Sudah sepuluh tahun berlalu dan isi perasaan Kiara masih saja sama. Perempuan itu masih saja menantikan pertemuan antara dirinya dengan laki-laki dingin itu, pertemuan setelah sekian lama mereka memilih untuk sama-sama pergi.
Setelah perpisahan yang terjadi beberapa tahun yang lalu, Kiara tetap menunjukkan senyumannya. Senyuman yang menunjukkan kalau ia baik-baik saja. Senyuman yang ia berikan kepada Karel kala itu.
Flashback...
Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam kurang dua puluh menit, dan Kiara masih berdiam ditempat tidurnya, ia ingin menemui laki-laki itu tapi, ia pun tak sanggup akan melihat laki-laki itu terakhir kalinya.
Tapi, dua menit kemudian, Kiara mengubah pikirannya. Kiara langsung mengambil handphone-nya yang berada di atas meja belajarnya, tepat di sampingnya foto polaroid-nya ia dan Karel.
Kiara langsung menghubungi seseorang untuk menemaninya menuju bandara. Kiara menghubungi Deno. Kiara tahu ini akan menyakiti perasaaan Deno, tapi yang ada diotaknya sekarang hanyalah Karel.
"Den, jemput gue di rumah. Jangan banyak nanya. Nanti gue jelasin. Gak pake lama, gue tunggu."ucap Kiara dengan cepatnya.
Setelah itu Kiara langsung memakai sweater berwarna abu-abu miliknya, dan menyisir rambutnya, ia tidak mau terlihat seperti orang yang habis nangis seharian.
Tak lama kemudian maminya mengetuk pintu kamarnya, "Ki, ada Deno dibawah, mau nyari—"
Kiara langsung membuka pintu kamarnya dan langsung menyalami tangan maminya, "Mi, aku ijin ke bandara ya."
"Bentar, mata kamu kenapa bengkak gitu."tanya Cintia.
Kiara tersenyum memperlihatkan kalau ia baik-baik saja, "Ini tadi kelilipan, yaudah mi, aku berangkat dulu."
Cintia menghela nafasnya, "Hati-hati."
Cintia tahu, ini semua karena Karel. Perempuan yang melahirkan Kiara itu sangat mengenal gadisnya dengan baik, dari tadi malam Kiara tidak pernah membuka pintunya semenjak Karel pergi dari hadapannya, Cintia mengerti.
Cintia tambah mengerti sebab mengapa gadisnya seperti itu setelah menerima telepon dari della, ibunya Karel.
Maka dari itu, Cintia mengijinkan Kiara untuk pergi ke bandara, bersama Deno. Cintia paham, Kiara pasti ingin bertemu lagi dengan Karel untuk yang terakhir kalinya.
---
Di bandara, Kiara mengacak rambutnya yang awalnya rapi menjadi kusut, Deno yang melihat Kiara seperti itu menghela nafasnya, Deno tahu Kiara sangat mencintai Karel. Bahkan, Deno juga sudah memastikan kalaupun Karel sudah pergi dari kehidupan Kiara, pasti cukup sulit untuk menggantikan sosok Karel di hatinya Kiara.
"Ruang tunggu penerbangan ke london dimana sih?"tanya Kiara dengan matanya yang hampir berair.
Deno melihat sekelilingnya dan menemukan tanda yang menunjukkan Karel kemungkinan berada disana, dan ia langsung menarik tangan Kiara.
"Den, kita mau kema—"belum selesai Kiara melanjutkan perkataannya Deno langsung memotong.
Deno menoleh ke arah Kiara, "Karel."
Tak lama merekapun akhirnya sampai di ruang tunggu tersebut, dan Kiara melihat ke sekelilingnya, nihil tidak ada Karel ataupun keluarganya.
"Kak Karel gak ada, den."ucap Kiara panik dan matanya hampir mengeluarkan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noisy and Quiet
Teen FictionKiara Putri Dinata mengira kehidupan anak SMA itu menyenangkan, seperti yang Kiara tonton di drama korea koleksinya dan juga di novel-novel teenlitnya. Tapi, ekspetasi sangat berbanding terbalik dengan realita yang ada. Ini semua gara-gara ada salah...