Chapter 21

752 68 6
                                        

Dua orang prajurit dengan perut buncit menghampiri mereka dengan sebuah buntalan tersampir disalah satu bahunya. “Kami datang dengan maksud baik-baik.” Ucap salah satu dari mereka begitu menyadari kedua tawanannya telah siaga memasang sikap kuda-kuda.
“Kalian boneka berperut buncit yang dijadikan sasaran panah kaisar gila itu?” tanya putri Xiu Min yang merasa tidak asing dengan wajah keduanya.
“Benar, itu kami. Kami membawa ini untuk kalian.” Jawab prajurit tersebut. Ia menyelundupkan buntalan yang mereka bawa melalui celah jeruji besi. “Waktu kami tidak banyak, ada jalan keluar di bawah kaki kalian.” Tambahnya sebelum keduanya bergegas, menghilang ke dalam labirin gua.
Sepeninggal mereka, putri Xiu Min segera membuka buntalan kain di hadapannya. Dua buah pedang yang ia yakini merupakan milik putra mahkota Wang Wenxiao juga dirinya tergeletak di atas kain tersebut. “Mereka membawakan senjata kita.” Ujar putri Xiu Min.
“Mereka tahu balas budi. Kita bisa mempercayai perkataan mereka, ada jalan keluar di bawah kaki kita.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao. Ia mulai menggali tumpukan jerami yang menutupi permukaan lantai. Dirinya menghiraukan aroma pesing bekas air kencing para tawanan sebelumnya yang meresap pada batang jerami. Melihatnya putri Xiu Min segera bergabung dengan kakak pertamanya, ia turut mengais tumpukan jerami di bagian lain. Keduanya mulai meraba permukaan lantai begitu jerami berhasil disingkirkan. Mereka berharap bisa menemukan jalan keluar yang mereka cari.
“Ada disini.” Seru putra mahkota Wang Wenxiao dari sudut ruangan. Ia meraba sebuah ubin yang pemasangannya lebih menonjol dibandingkan ubin lainnya.
“Ini bukanlah marmer. Ubin ini sepertinya plakat besi yang sudah berkarat.” Ucap putri Xiu Min. “Ujung pedang bisa membantu kita untuk membuka pengaitnya.” Imbuhnya.
Mendengarnya putra mahkota Wang Wenxiao segera mencabut sebilah pedang dari tempatnya. Ia mencungkil pengait plakat tersebut menggunakan ujung pedangnya. Pengait berhasil dibuka beberapa menit kemudian. Kini, tampak di hadapan mereka lubang berbentuk persegi berukuran satu meter. “Ada aliran air di bawah sana.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao menjulurkan kepalanya melihat keadaan di bawahnya.
“Mungkinkah di bawah sana merupakan saluran pembuangan?” tanya putri Xiu Min begitu menyadari indra penciumannya membaui aroma busuk yang menguar dari dalam lubang.
“Kau benar. Apa kau bisa berenang?” putra mahkota Wang Wenxiao menatap adiknya dengan pandangan bertanya. Putri Xiu Min mengangguk. Tak seorang pun dari mereka yang menunjukkan minat untuk menyelam kedalam saluran pembuangan yang permukaan airnya berjarak enam meter dari tempat mereka berdiri.
“Tidak ada jalan lain.  Kita bisa menggunakan kain ini untuk turun.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao. Dengan sigap ia menyobek kain pembuntal berbentuk persegi berukuran sekitar dua meter menjadi dua bagian. Setelahnya ia membuat simpul dari kedua ujung kain tersebut. Kini kain tersebut layaknya sebuah tambang yang kurang lebih berukuran empat meter.
“Jadi kita tidak bisa meluncur kebawah dengan begitu saja?” tanya putri Xiu Min.
“Tidak, kecuali jika kau telah siap untuk bertemu dewa kematian.” Sambil menjulurkan kain kebawah putra mahkota Wang Wenxiao berkata “Kau yang akan turun terlebih dahulu, aku akan menahan berat badanmu dari atas.”
Putri Xiu Min segera menyampirkan pedangnya kesamping tubuh, ia segera bergelayut menuruni lubang sambil melirik saluran gelap yang berada di bawahnya.
“Turunkan dirimu secara perlahan. Pastikan dirimu tidak menelan apapun ketika berada di dalam air.” Kata putra mahkota Wang Wenxiao mengarahkan.
Putri Xiu Min mengangguk sebagai tanda menyetujui, ia semakin bergerak turun bergelayut pada kain. Udara di sekitarnya terasa lembab di permukaan kulitnya. Keraguan melanda ketika dirinya telah sampai diujung kain, jarak antara dirinya juga permukaan air masih berjarak dua meter. Air di bawahnya tampak keruh juga kehitaman. Kotoran tampak mengapung di permukaan, di antara limbah-limbah pembuangan yang tersebar di sekitarnya. Ia berupaya menguasai diri, dipejamkannya kedua matanya. Indra penglihatannya menyesuaikan diri dalam kegelapan. Dengan tekad bulat ia menceburkan diri kedalam air. Putri Xiu Min menyelam kedalam air sebelum akhirnya kepalanya muncul ke permukaan. Ia menutup mulut erat-erat, mulai berenang mengikuti arah angin. Di belakangnya samar-samar ia bisa melihat kakak pertamanya tengah mengikatkan kain pada besi pengait. Ia bergerak cepat menuruni lubang, bersamaan dengan itu plakat besi di atasnya menutup menimbulkan suara berdebam. Putra mahkota Wang Wenxiao semakin mempercepat dirinya untuk turun. Ia yakin jika suara berdebam yang ia ciptakan telah menarik perhatian para penjaga. Dalam beberapa menit ia telah menceburkan dirinya kedalam air. Ia segera berenang menyusul putri Xiu Min begitu kepalanya menyembul ke permukaan. Saluran pembuangan yang mereka lalui memiliki beberapa cabang, hal tersebut menimbulkan kebingungan di antara keduanya.
“Terowongan mana yang akan kita lalui?” tanya putri Xiu Min. Ia melayangkan tatapan kebingungan kepada putra mahkota Wang Wenxiao.
“Pilih terowongan yang dilalui arus angin cukup kuat.” Jawab putra mahkota Wang Wenxiao. “Lewat sini.” Ajaknya begitu menemukan terowongan yang ia maksud.
Keduanya berenang semakin jauh di dalam terowongan, menghiraukan bau busuk yang luar biasa. Mereka memecah lapisan lendir tebal di permukaan air kemudian terus berenang mengikuti arah angin. Tak jarang mereka berpapasan dengan kawanan berang-berang juga tumpukan menjijikkan yang menghalangi jalan mereka.
“Ada cahaya di depan.” Ucap putri Xiu Min. Secercah cahaya bulan masuk, memberikan penerangan ke dalam terowongan yang mereka lalui. Bebatuan tersebar di hadapan mereka membentuk tingkatan keatas hingga berakhir pada sebuah lubang berukuran cukup layaknya mulut gua. Arus angin semakin kencang menerpa wajah mereka.
“Ayo cepat naik!” putra mahkota Wang Wenxiao menjulurkan salah satu tangannya kepada putri Xiu Min, bermaksud membantunya naik ke atas bebatuan. Keduanya segera berlari melompat dari satu batu ke batu lainnya. Ketakutan setengah mati juga bahaya keputusasaan bergelayut di benak mereka. Samar-samar mereka bisa mendengar suara keributan yang di timbulkan oleh derap langkah prajurit. Rupanya kepergian mereka telah diketahui oleh seluruh penghuni istana. Tetesan air menjijikkan mengalir dari pakaian yang mereka kenakan. Sisa-sisa lendir tebal tersangkut di antara helaian rambut mereka.
“Kita hampir sampai.” Kata putri Xiu Min di antara deru napasnya.
“Kau masih kuat?” tanya putra mahkota Wang Wenxiao memperhatikan napas adiknya yang begitu tersengal.
“Tentu. Hiraukan kepayahan ku.”
Mereka berhasil naik, keluar dari mulut gua. Mereka disambut jutaan pepohonan yang tersebar di seluruh penjuru. Dahan-dahannya yang rimbun membentuk gugusan kanopi. “Kita harus menutup mulut gua ini.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao membelah keheningan. Mereka segera bergerak mengumpulkan ranting-ranting pepohonan yang berserakan di sekitar mereka. Keduanya mulai menutup mulut gua menggunakan tumpukan ranting yang mereka kumpulkan. Mereka memberi lapisan akhir berupa tumpukan daun-daun kering untuk menghalau angin masuk ke dalam gua. Hal tersebut akan mengecohkan perhatian pada prajurit yang dikerahkan untuk mencari keberadaan mereka.
“Sudah cukup, kita harus segera pergi dari sini.” Ajak putra mahkota Wang Wenxiao. Keduanya segera berlari memasuki hutan yang terbentang di hadapan mereka. Pergerakan keduanya mengakibatkan kumpulan burung-burung saling berterbangan. Mereka mengganggu satu koloni tikus yang segera menghambur mengelilingi mereka.
“Dimana kita akan bersembunyi?” tanya putri Xiu Min di sela pelariannya. Mereka sedikit memelankan langkah. “Aku belum tahu pasti mengenai hal itu.” Jawab putra mahkota Wang Wenxiao. Kekhawatiran akan tertangkap membayangi benak keduanya. Meskipun mereka tidak mempertanyakan nyali yang mereka miliki, mereka khawatir bisa dipaksa menyetujui lamaran di bawah siksaan. Tentu saja mereka tidak sanggup menjalani penganiayaan yang pernah mereka saksikan di dalam penjara bawah tanah.
“Apa kerajaan Huo telah mendengar kabar mengenai penangkapan kita?” tanya putri Xiu Min. Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pohon rindang dengan akar-akar besarnya yang menyembul ke permukaan tanah.
“Itu yang harus kita cari tahu.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao menyandarkan punggungnya pada batang pohon. “Kita bisa memutuskan tindakan berikutnya setelah berhasil keluar dari hutan ini. Ada dua kemungkinan, jika hutan ini berakhir di lereng pegunungan kita bisa melanjutkan perjalanan menuju kerajaan Huo. Namun, jika hutan ini berakhir di tepi lautan kita bisa menyeberang meminta perlindungan kepada kaisar Huan Hong di kerajaan Tao.” Lanjut putra mahkota Wang Wenxiao menjelaskan.
“Ya, jalan satu-satunya kita harus segera keluar dari hutan ini.” Ucap putri Xiu Min menanggapi. Di ufuk timur fajar baru saja menampakkan diri. Langit berwarna biru dengan semburat kemerahan berada di atas mereka.  Kabut tebal mulai turun menghambat jarak pandang keduanya. Embun pagi tampak berkilau layaknya butiran mutiara di atas dedaunan yang terpapar cahaya matahari. Setelah puas melepas penat, keduanya memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan membelah rimbunnya hutan. Hawa dingin menyusup ke dalam tulang-tulang mereka, membuat tubuh mereka menggigil karena kedinginan. Aroma busuk dari saluran pembuangan masih melekat di tubuh keduanya. Rasa haus yang teramat sangat menyiksa kerongkongan, membangkitkan jiwa untuk mendamba sumber mata air

To be continue...

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang