Chapter 8

1.5K 128 4
                                    


Suara alat musik yang mendayu memenuhi balairung istana Kerajaan Tang. Para penari wanita meliuk-liuk membuat gerakan menjulur dan mengibaskan lengan pakaian sesuai dengan irama menyuguhkan tarian Ta Ge sebagai penghormatan kepada para tamu perwakilan dari seluruh kerajaan yang berada di inkarnate. Mereka mengenakan pakaian dengan lengan panjang menjuntai sampai sebatas lutut. Sesuai penuturan Konfusius, seorang filsuf dari dinasti Han timur, Ia mengajarkan bahwa manusia harus menggunakan lengan panjang untuk menutupi tangannya. Ajaran itulah yang akhirnya diterapkan dalam beberapa tarian yang ada di kerajaan Tang. Kaisar Xingguang Zao tampak berwibawa duduk di singgasana mengamati tiap rangkaian pesta yang berlangsung secara meriah, di sampingnya permaisuri Wei Xia terlihat anggun mengenakan pakaian kekaisaran berwarna merah dengan sulaman benang emas yang membentuk motif naga. Sama seperti halnya pakaian yang dikenakan oleh kaisar Xingguang Zao. Di sebelah kiri singgasana berjajar barisan para selir kaisar Xingguang Zao yang tampak sedang mencuri pandang ke arah penguasa inkarnate kaisar Huan Hong. Kaisar Huan Hong bagaikan magnet di tengah-tengah benda yang keseluruhannya terbuat dari logam juga besi. Pesona ketampanannya mampu mengalihkan seluruh perhatian hanya tertuju ke arahnya.
"Kak, benar-benar diperlukan jiwa patung untuk berada di sisimu. Lihatlah ke sekelilingmu! semua mata hanya tertuju ke arahmu." Bisik pangeran Zhang Jinzi menyikut lengan kakaknya. Kaisar Huan Hong hanya memandang sekilas ke arah adiknya, ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab perkataan tersebut.
"Hingga kini aku belum melihat sosok putri kaisar Xingguang Zao yang dielu-elukan kecantikannya oleh seluruh rakyat. Apa kau sudah melihatnya?" Pangeran Zhang Jinzi kembali bertanya, menghiraukan sikap acuh kaisar Huan Hong.
"Lihatlah ke arah jarum jam, kau akan menemukannya." Kali ini kaisar Huan Hong tidak lagi berdiam diri. Ia merespon, memberikan arahan kepada pangeran Zhang Jinzi.
"Apa yang kau maksud putri Xian?" Tanya pangeran Zhang Jinzi dengan nada keheranan. Apa kakakku sudah gila? Kenapa dia mengarahkanku pada putri Xian? Pikirnya.
"Pupuskan harapanmu. Kau sudah melihat dengan kedua Indra penglihatanmu sendiri, demi Dewa dia sudah memiliki tunangan." Gumam kaisar Huan Hong penuh kesungguhan.
"Ku akui kau memang tampan kak. Hanya saja, kadang kau juga sedikit tolol. Bukan dia yang aku maksud. Tapi putri...? Putri...? Entah, aku lupa dengan namanya. Intinya bukan putri Xian yang aku cari." Pangeran Zhang Jinzi mendengus, terlihat sedikit kesal.
"Bukan putri Xian?” Kaisar Huan Hong menahan diri untuk tidak tertawa. “Coba, lihatlah ke sisi kanan! Wanita yang mengenakan hanfu biru. Apa dia putri yang kamu maksud?"  Selidiknya.
"Hahhh? Apa kau sedang bergurau? Apa kau memang sengaja ingin mengerjaiku?" Pangeran Zhang Jinzi tersenyum kecut menatap sosok wanita yang saat itu sedang tersenyum lebar kearahnya. Wanita tersebut mengenakan hanfu berwarna biru dengan segala macam perhiasan melekat pada tubuhnya. Bibirnya yang begitu tebal ia bubuhi pewarna bibir berwarna  merah darah semakin menonjolkan bentuk bibirnya. Kedua pipinya yang menggembung terkesan lebam efek dari perona pipi yang terlalu banyak ia poleskan.
"Aku tidak pernah bergurau. Kau pun sudah pasti mengetahuinya. Kaisar Xingguang Zao hanya memiliki dua orang putri. Putri Xian juga dia, namanya putri Liu Fang. Jika bukan mereka siapa lagi wanita yang kau maksudkan?" Tanya kaisar Huan Hong memutar bola matanya.
"Yang jelas bukan mereka, ada lagi putri yang lain dari kaisar Xingguang Zao." Ucap pangeran Zhang Jinzi dengan bibir mengerucut. Ia bertopang dagu dengan salah satu tangannya pada bangku yang tengah ia duduki. Moodnya tiba-tiba saja berubah menjadi buruk dalam beberapa menit.
Kaisar Xingguang Zao menggelar pesta selama tiga hari tiga malam. Ia menyiapkan tempat penginapan bagi seluruh tamu undangannya selama acara tersebut di langsungkan. Sebenarnya hal tersebut ditujukan agar putrinya Xiu Min memiliki kelonggaran waktu untuk memikat hati kaisar Huan Hong.
Di barisan kedua para tamu, terlihat perwakilan dari kerajaan Mao. Kaisar Huang Yan beserta orang kepercayaannya yang saat itu terlihat begitu asyik, bergurau dengan beberapa wanita penggoda yang duduk mengelilinginya. Di barisan berikutnya kaisar Chen Guang dari kerajaan Shui tengah menikmati jamuan arak terbaik yang di suguhkan oleh para dayang. Sebagai pelengkapnya seorang wanita tampak bergelayut manja pada dirinya. Pada barisan ke lima kaisar Baozhai dari kerajaan Huo. Tidak jauh berbeda dengan kedua kaisar sebelumnya, kini kaisar Baozhai berada di antara para harem yang ia bawa. Salah satu harem di antaranya sedang menuangkan arak terbaik ke dalam cawan keramik berukuran rendah. Gelak tawa juga candaan keluar dari tiap-tiap mulut, memenuhi segala penjuru balairung istana.
Pada barisan terdepan, pangeran Zhang Jinzi dengan susah payah menelan air liurnya. Dahaga mulai menyelimuti kerongkongannya. Perlahan ia memutar kepalanya ke belakang, kedua bola matanya menangkap sesuatu yang mampu meledakkan amarahnya. Bagaimana tidak? Di belakangnya tiap tamu undangan sedang bersenang-senang, menikmati aneka jamuan yang beragam. Meneguk arak terbaik yang di suguhkan di tiap-tiap meja. Lalu bagaimana dengan dirinya? Hanya sekilas pangeran Zhang Jinzi menolehkan kepalanya ke belakang. Ia kembali mengarahkan tatapannya ke depan, menatap meja kosong yang teronggok di hadapannya.
"Kak, aku tidak akan marah jika suatu saat kau akan membinasakan kerajaan ini. Tidakkah kau lihat, tidak ada satu pun jamuan yang terhidang di meja kita. Kerongkongan ku diliputi oleh dahaga. Di belakang, seluruh tamu undangan dengan khusyuknya menikmati arak terbaik yang terhidang di atas meja masing-masing. Sedangkan kita? Kita hanya bisa menelan air ludah." Gerutu pangeran Zhang Jinzi.
"Kau benar. Para dayang tidak bisa melakukan tugas mereka sebagaimana mestinya. Mereka tidak bisa melayani tamu kehormatan dengan baik." Kata kaisar Huan Hong membenarkan perkataan adiknya.
"Kali ini kau sepakat dengan pendapatku? Sebuah kemajuan.” Detik itu pula pangeran Zhang Jinzi mengulas senyum lebarnya.

***

Di paviliun utara putri Xiu Min masih saja termenung di tempatnya. Ia menimbang-nimbang sebuah tusuk rambut yang berada di genggaman tangannya. Pikirannya mengembara, berlabuh pada kejadian delapan tahun silam. Tahun di mana ia masih berguru pada tabib Chou bersama Zhang Yiuhuan.
"Venus!" Teriak seorang lelaki dari sisi yang berlawanan.
Putri Xiu Min memalingkan wajahnya ke belakang, mendapati Zhang Yiuhuan dengan gaya khasnya menghampirinya sembari menyunggingkan cengiran lebarnya. "Kau mengataiku? Kau memanggilku sebagai makhluk planet?" Ucap putri Xiu Min dengan perubahan emosi pada wajahnya.
"Bukan, bukan begitu maksudku. Kemarilah, aku membawa sesuatu untukmu." Seru Zhang Yiuhuan sambil mengangkat tinggi-tinggi sebuah kotak di atas kepalanya. Melihat Zhang yang saat itu tengah melambaikan sesuatu kepada dirinya, putri Xiu Min mulai mendekat. Mengikis jarak di antara keduanya.
"Ini untukmu, bukalah!" Ucap Zhang. Ia menyodorkan sebuah kotak ke hadapan putri Xiu Min dengan kedua matanya yang berbinar.
Ada sebuah keraguan di benak putri Xiu Min. Untuk beberapa saat ia hanya menatap enggan kotak tersebut. "Aku tidak mau! Terakhir kali kau memberiku sebuah kotak, aku buka di dalamnya berisi seekor katak. Aku tidak akan tertipu untuk yang kesekian kalinya." Sungut putri Xiu Min berapi-api.
"Yakinlah, kali ini aku tidak sedang mengerjaimu. Besuk hari terakhir aku berada di kediaman tabib Chou. Anggap saja ini sebuah kenang-kenangan dariku." Kata Zhang Yiuhuan meyakinkan.
"Sudah aku katakan, aku tidak mau membukanya!"
"Tidak bisakah kau mempercayaiku?"
"Tidak bisa. Kau tidak cukup meyakinkan untuk bisa ku percayai."
"Harus dengan cara apa aku menjelaskannya Venus? Besuk aku akan pergi. Aku hanya ingin memberikan sebuah kenang-kenangan untukmu.”
“Kau benar-benar akan pergi?”
“Ya. Sebenarnya ini begitu sulit untukku. Tapi, aku benar-benar harus pergi meninggalkanmu.”
“Kau hanya berbohong. Kau tidak akan pernah pergi meninggalkanku.”
“Venus, maafkan aku. Aku harus pergi. Namun sebelumnya, kau harus membuka kotak ini di hadapanku.”
Putri Xiu Min masih saja terpaku di tempatnya. Terjadi sebuah pergolakan batin di dalam dirinya.
“Baiklah, jika kau masih tidak mau mempercayaiku aku akan membukakannya untukmu." Zhang Yiuhuan membuka simpul pengikat kotak berwarna merah marun yang berada di tangannya. Perlahan ia membuka penutup kotak tersebut. Di dalam kotak terdapat sebuah tusuk rambut berbentuk bunga magnolia berlapiskan emas. Putri Xiu Min terbelalak untuk beberapa saat setelah menatap isi dari kotak tersebut.
"Sudah aku bilang aku tidak berbohong. Ambillah!" Perintah Zhang Yiuhuan.
"Itu untukku?" Tanya putri Xiu Min menyiratkan sikap malu-malu kucingnya.
"Ya, ini untukmu." Tegas Zhang Yiuhuan.
"Jika kau ingin tahu, aku sangat menyukainya. Ngomong-ngomong mengapa kau sering memanggilku venus?" Putri Xiu Min mengambil tusuk rambut tersebut dari dalam kotak, kemudian ia menyelipkannya di antara gulungan rambutnya.
"Tidak tahukah? Venus merupakan bintang tercantik yang pernah aku lihat di jagat raya ini. Sama sepertimu, kau wanita tercantik yang pernah aku temui." Ucap Zhang Yiuhuan dengan percaya diri. Mendengar ucapannya kedua pipi putri Xiu Min mulai merona, kupu-kupu seolah sedang berterbangan di atas kepalanya. Dewi-dewi asmara rupanya sedang berebut melemparkan sekeranjang kelopak bunga mawar ke arahnya.
"Ampun tuan putri, apa putri Xiu Min sudah siap?" Perkataan dayang Yihua menarik kembali putri Xiu Min ke dunia nyata.
"Oh... Ya. Aku sudah siap." Ucapnya sedikit tergagap. Dengan tergesa putri Xiu Min menyelipkan tusuk rambut pemberian Zhang Yiuhuan di atas jalinan rambutnya. Untuk terakhir kalinya ia memeriksa penampilannya di depan cermin, kemudian keluar menyusul barisan para dayang yang telah bersiap membawa beberapa macam jamuan di atas nampan yang terbuat dari kuningan.
Putri Xiu Min memimpin barisan. Mereka mulai berjalan menyusuri lorong-lorong menuju balairung di istana utama. Begitu mereka memasuki balairung istana, semua perhatian para tamu undangan hanya tertuju ke arah putri Xiu Min. Tak terkecuali pangeran Zhang Jinzi juga kaisar Huan Hong.
Sama seperti halnya hari-hari biasanya, putri Xiu Min selalu terlihat cantik dalam segala kesempatan. Memukau tiap mata yang memandang dengan langkah anggunnya yang begitu memukau. Menghiraukan seluruh tatapan kagum yang hanya ditujukan ke arahnya, putri Xiu Min terus berjalan menuju barisan utama para tamu undangan. Beberapa waktu yang lalu ayahandanya kaisar Xingguang Zao telah memberikan arahan kepada dirinya mengenai tempat dimana ia harus meletakkan jamuannya.
"Ya dewa... Apa dia putri kaisar Xingguang Zao? Kak, lamarkan dia untukku." Bisik pangeran Zhang Jinzi di cuping telinga kakaknya.
"Kak... Dia menuju ke arah kita. Apa dia akan memberikan sebuah ciuman sambutan untukku. Oh, Tidak. Tidak.  Maksudku, apa dia akan melayani kita." Ralat pangeran Zhang Jinzi segera menghalau segala fantasi yang memenuhi kepalanya. Ia terus memusatkan perhatiannya  ke arah putri Xiu Min. Seakan enggan untuk terlewatkan barang sedetik pun.
Putri Xiu Min memelankan langkahnya begitu ia telah tiba di hadapan tamu undangan yang di maksudkan oleh ayahandanya. Ia membungkukkan badannya dengan anggunnya memberikan salam penghormatan kepada kaisar Huan Hong dengan kedua tangan yang ia satukan di depan dada.
"Hormat Xiu Min kepada yang mulia kaisar Huan Hong." Ucap putri Xiu Min dengan kepala tertunduk. Kaisar Huan Hong sedikit terperangah ketika mendengar nama gadis venusnya disebutkan. Ia menatap sekilas wanita yang kini sedang memberikan salam penghormatan kepada dirinya.
Tidak mendengar sebuah jawaban keluar dari mulut sang kaisar, putri Xiu Min mendongakkan wajah. Ia mulai menuangkan teh hasil racikannya ke dalam cawan keramik. Ketika dia akan memberikan cawan teh tersebut kepada kaisar Huan Hong, tiba-tiba saja seorang lelaki yang saat itu duduk tepat di samping sang penguasa inkarnate menahan pergelangan tangannya.
"Terimakasih cantik. Teh pertama ini pastilah untukku." Ucap pangeran Zhang Jinzi dengan senyum terkembang membingkai wajahnya.
"Tentu saja tuan, teh ini untuk tuan." Ucap putri Xiu Min dengan nada kesal yang ia samarkan. Ia bermaksud memberikan cawan tehnya kepada pangeran Zhang Jinzi. Namun, saat pangeran Zhang Jinzi hendak menerima cawan tersebut dengan sengaja putri Xiu Min menjatuhkan cawan tehnya tepat di hadapan pangeran Zhang Jinzi. Sontak, teh yang berada di dalam cawan tersebut tumpah membasahi pakaian yang di kenakan pangeran Zhang Jinzi.
"Ampuni hamba tuan, hamba tidak sengaja untuk menumpahkannya. Hamba akan segera menggantinya." Ucap putri Xiu Min di buat-buat.
"Tidak apa-apa putri Xiu Min, hiraukan kekacauan ini. Panggil aku Jinzi." Pangeran Zhang Jinzi sedikit meringis menahan rasa panas di kulitnya. Ia menyeka tumpahan air teh pada lengan pakaiannya sesegera mungkin.
Dengan sedikit menahan tawa putri Xiu Min menuangkan teh pengganti kepada pangeran Zhang Jinzi. Mengalihkan pandangannya dari tuan pemicu onar, ia mulai menuangkan teh berikutnya kepada kaisar Huan Hong. Dengan menampilkan senyuman terbaiknya ia mengangsurkan secawan teh racikannya ke hadapan kaisar Huan Hong menggunakan nampan kecil yang terbuat dari rotan.
Kaisar Huan Hong mengambil cawan teh dari atas nampan dengan gaya khasnya ala bangsawan. Dengan mata yang terpejam ia menghirup kuat-kuat aroma teh yang sarat akan rempah-rempah. "Aku sangat mengenal aroma teh ini." Gumamnya dalam hati. Secara perlahan ia mulai menyesap  teh tersebut hingga isinya tandas, setelahnya ia kembali meletakkan cawan tehnya di atas nampan."Sambutan yang cukup menarik putri Xiu Min." Ucap kaisar Huan Hong sebelum putri Xiu Min  berbalik. Putri Xiu Min hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman. Selanjutnya ia melanjutkan langkahnya menuju singgasana ayahandanya, kaisar Xingguang Zao.
Pandangan kaisar Huan Hong terus terfokus pada tusuk rambut yang terselip di antara jalinan rambut putri Xiu Min ketika ia berjalan membelakanginya. Perhiasan tersebut mengingatkan dirinya pada memori delapan tahun yang telah silam.

"Kau telah menciptakan sebuah kekacauan!" Bisik kaisar Xingguang Zao pada putrinya Xiu Min yang kini telah duduk di samping singgasananya.
"Hanya kekacauan kecil ayahanda." Putri Xiu Min menjawab dengan suara yang ia pelankan.
"Kekacauan kecil? Membiarkan tamu kehormatan kita menahan dahaga kau bilang kekacauan kecil? Dengan sengaja menumpahkan air minum di hadapan penguasa inkarnate kau bilang kekacauan kecil?"
"Ampuni hamba ayahanda, hamba tidak bermaksud seperti itu." Putri Xiu Min tercekat mendengar penuturan yang di tuduhkan kaisar Xingguang Zao.
"Aku ingin kau segera memperbaikinya, bagaimana pun caranya! Kau hanya memiliki waktu tiga malam untuk mendapatkannya. Jangan sampai melewatkannya putriku."
"Baiklah ayahanda, hamba akan memperbaikinya." Ucap putri Xiu Min meyakinkan. Entah mengapa duduk di samping singgasana ayahandanya yang sedang marah bagaikan saat ini ia sedang berada di kursi terdakwa persidangan. Bagaimana ia harus memperbaikinya jika perangai kaisar Huan Hong sedingin itu? Batinnya.
Rangkaian acara yang berlangsung di balairung istana terasa sangat membosankan bagi putri Xiu Min. Dirinya akan sangat berterimakasih jika saat ini ia di perbolehkan untuk kembali menuju kediamannya. Masuk ke dalam biliknya yang nyaman, tidur nyenyak dengan mendekap erat bantal kesayangannya. Hufftt... Bukannya malah berada di tempat seperti ini, yang mengharuskan dirinya duduk anggun dengan segala mata yang menatap tajam ke arahnya layaknya dirinya seorang zombie.
"Tampan... Ku perhatikan, tadi kau sempat menatap ke arahku. Apa kau tertarik dengan diriku?" Seru putri Fang-Fang menghampiri pangeran Zhang Jinzi yang sedang asyik mengunyah anggur hijaunya.
"A...Apa kau berbicara dengan diriku putri Liu Fang?" Pangeran Zhang Jinzi tergagap. Perasaannya begitu kalut ketika mengetahui putri Liu Fang berjalan semakin mendekat ke dirinya. Ia menolehkan kepalanya ke sisi kanan serta kiri, mencoba untuk menemukan makhluk lain di dekatnya.
"Kau sudah mengetahui namaku? Tentu saja aku berbicara denganmu pangeran Jinzi, kau itu sangat lucu." Tutur putri Fang-Fang dengan kemanjaannya. Ia mencoba untuk menggapai pipi kanan pangeran Zhang Jinzi dengan cubitannya.
"Begitukah?" Jawab pangeran Zhang Jinzi berusaha menghindar dari jemari liar putri Fang-Fang. Sungguh terkutuk gadis ini, segera enyahkan jemarimu dari wajah tampanku! Batin dirinya.
"Ya... Kurasa kita akan menjadi pasangan yang sangat cocok. Sama sepertimu aku juga pecinta binatang."
"Pecinta binatang? Maaf putri Liu Fang aku tidak mengerti dengan perkataanmu."
"Kita memiliki hobi yang sama! Aku juga pecinta binatang, sama sepertimu. Aku pastikan diriku bisa menjaga dengan baik burungmu."
"Menjaga burungku?"  Gadis ini pasti sudah salah makan. Batin pangeran Zhang Jinzi tidak habis pikir.
"Kau aneh sekali. Ya... Aku bisa menjaga burungmu. Ibuku bilang jika semua pangeran di kerajaan Tao lebih memilih untuk menjaga burungnya daripada bersenang-senang dengan seorang wanita. Kali ini kau tidak perlu cemas lagi menjaga burungmu. Karena aku akan bisa menjaganya, dan kau juga bisa bersenang-senang dengan diriku." Jelas putri Fang-Fang dengan kepolosan yang tak tertahankan. Di hadapannya, pangeran Zhang Jinzi mulai panas dingin mendengar penuturannya.
"Putri Liu Fang, aku tidak mengerti burung yang mana yang kau maksudkan. Asal kau tahu, aku tidak memiliki burung peliharaan. Aku juga tidak pernah cemas menjaga burungku!" Gerutu pangeran Zhang Jinzi menegaskan. Suaranya cukup lantang hingga menarik perhatian para tamu undangan. Tidak bisa dihindari, kini seluruh perhatian seluruh tamu undangan hanya tertuju kearah keduanya.
"Hahaha..." Suara gelak tawa keluar dari mulut putri Xiu Min. Ia tidak bisa menahan rasa gelinya mendengar perdebatan konyol antara pangeran Zhang Jinzi juga saudara tirinya putri Fang-Fang. Bahkan karena terlalu hanyut dalam tawanya, dirinya tidak menyadari jika kini semua pandangan para tamu undangan menjadi beralih ke arahnya.
Bodoh! Apa yang sudah aku lakukan? Ujar dewi batinnya begitu dirinya tersadar akan keadaan di sekelilingnya."Maaf..." Ucap putri Xiu Min dengan intonasi garing. Ia menolehkan kepalanya kesamping menangkap seringaian ayahandanya yang mengintimidasi.
"Wah, selain parasnya yang cantik ternyata tawanya juga sangat renyah." Terdengar sepintas suara desas desus dari barisan belakang para tamu undangan.
" Pangeran Jinzi hamba meminta maaf atas kelancangan putri hamba Liu Fang. Hamba rasa ini hanya sebuah kesalah pahaman. Mohon pangeran Jinzi memberikan ampunan." Ratap selir Li Mei berusaha meminta ampunan kepada pangeran Zhang Jinzi. Ia menggamit lengan putrinya penuh proteksi.
"Tentu selir Li Mei, aku mengampuninya. Kau benar, ini hanya sebuah kesalah pahaman." Mendengar perkataan pangeran Zhang Jinzi, selir Li Mei menganggukkan kepala sebagai tanda terimakasih. Ia merengkuh bahu Fang-Fang kemudian memberikan isyarat kepada putrinya untuk segera meninggalkan tempat tersebut.
"Ibu, tolong jelaskan kepadanya burung mana yang ibu maksud! Dia sepenuhnya belum memahami perkataanku." Putri Fang-Fang masih saja bersikeras dengan persepsinya. Dirinya terus memberontak berusaha untuk melepaskan diri dari kungkungan erat ibunya.
"Fang-Fang ayolah... Nanti aku jelaskan di luar." Bujuk selir Li Mei kepada Fang-Fang yang terus merajuk.
Suasana di balairung istana menjadi sedikit canggung setelah kejadian tersebut.  Pangeran Zhang Jinzi kembali berkutat dengan kesibukan barunya merayu kaisar Huan Hong. Hanya saja usahanya tidak membuahkan hasil karena kaisar Huan Hong lebih memilih untuk memfokuskan diri mendengarkan permainan Guzheng seniman istana.
Beberapa saat setelahnya sebuah perbincangan hangat terjadi di antara  para tamu undangan yang terdiri dari para kaisar juga kaum bangsawan. Mereka semua telah mencapai sebuah kesepakatan untuk bertaruh, mengirimkan lamaran secara bersamaan kepada kaisar Xingguang Zao untuk meminang putri Xiu Min. Mereka juga bersepakat, akan mengirimkan hadiah kepada siapa pun yang nantinya akan memenangkan lamaran tersebut.

***

"Kaisar Huan Hong!"
Seru seseorang dari arah belakang membuat kaget keduanya. Secara bersamaan kaisar Huan Hong beserta pangeran Zhang Jinzi menolehkan kepalanya ke belakang mencari sumber suara. Mereka saling pandang begitu mendapati sosok putri Xiu Min yang berdiri hanya beberapa meter dari tempatnya di depan gerbang penginapan.
"Putri Xiu Min, ada perlu apa putri Xiu Min datang ke tempat ini?" Ucap pangeran Zhang Jinzi memperlihatkan rasa senangnya atas kehadiran putri Xiu Min.
Putri Xiu Min semakin berjalan mendekat menghampiri keduanya. Ia berdiri tepat di sisi kanan kaisar Huan Hong. Dirinya terlihat mengatur napas sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan yang diajukan pangeran Zhang Jinzi. “Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.”
Di sekeliling mereka beberapa prajurit tengah berjaga di sisi kanan kiri gerbang. Lampion berwarna kuning kemerahan tampak tergantung pada tiap sisi penginapan. Antara penginapan satu dengan penginapan lainnya dibatasi pagar tembok yang menjulang cukup tinggi.
"Hormat hamba yang mulia, kedatangan hamba kemari hendak meminta maaf atas kekacauan yang telah hamba perbuat beberapa waktu yang lalu." Putri Xiu Min berucap dengan kepalanya yang tertunduk.
"Putri Xiu Min, bukankah tadi aku sudah mengatakan kepada dirimu untuk melupakan kekacauan itu?" Sahut pangeran Zhang Jinzi seraya mencuri pandang pada bola mata putri Xiu Min yang sebening kristal.
"Adikku sudah menjawab permohonan maafmu, urusanmu untuk datang ke tempat ini telah selesai." Tegas kaisar Huan Hong.
Putri Xiu Min bergeming di tempat. Merasa kecewa mendengar perkataan kaisar Huan Hong yang begitu menusuk.
"Hamba rasa malam ini yang mulia sedang membutuhkan seorang teman?" Bodoh! Apa yang aku ucapkan? Aku terkesan seperti wanita murahan. Tolol! Kendalikan ucapanmu! Dewi batin putri Xiu Min terus memprotes.
Kaisar Huan Hong hanya menatap wajah putri Xiu Min sekilas, selebihnya ia melangkah pergi meninggalkan putri Xiu Min yang masih terdiam di tempatnya.
"Tunggu!" Seru putri Xiu Min. Mencoba untuk menghentikan langkah kaisar Huan Hong. Usahanya berhasil karena pada saat itu juga kaisar Huan Hong menghentikan langkahnya meski ia tidak berbalik menghadap putri Xiu Min. Dengan berani putri Xiu Min berjalan mendekat. Namun, baru dua langkah ia berjalan tiba-tiba saja kaisar Huan Hong berbalik membuat gerakan menyerang ke arah dirinya lengkap dengan sebuah pedang yang sudah ia cabut dari tempatnya. Gerakannya tidak bisa diprediksi, putri Xiu Min dibuat terperanjat akan perubahan sikapnya. Pada menit berikutnya kaisar Huan Hong mengayunkan pedang ke arahnya, dengan sigap putri Xiu Min menghindar kemudian menangkis serangan yang di tujukan pada dirinya dengan gerakan yang tidak kalah cepat.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya putri Xiu Min berapi-api. Tidak mengerti dengan perubahan sikap kaisar Huan Hong terhadap dirinya.
"Menyerangmu!"  Jawab ketus kaisar Huan Hong, ia tetap melakukan serangkaian serangan kepada putri Xiu Min. Tak kalah lincah, putri Xiu Min terus menghindar dari serangan kaisar Huan, ia melompat ke sisi gerbang dan dengan gesitnya mencabut salah satu pedang milik prajurit. Kini keduanya telah imbang, sama-sama menyerang menggunakan senjata. Suara pedang saling beradu membelah kesunyian dengan durasi waktu yang cukup lama. Keduanya saling melemparkan tatapan tajam satu sama lain. Dari sorot matanya bisa di simpulkan jika keduanya sama-sama saling menyuarakan “akulah yang akan menang!”
Prajurit yang berjaga di sekitar penginapan hanya bisa saling pandang memberikan tatapan penuh tanya, tak ada satupun dari mereka yang berani untuk melerai ataupun menghentikan perhelatan yang sedang berlangsung. Dengan sigap kaisar Huan Hong menyabetkan pedangnya dari bawah, serangannya tertuju pada kaki jenjang putri Xiu Min. Akan tetapi tak kalah cepat putri Xiu Min melompat membuat gerakan memutar di udara, serangan kaisar Huan Hong tidak mengenai sasaran.
"Perhelatan yang cukup menarik putri Xiu Min." Ucap kaisar Huan Hong seraya menyarungkan kembali pedangnya pada tempatnya. Di hadapannya putri Xiu Min baru saja berhasil mendarat berpijak pada tanah dengan pedang yang masih tergenggam erat di tangan kanannya. Napasnya terdengar memburu dengan beberapa anak rambutnya yang berterbangan terkena hembusan angin.
"Sangatlah tidak pantas apabila seorang putri  mengunjungi penginapan seorang lelaki di malam hari tanpa adanya sebuah pengawalan." Kata kaisar Huan Hong dengan sebuah emosi yang tidak terbaca. Ia memberi salam penghormatan kepada putri Xiu Min sebelum akhirnya dirinya berbalik meninggalkan halaman penginapan.
Sepeninggal kaisar Huan Hong putri Xiu Min mulai menurunkan pedangnya ke atas tanah. Ia menengadahkan wajahnya ke langit dengan kedua matanya yang terpejam. Zhang… Ucapnya dalam hati.


Zhang Yiuhuan

Pisau yang di gunakan untuk mengebiri seorang Kasim.

To be continue...

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang