Chapter 1

4.2K 161 9
                                    

"Selir Qixuan, selir Qixuan.” Yihua lari tergopoh-gopoh menghampiri selir Qixuan yang sedang khusyuk memberi makan kumpulan angsa di pinggir kolam teratai. Napasnya tampak tersengal-sengal setelah habis berlarian.
"Dayang Hua, kenapa kau berlari-lari?" Tanya selir Qixuan menghentikan aktivitasnya memberi makan angsa.
"Ampuni hamba, ada keributan di pasar selir." Ucap dayang Yihua menampilkan raut ketakutan pada wajahnya.
"Keributan? Siapa yang membuat keributan Hua?" Selir Qixuan menghalau seekor angsa yang hendak menyambar kakinya. Dilemparkannya segenggam pakan ke kejauhan untuk mengecoh angsa tersebut.
"Putri Xiu Min, tuan putri berkelahi lagi dengan anak lelaki. Ampuni hamba selir, hamba tidak pecus menjaganya." Dayang Yihua menyeka tetesan keringat yang mengalir  dari pelipisnya menggunakan punggung tangannya.
"Xiu Min berkelahi dengan anak lelaki?" Gumam selir Qixuan menanyakan kebenaran informasi yang barusan ia dengar.
"Iya selir, dari pakaiannya anak lelaki tersebut sepertinya keturunan dari bangsawan terhormat."
"Ya dewa, kita harus segera menghentikannya dayang Hua. Jika tidak, Xiu Min akan berada dalam bahaya." Ucap selir Qixuan penuh kepanikan. Tanpa pikir panjang dia melemparkan semua pakan ternaknya ke atas rerumputan. Dengan gesit beberapa angsa berdatangan membentuk kerumunan, mereka saling berebut pakan yang berserakan di atas rerumputan.
Selir Qixuan bergegas menuju pasar yang letaknya hanya beberapa blok dari  kediamannya, diiringi dayang Hua yang berjalan tergesa di belakangnya. Mereka membelah kerumunan orang-orang yang berlalu lalang di dalam pasar. "Di mana tadi kau melihatnya Hua?" Tanya selir Qixuan menatap ke seluruh penjuru pasar, mencari-cari putri semata wayangnya.
"Tadi hamba melihatnya disini selir. Demi dewa langit hamba tidak berbohong." Ucap dayang Yihua dengan raut ketakutan. Selir Qixuan mencari ke sekeliling tempat yang ditunjukkan dayang Hua. Namun, sama sekali ia tidak menemukan sosok putrinya di tempat tersebut. Ia juga tidak menjumpai adanya kerumunan orang-orang di sekitarnya. Sejauh mata memandang ia hanya menjumpai deretan pedagang yang sedang terlibat tawar menawar dengan para pembelinya.
"Dayang Hua, Ibu! Aku di sini." Terdengar sebuah teriakan dari arah kedai minuman. Dari kejauhan terlihat seorang bocah perempuan menampakkan giginya yang rapi, gadis tersebut tampak terkikik dengan tangan kanannya yang menggenggam bebek panggang, sedangkan tangan kirinya ia pergunakan untuk menyesap secawan teh. Sekeliling mulutnya terlihat belepotan terkena remahan makanan yang ia jejalkan kedalam mulut. Beberapa cuil makanan meluncur keluar dari dalam mulutnya setiap kali ia tertawa. Putri Xiu Min kembali menggigit bebek panggang di tangannya hingga mulutnya semakin penuh. Kedua pipinya tampak menggembung saat ia mulai mengunyah. Segera selir Qixuan beserta dayang Hua berjalan semakin mendekat, mengikis jarak menghampiri putrinya. Xiu Min.
"Kalian mencariku?"
"Xiu Min, apa yang kau lakukan disini?" Selir Qixuan menatap tajam wajah putrinya yang penuh akan remahan makanan.
"Ibu, aku hanya membeli teh dan bebek panggang. Tadi aku merasa lapar saat berjalan-jalan dengan dayang Hua." Ungkap putri Xiu Min dengan polosnya.
"Dari mana kau mendapatkan uang untuk membayar makanan ini?" Tanya selir Qixuan penuh selidik.
"Tadi orang-orang berkerumun memberikanku uang bu." Ucap putri Xiu Min memberitahukan yang sebenarnya.
"Kau berkelahi lagi?" Selir Qixuan membelalak pada putrinya. Ia terlihat marah dengan kelakuan putri Xiu Min. Hampir setiap hari dirinya menerima keluhan dari orang tua anak yang menjadi lawan berkelahi putrinya. Ia terlalu lelah jika harus menyampaikan ucapan permintaan maaf yang sama setiap harinya kepada orang yang berbeda.
"Ibu, aku bisa menjelaskannya." Rengek putri Xiu Min ketika menyadari kemarahan yang terpancar dari raut ibunya.
"Ayo kita pulang!" Perintah selir Qixuan sambil melangkah keluar dari dalam kedai. Ia meninggalkan putrinya yang masih terbengong menyadari kemarahannya. Dayang Hua segera mengekor di belakang selir Qixuan yang bergegas meninggalkan pasar. Segera, putri Xiu Min berlari berusaha untuk menyusul ibunya, ia berteriak-teriak meminta ampunan pada selir Qixuan.
Mendengar teriakan putri Xiu Min dayang Hua memelankan langkahnya. Ia berbalik menanti putri Xiu Min yang saat itu berlari semakin mendekat kearahnya.
Putri Xiu Min tampak terengah-engah, dadanya naik turun dengan napasnya yang menderu. Ia menyejajarkan langkahnya dengan dayang Hua yang memasang tatapan peduli pada dirinya."Ibu marah padaku." Katanya kepada dayang Hua, Mencoba meminta pendapatnya.
"Oleh karena itu, lain kali tuan putri tidak boleh berkelahi lagi." Nasehat dayang Hua.
"Tapi dia keterlaluan, untungnya aku berhasil menendang bokongnya. Aku juga sempat melayangkan beberapa tamparan ke kedua pipinya." Sungut putri Xiu Min dengan nada kesal khas dirinya. Tangan mungilnya tampak mengepal saat ia melontarkan ceritanya.
Mendengarnya dayang Hua tercekat. "Tuan putri melakukan hal itu?" Tanyanya tampak pias mengkhawatirkan hal buruk yang kemungkinan akan menimpa putri Xiu Min.
"Tentu, aku masih ingat ekspresinya saat ia mulai menangis. Lucu sekali, dia laki-laki tapi menangis layaknya seorang perempuan." Putri Xiu Min tertawa puas mengingat ekspresi lawan berkelahinya. Ia tidak memperhatikan raut pias dayang Hua yang saat itu tengah mengkhawatirkan dirinya.
"Dia sampai menangis?"
"Dia terlalu payah, terlalu cengeng untuk ukuran seorang lelaki. Dayang Hua, apa ibu akan memaafkanku?" Tanya putri Xiu Min yang tiba-tiba saja memasang raut serius menatap dayang Hua dengan kedua bola matanya yang tampak berkaca-kaca.
"Sepertinya selir akan memaafkan tuan putri. Selir Qixuan sosok yang pemaaf juga rendah hati." Ucap dayang Hua berusaha menenangkan hati putri Xiu Min.
"Baiklah aku akan meminta maaf." Jawab putri Xiu Min sambil berlalu mendahului dayang Hua. Ia berlari diantara kerumunan. Setiap hentakan kakinya membuat angsa-angsa yang berada di pinggir jalan menghambur, saling berlarian. Dia membuka gerbang menuju pelataran kediamannya lebar-lebar, dilihatnya sang ibu sedang menyelesaikan sulamannya di balai-balai depan rumah.
Putri Xiu Min tidak langsung menemui ibunya, ia masuk ke dalam kediamannya menuju dapur. Dituangkannya air panas kedalam poci untuk menyeduh teh. Dibuatnya secawan teh oolong untuk ibunya. Beberapa saat kemudian putri Xiu Min keluar membawa teh tersebut ke balai-balai depan menghampiri ibunya.
Selir Qixuan menghentikan sulamannya ketika menyadari sebuah langkah yang semakin mendekat ke arahnya, ia memperhatikan putrinya Xiu Min meletakkan secawan teh oolong di hadapannya.
Pada waktu itu juga putri Xiu Min berlutut di hadapan ibunya, kedua tangannya ia satukan di depan dada. "Ibu ampuni aku." Ucapnya. Ia mendongak menatap ibunya dengan kedua mata berkaca-kaca.
Melihatnya, Selir Qixuan mengubah posisi duduknya. Ia meletakkan sulamannya di atas balai-balai. Menyadari jika putrinya tidak bergeming dari posisinya, selir Qixuan turun dari atas balai-balai menggapai tubuh putrinya yang gempal. Ia memeluk erat tubuh putrinya sebelum akhirnya membawanya kedalam pangkuan.
"Dia keterlaluan bu, lelaki itu terus mengataiku. Dia bilang jika aku tidak memiliki seorang ayah. Aku menamparnya karena dia juga mengatai ibu."
"Dia bilang seperti itu kepadamu?"
"Iya, aku tidak terima karena dia membawa-bawa ibu untuk mengataiku."
"Jangan didengarkan ucapannya, kau memiliki seorang ayah." Selir Qixuan membelai rambut hitam putrinya. Pandangannya tampak kosong, terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Benarkah, Aku memiliki ayah? Jika begitu kenapa ayah tidak pernah mengunjungiku?" Tanya putri Xiu Min mulai tertunduk tampak kecewa.
"Kelak kau akan bertemu dengannya. Asalkan kau mau merubah kelakuanmu, juga belajar menjadi wanita sejati." Ucap selir Qixuan terus membelai lembut rambut panjang putrinya.
"Harus begitu kah? Menjadi wanita sejati?" Putri Min kembali mendongakkan kepala, melihat kesungguhan di pelupuk mata ibunya.
"Iya, kau harus belajar membaca dan menulis, mempelajari tata krama juga berhias." Ujar selir Qixuan menjelaskan.
"Tapi aku tidak suka berhias." Protes putri Xiu Min.
"Kau harus belajar membiasakannya, kalau tidak ayah tidak mau bertemu denganmu." Selir Qixuan menangkupkan kedua telapak tangannya pada pipi gembil putrinya. Ia membujuk putri Xiu Min melalui tatapan lembutnya.
"Baiklah, aku akan belajar." Putri Xiu Min menghela napas, kemudian tersenyum ke arah ibunya.
"Kau membuatkan teh ini untukku?" Kini perhatian selir Qixuan beralih pada secawan teh yang masih mengepul.
"Iya, ini untuk ibu."
Selir Qixuan mengambil cawan teh di hadapannya, kemudian meminumnya secara perlahan hingga isinya tandas."Lalu dari mana kau mendapatkan uang-uang yang kau gunakan untuk membeli makanan?"
"Saat aku berkelahi dengan anak itu orang-orang berkerumun mengerubutiku. Mereka terus bersorak dan mengumpulkan uang. Aku memenangkannya, jadi mereka memberikan uang itu untukku."
"Mereka mempertaruhkanmu? Lain kali kau tidak boleh mengulanginya. Itu bisa membahayakan dirimu, yang menjadi lawan berkelahimu itu anak seorang bangsawan, berbeda dengan lawan berkelahimu yang sebelumnya. Bagaimana jika orang tua anak itu tidak terima kemudian mencarimu? Terlalu bahaya jika kita harus berurusan dengan kaum bangsawan. Kau mengerti?"
"Iya, aku mengerti." Putri Xiu Min menunduk murung, sadar jika ia telah membahayakan keselamatannya.
"Nanti sore ibu akan mengumpulkan bunga-bunga kering  di kebun belakang untuk dijadikan teh, kau mau ikut?" Ucap selir Qixuan guna menepis kemurungan putrinya.
"Bersama dayang Hua? Iya, aku akan ikut." Ujar putri Xiu Min bersemangat. Mengumpulkan bunga kering sudah menjadi kegemarannya, tak jarang ia juga menyempatkan diri untuk meracik sendiri bunga-bunga tersebut untuk dijadikan teh.

***

Lima belas tahun yang lalu...
Dalam pekatnya malam selir Li Mei mengendap-endap menemui seseorang di pekarangan paviliun barat tempat kediamannya. Dia sedang terlibat sebuah perbincangan dengan seorang lelaki berjubah yang mengenakan pakaian serba hitam. Lelaki tersebut memakai penutup wajah juga membawa sebilah pedang yang ia sarungkan di samping tubuhnya."Selir Qixuan berada di paviliun Utara, dekat dengan istana utama. Kau harus berhasil masuk sebelum Kaisar datang. Ku harap, kali ini kau berhasil melakukannya.” Ucapnya dengan suara lirih hampir tidak terdengar.
"Pekerjaan ini sangat beresiko, nyawaku menjadi taruhannya. Apa imbalan yang akan aku terima jika diriku berhasil?"
Selir Li Mei mengurungkan perkataannya ketika dirinya melihat seorang penjaga melintas hanya beberapa meter dari tempatnya. Penjaga tersebut tampak mengacungkan sebuah obor  di tangan kirinya menerangi tiap penjuru jalanan disekitar paviliun barat. Keduanya hampir bertabrakan ketika lelaki berjubah tersebut menarik siku selir Li Mei agar bersembunyi dibalik bayang-bayang bangunan.
"Aku akan memberimu sepuluh peti emas jika kau berhasil melakukannya." Ucap selir Li Mei begitu penjaga tersebut berlalu bersama cahaya obor yang ia bawa.
"Hanya itu?" Tanya Lian Gui. Lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam.
"Apa maksudmu? Sepuluh peti emas tidaklah sedikit." Keluh selir Li Mei merasa jika lelaki tersebut bermaksud memeras dirinya.
"Tidakkah kau tahu berapa nyawa yang sudah aku bunuh? Kau tidak perlu bereaksi sekesal itu, Aku hanya menginginkan tubuhmu.”
“Kau bermaksud meniduri selir kaisarmu?” Ucap selir Li Mei dengan senyum tersimpul.
“Sepertinya selir kaisarku akan menyukainya.” Lian Gui mengerlingkan salah satu matanya. Bermaksud untuk menggoda.
"Baiklah, aku akan menemui dirimu setelah kau berhasil. Kau bisa menikmati tubuhku setelahnya." Yakin selir Li Mei sambil menutup kipas lipatnya.
"Ku pegang ucapanmu, jika kau sampai mengingkarinya aku tidak segan untuk membuka semua aibmu." Ancam Lian Gui. Ia paham jika selir dihadapannya sangatlah licik, hanya dengan ancamanlah ia bisa mengendalikannya.
"Tenang saja, aku tidak akan mengingkarinya. Kujamin aku tidak akan pernah melakukan itu.”
Tak lama setelahnya, Lian Gui segera menyelinap meninggalkan selir Li Mei yang masih berdiri di balik bayangan bangunan. Ia bergerak masuk menuju paviliun utara tempat kediaman selir Qixuan. Dibalik bayangan.bangunan selir Li Mei tersenyum sinis menatap kepergiannya. Dengan tawa terkembang ia melangkahkan kakinya kembali menuju kediamannya.
Di paviliun utara, selir Qixuan sedang mematut diri di depan cermin. Ia tengah menyisir rambut panjangnya yang sehitam arang. Diambilnya kertas pewarna bibir yang ia simpan di dalam laci, kemudian ia mengaplikasikannya pada bibirnya yang ranum. Malam ini kaisar Xingguang Zao akan mengunjungi kediamannya, Ia ingin terlihat mempesona di hadapan lelaki yang sangat ia cintai. Lelaki yang mengambilnya untuk menjadi seorang selir satu bulan yang lalu. Selir Qixuan kembali menatap bayangan dirinya di depan cermin, ia tidak begitu buruk. Pikirnya. Bulu mata lentiknya menambah keanggunan akan parasnya. Gambaran kelembutan, kecantikan juga keteguhan tercermin disana.
Selir Qixuan terperanggah saat menangkap bayangan seorang lelaki yang kini tengah berdiri di belakang tubuhnya. Ia tidak bisa mengenali pemilik wajah dibalik kain hitam yang dikenakan lelaki tersebut. Sontak, Selir Qixuan berdiri membalikkan badan menghadap lelaki yang berdiri di hadapannya. Ia melangkah mundur berusaha untuk menghindar karena dengan beraninya lelaki tersebut berjalan semakin mendekat kearahnya.
"Siapa kau?" Tanya selir Qixuan dengan suara bergetar. Jiwanya dikuasai oleh rasa ketakutan yang teramat sangat.
Penyusup tersebut tidak menjawab, ia bergeming pada posisinya seraya memberikan tatapan  tajam ke arah selir Qixuan. Kekalutan meraja. Selir Qixuan berteriak sekencang mungkin untuk meminta pertolongan. Namun, teriakannya teredam oleh sebuah tangan yang berhasil membekap mulutnya. Ia berusaha memberontak sekuat tenaga, akan tetapi usahanya sia-sia karena belitan tangan penyusup di tubuhnya semakin mengerat.
Terdengar sebuah pintu terbuka dari arah depan. Seorang prajurit berseru mengumumkan kedatangan kaisar Xingguang Zao. Sedikit kelegaan muncul dibenak selir Qixuan disertai secercah harapan jika para prajurit akan segera meringkus lelaki yang saat ini tengah membelit dirinya. Selir Qixuan hendak menolehkan kepalanya ke arah pintu, akan tetapi sebuah ciuman keras mendarat di bibirnya yang ranum. Kelegaan saat itu sirna dari dirinya digantikan kekalutan yang luar biasa. Sekuat tenaga ia mencoba membebaskan diri dengan menggigit lidah sang penyusup. Namun, tak kalah cerdik penyusup tersebut menjambak kasar rambut  selir Qixuan hingga kepalanya terdongak. Terdengar langkah yang semakin mendekat dari arah pintu, bisa dipastikan jika pemilik langkah tersebut merupakan kaisar Xingguang Zao. Selir Qixuan meringis menahan rasa sakit yang berpusat di kepalanya. Entah apa yang akan terjadi jika yang mulia kaisar mengetahui jika dirinya sedang dicium oleh lelaki lain. Selir Qixuan hanya bisa pasrah akan nasib yang menimpanya. Ia hanya bisa berdoa agar yang mulia kaisar Xingguang Zao mengerti akan keadaannya.
"Bedebah! Siapa kau?" Bentak kaisar Xingguang Zao dengan wajah gusar. Seketika penyusup tersebut melepaskan pagutannya dari bibir selir Qixuan, dengan sigap ia bergerak cepat melompat dari jendela terbuka yang berada di sisi kirinya. Saat itu pula selir Qixuan merasa jika dunianya telah runtuh dibawah tempat kakinya berpijak.
"Tangkap penyusup itu! Jangan biarkan ia terlepas dengan kaki yang masih utuh!" Seru kaisar Xingguang Zao kepada para prajuritnya. Derap kaki saling susul menyusul seiring menyebarnya seluruh prajurit ke setiap penjuru istana. Kaisar Xingguang Zao menatap tajam selir Qixuan. Tatapan yang sebelumnya tidak pernah ia berikan kepada selir kesayangannya. Tampak kemarahan yang berkilat di kedua bola matanya. Raut wajahnya menyiratkan kebencian di atas segalanya.
"Yang mulia, ini tidak seperti yang anda lihat." Tutur selir Qixuan  berusaha untuk menjelaskan. Ia bersimpuh memohon pengampunan atas kejadian tersebut.
"Beraninya kau memasukkan seorang lelaki di belakangku!" Ucap kaisar Xingguang Zao dengan suara menggema kepenjuru ruangan.
"Ampun yang mulia, penyusup itu tiba-tiba masuk dan membekap hamba." Ucap selir Qixuan berusaha memberikan penjelasan. Air matanya tampak menggenang membasahi kedua pipinya.
"Aku tidak percaya dengan omonganmu! Jelas-jelas ku lihat dirimu berciuman dengan lelaki lain di depan mataku." Bantah kaisar Xingguang Zao seolah dirinya dipermainkan. Emosi membenamkan rasa cintanya hingga dasar terdalam.
"Ampun yang mulia, hamba tidak berani melakukan hal selancang itu." Ratap selir Qixuan. Ia hampir tersedak air liurnya karena terus terisak.
Kaisar Xingguang Zao tidak mengindahkan ratapannya. Dia berbalik, keluar meninggalkan kediaman selir Qixuan dengan langkah gontai. Ia tidak menghiraukan ratapan selir kesayangannya yang terus memohon meminta ampunannya. Kaisar Xingguang Zao tidak menyangka jika selir yang sangat dicintainya bermain dengan lelaki lain di belakangnya. Ia amat marah dan terpukul akan kejadian tersebut. Rasa cintanya kepada selir Qixuan melebihi rasa cintanya kepada permaisuri, karenanya ia merasa sangat terhianati.
Di paviliun utara isak tangis selir Qixuan terus terdengar. Di sisi peraduan, dayang Yihua tanpa lelah berusaha untuk menenangkannya. Selir Qixuan terus membenamkan kepalanya di bawah bantal. Ia enggan menampakkan dirinya di hadapan orang lain. Perasaan malu berkuasa, membantai rasa percaya diri yang sebelumnya ia miliki.
"Ampuni hamba selir, bukan maksud hamba meninggalkan selir. Tadi malam selir Li Mei memanggil hamba ke dapur istana.” Ucap dayang Yihua merasa bersalah atas kejadian tersebut. Ia menyayangkan tindakannya yang ceroboh meninggalkan selir Qixuan sendirian di paviliun utara demi memenuhi panggilan selir Li Mei.
"Kau tidak bersalah dayang Hua. Berhentilah untuk terus menyalahkan dirimu. Saat ini aku ingin menyendiri, bisakah kau keluar?" Ucap selir Qixuan meminta privasi.
"Ampuni hamba selir, hamba akan keluar." Ucap dayang Hua segera undur diri.
Pagi harinya di balairung istana kerajaan Tang, seorang dayang mengabarkan kepada kaisar Xingguang Zao jika selir Qixuan tengah sakit. "Aku yakin itu hanya akal-akalannya saja." Seru kaisar Xingguang Zao membantah kabar yang ia dengar. Suaranya yang terdengar gusar menciutkan hati dayang Yihua yang saat itu menyampaikan kabar tersebut.
"Yang mulia, ampuni hamba. Hamba yakin jika selir Qixuan tidak selancang itu. Hamba mohon, yang mulia berwelas asih mengirimkan seorang tabib untuk memeriksa kesehatannya." Tutur permaisuri Wei Xia mencoba untuk melunakkan hati kaisar Xingguang Zao.
"Kau berani menentangku!" Bentak kaisar Xingguang Zao. Seketika itu pula suasana balairung istana berubah menjadi hening. Ketakutan menyelimuti jiwa-jiwa yang menyaksikan perdebatan tersebut.
"Ampun yang mulia, hamba tidak berani." Ucap permaisuri Wei Xia memohon ampunan atas kelancangannya.
Kaisar Xingguang Zao mengusapkan tangan di wajahnya dengan lelah dan mengatur sikap tubuhnya di singgasana sebelum melanjutkan "Segera kirimkan seorang tabib untuk memeriksanya!"

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang