Chapter 22#Light Moon

449 34 1
                                    



Gadis itu menyusuri jalan setapak dengan pelan. Jubah bertudung miliknya berkibar dengan pelan terhembus oleh dinginya angin malam. Bulan terlihat lebih besar dari biasanya, memancarkan cahaya terang yang menenangkan. Kunang-kunang berhanburan menerangi jalan setapak dengan lampu-lampu kecil mereka.

Gadis itu tetap berjalan dengan tenang menyusuri jalan setapak. Angin semakin kencang. Namun, seolah tidak peduli, gadis itu tetap berjalan menyusuri jalan setapak itu. Tangan kananya digunakan untuk memegang tudungnya agar tidak terjatuh.

Hingga tiba saatnya dimana jalan setapak itu berhenti, gadis itu berhenti. Jalan setapak yang mengantarkanya pada sebuah padang bunga luas yang dipenuhi oleh bunga-bunga indah yang dikelilingi oleh kunang-kunang.

Gadis itu berjalan membelah padang bunga itu dan berdiri di tengah-tengah padang bunga. Angin berhembus kencang menerbangkan tudung jubannya yang sedari tadi dia gunakan untuk menutupi kepalanya.

Rambut perak dengan semburat birunya melambai dengan lembut dan berkilauan di bawah cahaya bulan purnama. Gadis itu memejamkan matanya, menyembunyikan bola mata biru yang selalu menatap orang lain dengan dingin.

Bagaikan seorang Malaikat yang sedang menikmati indahnya alam. Gadis itu berputar pelan dan terlihat sangat anggun lalu membuka matanya kembali.

"Sudah kuduga kau ada di sini"

Gadis itu sedikit berjengit kaget sebelum kambali mengunakan tudungnya dengan sedikit terburu-buru. Gadis membalikan tubunya dan menemukan seorang laki-laki berambut coklat terang dengan bola mata sekelam malam.

Laki-laki itu mendekat kearahnya. Gadis itu tetap berada pada tempatnya dan menatap laki-laki itu dengan dingin.

"Apa mau mu?"

Laki-laki itu mendengus geli lalu dikeluarkanya sebuah kertas berwarna merah yang selalu dia bawa dari tadi.

"Apa maksudnya ini?" Tanya balik Stevan sambil menunjuk kearah baris kalimat paling akhir dalam surat tersebut. Dari balik tudungnya Luanth menaikan sebelah alisnya tidak mengerti, sebelum kemudian tersenyum ganjil yang amat misterius.

"Kenapa bertanya kepada ku?" Luanth bertanya balik dengan nada datar. Stevant menyipitkan matanya ketika melihat senyum ganjil terpatri di wajah gadis di depanya. Rasanya, dia seperti pernah melihatnya, tapi dimana?

"Bukankah kau yang memberikan surat ini kepdaku? Jadi kau pasti tau sesuatu!"

Angin berhembus kencang, dengan sigap tangan kanan Luanth memegangi tudungnya agar tidak terbuka. Stevan mengerutkan keningnya tidak mengerti. Kenapa Luanth selalu memakai tudung yang hampir menutupi seluruh wajahnya?

Setau Stevan, wajah Luanth tidaklah buruk rupa, wajahnya juga tidak memiliki bekas luka. Kalau menurut Stevan, wajah Luanth sangatlah cantik, bahkan melebihi rata-rata pada umumnya. Jadi, apa yang harus disembunyikan?

"Kenapa kau tidak membuka tudung mu?"

"Karena disini sangat dingin"

Bohong.

Stevan tau kalau gadis di depanya ini sedang berbohong. Mana ada orang yang kedinginan tapi memakai celana hitam selutut dengan baju tanpa lengan? Dan, sudah tau disini dingin, kenapa masih saja nekat datang ke sini? Stevan gagal paham.

"Jadi..."

Luanth membuka suaranya.

"...Kenapa kau datang ke sini lagi?"

Blue roseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang