SEMBILAN

119 3 0
                                    

Hal pertama yang aku suka darinya adalah saat senyuman yang diberikan untukku. Padahal aku tak pernah bermimpi akan menerima senyum itu. Berbulan-bulan lalu itu bukanlah milikku. Ada seseorang spesial yang mememiliknya. Ada seseorang yang memiliki posisi yang begitu kuat di hatinya. Walau senyumnya sering tertutup sama kesedihan selama bersama orang itu, tapi senyuman itu tetap lah bukan untukku.

Akhir-akhir ini dia menjadi sesuatu yang membuatku candu. Menjadi hobi baru yang menyenangkan. Tentang sapanya manjanya. Cara bicaranya. Panggilan spesialnya. Cemburutnya. Merajuknya. Maupun marahnya. Ayolah, aku bukan sedang kasmaran. Hanya saja, aku tak bisa kalau tidak tersenyum kala mengingatnya. Oke, sepertinya memang kasmaran.

Aku sering menghubunginya, chatingan apa saja. Hingga larut malam kadang-kadang. Hingga lupa ada tugas-tugas yang perlu diselesaikan. Membahas sesuatu yang tidak penting atau memperdebatkan hal-hal yang tidak berguna. Kemudian berakhir dengan saling ejek. Lalu tertawa setelahnya. Menertawakan kelucuan masing-masing.

Soal patah hatinya, udah jarang dibicarakannya. Walau sering disinggung, tapi sekedar obrolan ringan semata. Setidaknya, senyumanannya sekarang sudah bercahaya. Matanya tak menampilkan kesedihan lagi. Walau kadang-kadang mata itu masih memendam sebuah rasa. Setidaknya dia sudah lebih baik dari pertamakali aku mengenalnya. Sebuah rasa memang tidak mudah hilang begitu saja. Akan selalu ada walau hanya sedikit saja. Rasa itu tak bisa dihapus seenaknya, akan tetap ada walau berusaha untuk menyangkalnya.

Kemudian pada suatu malam, dia meminta sesuatu yang cukup berat. Mungkin tak perlu dimintapun sebenarnya aku sudah berusaha melakukannya. Langkah awal dan cepat itu perlu dilakukan untuk apapun. Termasuk dalam kisah ini. Aku tak mau lagi menjadi orang terlambat kemudian sadar semua sudah telat.

Dia memintaku untuk membantu melupakan. Kubilang berat, tapi akan aku coba sebisanya. Aku tak berjanji bisa melakukannya tepat waktu. Hanya saja, sejak malam itu aku sudah berusaha untuk membuatnya lupa. Lupa akan kesedihannya. Lupa akan patah hatinya. Lupa akan kehilangannya. Lupa akan rasa yang pernah ada. Dan kalau bisa, lupa kepada seseorang yang tidak bisa bersamanya.

Lebih Lama dari SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang