10#weekend

662 54 1
                                    

Hari minggu di magic school digunakan untuk bersantai bagi para muridnya. Seperti austin dan riana, sudah dari pagi mereka seperti hilang di telan bumi kini yang tersisa hanya lah siva, lusi, dan devan.

"Jalan jalan yuk" ajak devan kepada lusi dan siva. "Ayo, kak ikut gak?" Tanya lusi kepada siva yang sedari tadi hanya membolak balikan buku dengan tulisan segede semut.

"Gak, pergi aja berdua, kalo aku ikut yang ada di jadiin obat nyamuk" ujar siva sedikit menyindir keduanya.

"Makanya cari kekasih dong, jomblo mulu sih" ejek devan kepada lusi. "Eh enak aja kalo ngomong" balas siva tak terima. "Bilang aja gak laku" cibir devan kembali memanasi siva.

"Udah udah ayo pergi" lerai lusi sambil menyeret devan sebelum terjadi perang dunia lagi. "Pergi dulu ya kak!" Pamit lusi sebelum menghilang di balik pintu.

"Hah enaknya ngapain ya" bukan siva ketika lusi dan devan sudah pergi. "Ke hutan aja ah" guman siva sambil beranjak pergi tak lupa membawa salah satu koleksi pedangnya.
.
.
.
Siva berjalan menuju ke dalam hutan di belakang asrama. Hutan itu cukup berkabut karena udara yang sejuk. Sesaat kemudian siva telah berada di jantung hutan.

Di sana terdapat ayunan kecil yang sudah di rambati oleh sulur tanaman liar. Sejenak ia pandangi ayunan itu sebelum akhirnya dia duduki.

"Aku baru tau jika di sini ada sebuah ayunan" gunanya sambil memandang ke atas. Belum sempat dia menikmati keindahan yang tersaji. Tiba tiba sebuah pedang meluncul cepat ke arah lehernya.

Dengan cepat dirinya mengambil batu putih yang dibawa nya, kemudian di ubah menjadi pedang putih dengan ukiran bulan purnama.

Di ya hanya pedang hitam dengan ukiran bulan sabit yang akan menebas kepalanya. Tanpa menunggu kesempatan, siva segera menendang perut si pria, namun dengan cepat si pria menghindar ke belakang dengan cara salto.

Sejenak mereka berpandangan. Menurut siva lelaki itu cukup tampan. Lelaki itu memiliki rambut pirang yang berkilau. Dia memakai jubah putih milik senior magic school.

'Tunggu, jubah putih itu kan' batin siva. Belum sempat siva bertanya apa tang dia pikirkan. Lelaki itu Sudah menyerang dengan berlari dan menyabetka pedangnya miring. Tidak ingin terkena serangan, siva segera menahan pedang itu dengan pedangnya.

Sekarang mereka sedang berhadap hadapan. Tidak ada yang mau mengalah satu sama lain. 'Pe-pedang itu, gawat!!' Batin Siva yang mulai menyadari pedang apa itu.

"Menyerah lah" ujar lelaki itu tiba tiba. "Menyerah? Tidak akan" balas siva sinis. Perlahn kedua pedang itu mulai berpendar dan membentuk cahaya kecil yang melingkari kedua tangan mereka.

Ketika cahaya mulai menghilang. Tangan mereka sudah terikat satu sama lain dan tak bisa di lepas karena telah terkait oleh besi berwarna abu abu.

"A-apa yang terjadi?" Tanya si lelaki. "Sudah ku duga" ujar siva sambil mendesah. "Pedang kembar jika di satuka akan membuat penggunanya terkait satu sama lain" jelas siva sambil mendelik kesal ke arah lelaki itu.

"Dak kau!! Kenapa menyerang ku hah!!!" Bentak Siva sambil menunjuk nunjuk wajah pria tadi. "Karena kau musuh" jawab pria itu enteng.

"Apakah wajah ku terlalu mencurigakan bagi mu, hah!!!" Bentak siva dengan amarah yang masih di puncak. "Tidak, kau cantik" kata pria itu datar. Sontak siva yang mendengar itu menjadi malu. Seumur hidupnya dia tidak pernah dipuji, bahkan devan pun tidak pernah memujinya.

"sebaiknya kita berkenalan" ujar pria itu sambil duduk yang otomatis diikuti oleh siva juga. "Namaku, stevan luxius cariear" ujar stevan sambil tersenyum kecil. "Aku, lusiva antha derenda" balas siva agak ketus.

"Ah, kau putri dari kerajaan ctystal ya, emm biar ku tebak kau pasti siva" ujar stevan sambil mengamati siva. "Dari mana kau tau?" Tanya siva mulai penasaran.

"Tentu saja diantara semua keluarga kerajaan kau kan yang paling tidak sayang rumah" ejek stevan. "Enak saja, itu karena tugasku banyak tau" bantah siva tak terima.

"Dan kau sangat ceroboh, bisa bisanya kau menyerang seorang putri" balas siva dengan senyum mengejek. Membuat dahi stevan berkedut. "Enak saja ku pikir kau itu musuh karena kau berada di tengah hutan" balas stevan lagi.

"Hah, sudahlah dari pada kita bertengkar begini, lebih baik kita cari cara untuk melepaskan ini" ujar siva sambil mengangkat tangan yang di borgol.

"Atau kita akan seperti ini selamanya" tambah siva. "Selama nya? Dengan mu? Hah mimpi apa aku semalam" gerutu stevan sambil bergidig ngeri.

"Makanya ayo kita cari teratai biru" ujar siva sambil berdiri. "Iya iya" balas stevan juga ikut berdiri. "Sekarang kemana kita akan mencarinya?" Tanya stevan bingung.

"Di sebelah selatan hutan ini" ujar siva. Lalu mereka pun berjalan menuju hutan selatan untuk menemukan teratai biru yang di madsud.

Selama perjalanan mereka terus saja adu mulut. Tidak ada yang mau mengalah.

"Di mana teratainya?" Tanya stevan ketika sudah sampai di sungai yang dangkal namun luas. "Di tengah sungai itu, kau lihat" jawab siva sambil menunjuk sebuah teratai yang mekar di tengah sungai.

"Baiklah ayo ke sana" ujar stevan. Lalu mereka meloncati batu batu yang ada di sana agar mereka tidak basah. Namun karena tidak hati hati stevan pun tergelincir dan jatuh.

Otomatis siva yang di borgol bersama stevan pun ikut terjatuh di sungai yang dangkal itu.

"Aw" ringis stevan ketika di rasanya kepalanya membentur sebuah batu dan tubuhnya di tindih dari atas.

Ketika stevan membuka mata, dirinya melihat siva juga berusaha membuka mata. Ketika matanya terbuka mata mereka saling berpandangan selama beberapa menit sebelum akhirnya siva bangkit daru tubuhnya.

"Ugh, kau ceroboh sekali" ujar siva sambil memegangi kepalanya. "Salahkan batu itu yang sangat licin" balas stevan dengan ketus.

"Hah, karena sudah basah kuyup begini, lebih baik lewat jalur air saja" ujar siva mulai berdiri diikuti oleh stevan.

Setelah mendapatkan kelopak teratai biru mereka segera menaruhnya di atas borgol mereka. Dan setelah itu cahaya abu abu berpendar di antara tangan mereka. Perlahan cahaya itu mulai membelah menjadi putih dan hitam dan membentuk 2 buah pedang.

"Sebaiknya kita jauhkan pedang kita" saran stevan sambil menyembunyikan pedangnya. "Benar sekali, ayo kembali ke asrama" ajak siva sambil berjalan pergi.
.
.
.
"Ku harap kita tak bertemu lagi" ujar stevan ketus. Siva mendelik ke arahnya. "Kau pikir aku mau bertemu dengan mu lagi" balas siva tak kalah ketus. Lalu mereka berpisah jalan karena arah kamar mereka yang berbeda.

Namun, jika takdir mempertemukan mereka kenapa tidak.

Blue roseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang