... sebelumnya ...
"Berjanjilah kamu akan berhati-hati dalam mengendarai motor," kata Bu Maria pada akhirnya sebelum memberi tahu Aloysius di mana Lluvia dirawat.SEMENTARA itu di kamar rawatnya di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung, Lluvia telah selesai bercerita kepada Yolanda yang kini mengangguk-anggukan kepalanya.
"Jadi ... bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Yolanda. Lluvia mengangkat bahunya.
"Masih kangen sama Ferdy. Pengen ketemu lagi, tapi dengan wujud kasar, bukan dengan wujud halus seperti sekarang ini," jawab Lluvia sambil tersenyum kecil. Yolanda pun tersenyum. "Bagaimana aku bisa kembali ke tubuhku, Tante?" tanyanya. Yolanda menggeleng kecil.
"Tante juga nggak tau, hanya Tuhan yang bisa menentukannya."
"Jadi sekarang aku gimana, dong?" tanya Lluvia bingung.
"Tetaplah di sini, berjaga-jaga jika sewaktu-waktu kamu diminta kembali ke tubuhmu." Lluvia memonyongkan bibirnya.
"Tau gitu mending di Subang, bisa liat Ferdy terus tiap hari," responnya setengah bercanda setengah merajuk. Yolanda pun tertawa pelan.
"Om Yasha apa kabar?" tanya Lluvia tiba-tiba. Entah kenapa dia sangat ingin menanyakan keadaan Oomnya itu. Yolanda terdiam sebentar sebelum menjawab pertanyaan Lluvia itu.
"Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan Yasha?" tanya Yolanda pelan. Lluvia mengangkat bahunya ringan.
"Nggak tau. Tiba-tiba pengen nanya aja." Yolanda terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab,
"Yasha masih merasa bersalah atas kejadian yang menimpamu ini." Lluvia mengernyitkan dahinya dengan bingung.
"Merasa bersalah? Kenapa?"
"Karena dia tidak berusaha mencegahmu untuk memanjat pada hari itu, padahal dia tau bahwa cuaca panas hari itu tidak akan mendukung kesehatanmu. Dia juga merasa bersalah kenapa kamu bisa mengalami kecelakaan itu di depan matanya," jelas Yolanda. Lluvia menatap Yolanda dengan sedih.
"Padahal itu semua kan bukan salahnya," kata Lluvia pelan.
Yolanda mengangguk. "Kami sudah mengatakan itu padanya, tapi kamu tau Yasha kayak apa, kan? Dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Bahkan Chanti pun tidak bisa mengubah pemikirannya itu." Yolanda menggelengkan kepalanya. "Kami semua mencemaskannya ...," tambahnya pelan.
"Aku pengen ketemu Om Yasha ...," ujar Lluvia lirih. Yolanda melihat arlojinya.
"Dia lagi latihan koor di gereja."
"Kalau begitu aku akan ke sana sekarang," putus Lluvia sambil beranjak menuju pintu. Tapi kemudian ia berhenti dan melihat ke arah Yolanda. "Tapi ... gimana caranya aku ke sana?" tanya Lluvia bingung. Yolanda tersenyum kecil.
"Bagaimana cara kamu ke sini barusan?" tanyanya.
"Aku memohon dalam hatiku supaya aku bisa ke sini—Ah! Aku tinggal memohon supaya aku bisa ke tempat Om Yasha, ya?" seru Lluvia girang yang dijawab dengan anggukan dari Yolanda. "Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu, Tante!"
Dan dua detik kemudian Lluvia sudah menghilang dari ruangan itu.
• ❖ •
LLUVIA mendarat dengan mulus di halaman depan Gereja Santo Ignatius Cimahi itu.
"Hehehe ... kayak di film Ginny Oh Ginny aja, nih," ujar Lluvia geli saat ia berjalan ke dalam gereja itu.
"Mon, si Yasha mana, sih?! Mau latihan nggak, nih? Lama amat mulainya!" keluh seorang laki-laki yang Lluvia tahu bernama Rene kepada temannya yang Lluvia tahu bernama Raymond—dan sering ia panggil Monce. Lluvia pun berhenti sejenak untuk mendengarkan percakapan kedua teman Yasha itu, berharap ia mendapatkan informasi tentang keberadaan Yasha di lingkungan gereja yang cukup besar itu.
"Ada di ruang seksi Liturgi sama Chanti," jawab Raymond tenang.
"Beuh ... malah pacaran, lagi!" komentar Rene sambil memonyongkan bibirnya.
"Ya nggak apa-apa lah ... toh anak-anak juga belum pada dateng semua, baru pemburu tua semua yang dateng, yang brondong-brondong belum pada dateng," tukas Raymond sambil menyeringai jail, yang langsung diikuti tawa dari Rene yang nadanya sama jailnya dengan seringai milik Raymond.
"Eh, kenapa sih sekarang si Yasha jadi sering nongkrong di sini? Gue tau dia memang lagi sibuk banget mempersiapkan peringatan seratus tahun nama gereja ini, tapi kayaknya nggak harus sering-sering nongkrong di gereja juga bisa, kan?" tanya Rene heran.
"Lo nggak tau? Lluvia kan sekarang lagi koma. Mungkin dia mau mendekatkan diri ke Tuhan biar keponakan kesayangannya itu cepet sadar?"
"Lluvia koma?! Kenapa?"
"Penyebabnya masih nggak jelas, semua fungsi tubuhnya normal, tapi nggak tau kenapa bisa jadi koma."
"Pasti ada pemicunya, kan? Kayaknya nggak mungkin tiba-tiba orang lagi enak-enaknya beraktivitas trus ... bruk ... langsung koma." Raymond tampak berpikir.
"Kalo nggak salah sih Yasha pernah cerita kalo Lluvia koma setelah wall climbing. Katanya Lluvia nekat manjat di udara yang panasnya amit-amit gitu, padahal lo tau sendiri kan kalo Lluvia punya anemia? Nah ... setelah selesai manjat itu dia pingsan dan terus koma sampai sekarang. Makanya Yasha kayaknya jadi ngerasa bersalah, karena ngebiarin Lluvia manjat padahal dia tau kalo itu berbahaya buat Lluvia." Rene pun menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia mengerti.
"Moga-moga Lluvia cepet sadar, ya ...," katanya pelan yang dijawab dengan anggukan dari Raymond.
"Makasih ya, guys!" ujar Lluvia pelan sebelum beranjak menuju ruang seksi Liturgi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Lluvia [✓]
General FictionSemua orang pasti pernah merasakan kelelahan dalam hidupnya. Pernah merasa ingin melarikan diri dari semuanya. Bagaimana kalau hal itu didengar dan dikabulkan oleh Tuhan? IA membawamu keluar dari kelelahanmu, membuatmu melupakan semuanya. Itulah yan...