28#The New Leader

338 27 8
                                    

Stevan POV.

Aku memandang dirinya yang sedang memejamkan matanya. Angin malam ini sedikit lebih kencang dari biasanya. Membuat beberapa kelopak bunga berterbangan.

Aku masih heran. Kenapa dia mau menceritakan ini kepada ku? Kenapa dia menceritakan hal sepenting itu kepada orang yang belum lama ini dikenal nya?

Jika itu aku, mungkin akan berfikir dua kali untuk menceritakan semua itu. Kenangan seperti itu sangat pahit untuk diceritakan.

Aku tetap diam dan terus memandangnya. Dia menoleh kearah ku dengan wajah dingin seperti biasa. Matanya memandang diriku dengan tatapan es. Bibirnya membentuk garis lurus. Seolah-olah semua yang telah dia ceritakan adalah hal yang biasa.

"Kau pasti berfikir, kenapa aku menceritakan kisah ini kepada mu?" Aku terkejut mendengarnya. Namun aku tetap diam dan mendengarkan.

"Jangan memandang kasihan kepada ku, aku bukan orang yang pantas untuk dikasihani"

Gadis itu bangkit dari duduk nya. Tangannya bergerak menyelipkan anak rambutnya ketelinga dengan anggun sambil memandang langit malam.

"Aku tidak melakukannya" ucap ku jujur. Aku sudah tahu dia tidak suka dikasihani. Lagipula, tidak sopan memandang kasihan orang yang sudah berusaha keras untuk kehidupannya.

"Aku menceritakan ini kepadamu, karena itu adalah kau"

Luanth sedikit melirik ku dan mata kami bertemu pandang. Warna matanya yang berwarna biru, terlihat beku di bawah sinar rembulan.
 
Jika ada yang bertanya kepadaku siap yang paling cantik di dunia ini, maka aku tidak akan segan-segan mengatakan bahwa Luanth lah orangnya. Sejauh ini aku tidak pernah bertemu dengan gadis secantik dan sekuat dia.

Dia terlalu sempurna.

Terlalu sempurna hingga semua orang sulit menggapainya.

"Kenapa aku?"

Dia tersenyum sangat tipis yang bahkan aku hampir tidak bisa melihatnya.

"Kenapa tidak coba mengingatnya?" Ujarnya sambil berlalu meninggalkan ku di Padang bunga ini.

Mengingat? Apa yang harus ku ingat?

Stevan POV End.

Luanth berjalan berlalu dari Padang bunga. Siapa bilang dia tidak sakit, dia sangat sakit. Dia selalu merasa sakit ketika mengingat kembali kejadian itu.

Dia menghela nafas pelan sambil mengayunkan tangannya. Memanggil angin untuk membawanya pergi dari tempat itu.

Tubuhnya perlahan menghilang menjadi debu bersamaan dengan hembusan angin yang datang menerpanya.

Tidak jauh dari tempatnya menghilang, Luanth kembali muncul. Dia berjalan dengan pelan. Menyusuri jalan setapak yang membelah tanah pemakaman.

Benar, dia berada di pemakaman.

Tanpa dia sadari cahaya bulan yang tadinya remang-remang berubah menjadi lebih kuat. Pagi akan tiba, dan bulan sebentar lagi akan menjadi matahari.

Luanth berhenti di depan sebuah nisan yang terlihat masih baru. Bunga mawar berhamburan di atas makam nya dengan foto seorang gadis yang memakai gaun biru yang duduk di atas kursi dengan anggun.

"Mereka membuatkan makam untuk mu? Lucu sekali" ujarnya sambil tertawa getir. Luanth duduk di depan makam sambil mengelus batu nisannya.

"Dasar, kau itu menyusahkan ku saja, aku tahu hidup kita sama-sama sulit"

Luanth bangkit dari duduknya dan melangkah pergi dari sana.

"Karena kita sama"

–––––––––––––––––––––––––––––

Blue roseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang