Tenth Day, Tenth Mission : What a Moment?!

1.7K 207 27
                                    


Senang, satu kata yang menggambarkan perasaan (name) saat ini. (Name) senang ketika Killua mengunjungi rumahnya, lalu mengajaknya ke taman kota dan ke toko buku.

Tentu saja (name) tidak bisa menolak. Walau masih mengantuk karena baru saja terbangun, kesempatan bagi (name) untuk menjalankan misi begitu besar dan sangat disayangkan untuk dilewatkan. Misinya kali ini; membuat Killua lemah di hadapannya.

Sepanjang perjalanan, Killua dan (name) berbincang-bincang sembari berjalan berdampingan. "Maaf, ya, aku mengganggu tidurmu," ucap Killua.

"Hm?" Gadis itu menaikkan sebelah alisnya. "Tidak, kau tidak mengganggu," balas (name) sambil tersenyum dan melirik Killua sekilas.

"Sungguh?"

"Justru kalau kau tidak datang, bisa-bisa aku baru bangun tengah hari."

"Ahaha, kau pasti lelah karena kemarin, ya?"

"Aku tidak pernah lelah bersamamu—eh!"

(Name) segera menutup mulutnya dengan kedua tangan. Wajah gadis itu merona karena malu. (Name) menunduk sambil melirik Killua diam-diam, memerhatikan semburat merah muda di wajah Killua.

'Wah, Killua kalau salah tingkah lucu juga, yah,' kekeh (name) dalam hati. 'Ternyata membuat orang lain baper lumayan asyik.'

Killua pun melirik (name). Menyadari lirikan mata masing-masing, Killua dan (name) saling membuang muka sambil tersenyum canggung. Keduanya sama-sama kikuk, terperangkap dalam keheningan di antara hiruk pikuk keramaian kota.

Sinar matahari semakin menyengat tatkala hari mulai beranjak siang. Mungkin akibat paparan sinar matahari, pipi Killua jadi bersemu. Begitulah yang (name) pikirkan. Padahal, pipi Killua bersemu ketika melihat gadis itu menyelipkan rambutnya di samping telinganya, memperlihatkan pipi (name) yang dihiasi rona merah muda.

'Itu pipi atau kue mochi?' pikir Killua dalam hati sembari memerhatikan pipi (name) yang terlihat lucu dan menggemaskan.

(Name) melirik Killua yang tengah melamun sambil menatapnya. Bibir sang gadis membentuk bulan sabit sehingga menunjukkan lesung pipitnya yang imut. (Name) memandangi wajah Killua yang semerah tomat dengan hidung yang mengeluarkan setetes cairan merah.

Tungguh ... darah?

"Killua, kau kenapa?!" pekik (name). Gadis itu langsung menyumbat—hanya sekadar menutupi—lubang hidung Killua dengan tisu agar darahnya tidak menetes ke tanah, sementara Killua yang masih terbengong-bengong dengan tampang bodoh hanya menatap (name).

Killua hanya termangu, sedangkan (name) dilanda kepanikan. "Killua, kau mimisan!"

(Name) menyeret Killua ke toilet umum di taman kota, menghindar dari keramaian dan orang-orang yang memerhatikan mereka. Cuaca panas atau sengatan sinar matahari harus dihindari ketika mimisan, karena dapat menyebabkan kepala menjadi pusing.

Di depan wastafel dalam toilet, (name) segera melepaskan sumbatan tisu tersebut dan membiarkan darah mengalir dari hidung Killua. "Aduh, aku tidak membawa ice bag compress," decaknya, kebingungan untuk menghentikan mimisan Killua.

"Maafkan aku, Killua. Tapi tolong tundukan kepalamu," pinta (name) selembut mungkin. Untunglah Killua mau menurutinya dan memposisikan kepalanya di atas wastafel.

Killua hanya terdiam sambil menunduk, membiarkan darahnya mengalir semakin deras dan membuat (name) kelimpungan. "Maaf, Killua, bisakah kau membungkukkan tubuhmu sedikit saja?" pinta (name) lagi, Killua tetap mengikuti arahan gadis itu tanpa banyak bicara.

(Name) melingkarkan salah satu tangannya ke pundak Killua, membuat gadis itu tampak seolah sedang merangkul Killua—begitu pula yang Killua kira. Lalu, (name) berjinjit untuk menyejajarkan tinggi badannya dengan Killua dan mendekatkan wajah mereka.

Killua Zoldyck X Readers : 30 Days Make You Fall In Love With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang