok perasaan aku jadi nggak enak ya waktu liat foto ini? pikir Lluvia bingung sambil memiringkan kepalanya beberapa derajat ke kanan sambil memandangi foto itu. Setelah beberapa saat terdiam dengan posisi seperti itu, Lluvia pun menghela napas dengan keras dan berbalik untuk keluar dari kamar itu.

"Kamar Ferdy ... nihil!" gerutunya kesal sambil duduk bersila di sofa ruang tamu. Lluvia pun bertopang dagu. "Pfh ... jadi low mood!" sungutnya sambil memonyongkan bibirnya.

• ❖ •

FERDY menatap rumah kontrakan yang ditempati olehnya dan Aloysius dengan heran. Aloysius yang awalnya berjalan di sebelah Ferdy menatap sahabatnya yang kini berhenti beberapa langkah di belakangnya dengan heran.

"Lo kenapa, Fer?" tanya Aloysius yang hanya dijawab dengan gelengan pelan oleh Ferdy.

"Perasaan gue kok nggak enak, ya Loy?"

"Maksud lo?"

"Rumah kita ... kayaknya ada yang salah sama rumah kita." Aloysius melihat rumah kontrakan mereka. Ia tidak menemukan apa yang salah dengan rumah itu walaupun ia memang merasakan aura yang ada di sana sedikit suram, tidak seperti biasanya.

Lulu, kah? Tapi kalo emang bener dia, kenapa Ferdy bisa ngerasa, ya? Apa sebenernya Ferdy punya indera keenam tapi berhubung dia penakut, jadi indera itu menumpul? pikir Aloysius.

"Kayaknya nggak ada apa-apa deh, Fer. Perasaan lo aja, kali! Mungkin gara-gara kita tadi sempet ngomongin topik hantu amnesia, jadi pikiran lo kebawa," elak Aloysius tenang.

"Mungkin juga, ya?" putus Ferdy sebelum akhirnya mengikuti Aloysius yang telah berjalan mendahuluinya menuju rumah.

"Ah!!! Selamat datang!! Senang rasanya melihat kalian pulang!" sambut Lluvia ceria saat ia melihat Aloysius dan Ferdy memasuki rumah. Mendadak aura suram yang dirasakan oleh kedua laki-laki itu menghilang dan digantikan dengan aura yang sangat nyaman. Aloysius mengangkat sebelah alisnya melihat keceriaan Lluvia itu. Ferdy melihat berkeliling dan mengernyitkan dahinya.

"Bener-bener cuma perasaan gue aja, nih rumah ternyata biasa-biasa aja," ujar Ferdy kepada Aloysius.

"Bener, kan? Lo penakut banget sih, baru ngomongin dunia gaib segitu aja pikiran lo udah kebawa," kata Aloysius tenang.

"Ya maaf ... nobody's perfect, kan? Makanya practice make perfect!" sahut Ferdy membela diri. Aloysius hanya menyeringai mendengar pembelaan sahabatnya itu.

"Kenapa sih? Kenapa?" tanya Lluvia penasaran mendengar pembicaraan kedua laki-laki itu.

Nanti gue ceritain, deh! Sekarang gue pengen mandi, makan dan nyantai dulu bentar, oke? jawab Aloysius dalam hati yang hanya dijawab dengan anggukan kepala dari Lluvia.

"Gue mandi duluan ya, Fer? Udah pengen makan, nih! Laper banget!"

"Oh ... oke. Ngomong-ngomong, apa menu makan malam kita hari ini?" tanya Ferdy geli.

"Mie goreng instant porsi jumbo lengkap dengan telur mata sapi!" jawab Aloysius sambil menyeringai yang langsung disambut ledakan tawa dari Ferdy dan Lluvia.

"Mie goreng instant porsi jumbo lengkap dengan telur mata sapi!" jawab Aloysius sambil menyeringai yang langsung disambut ledakan tawa dari Ferdy dan Lluvia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N :
Vote yuk, kritik dan saran yuk.. 😉

Cerita Lluvia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang