Chapter 30

217 20 6
                                    

Ingat, jangan lupa vote biar aku makin semangat buat update! 😂😉

Putri Xiu Min menatap nyalang pada mayat-mayat yang bergelimpangan akibat pertempuran. Bau anyir darah memenuhi rongga hidungnya, menimbulkan rasa mual yang begitu bergejolak di dalam perutnya. Pertempuran tersebut menyisakan lima orang awak kapal yang kini tengah membebat beberapa luka pada tubuhnya dengan robekan kain dari pakaiannya. “Kau menghabisi mereka semua?” Ujar putri Xiu Min dengan emosi yang terpancar dari kedua matanya. Ia sungguh tidak habis pikir dengan lelaki yang kini berdiri di hadapannya. Bagaimana bisa ia berlaku ceroboh, tidak menyisakan seorangpun dari mereka untuk sekedar dikorek informasinya?
“Tidakkah kau berpikir untuk berterimakasih kepadaku alih-alih menanyakan pertanyaan konyol itu?” Ucap kaisar Huan yang kini memilih untuk berdiri membelakangi gadis venusnya. Sungguh sebuah pertemuan yang tidak terduga untuk yang kedua kalinya. Pikirnya.
Putra mahkota Wang Wenxiao beserta Angin Topan yang saat itu mulai merasakan adanya ketegangan diantara keduanya segera menyela. Dengan langkah mantap ia menghampiri sang penguasa inkarnate yang secara mengejutkan telah menjadi dewa penolongnya kali ini. “Hormat kami kaisar Huan Hong. Sungguh merupakan sebuah keberuntungan kami mendapatkan pertolongan tak terduga dari yang mulia.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao penuh ketenangan.
“Sebuah keberuntungan juga bisa bertemu kalian di tempat ini.”
“Kami sangat berterimakasih atas pertolongan yang mulia. Lebih tepatnya kami berhutang nyawa atas pertolongan tersebut. Maafkanlah adik hamba yang dengan lancangnya telah berucap kurang ajar kepada yang mulia.”
“Tidak seharusnya kakak pertama berucap seperti itu kepada makhluk seceroboh dirinya. Demi Dewa, Ia telah membinasakan seluruh penyerang. Tidak menyisakan seorang pun untuk kita tanyai. Banyak hal yang belum kita ketahui perihal penyerangan ini. Perihal harta terpendam yang terdapat di pulau ini, juga mengenai identitas mereka. Kita belum mendapatkan informasi tersebut karena kecerobohannya.”
“Xiu Min, jaga bicaramu. Melihat kau bisa selamat terhindar dari lelaki biadab itu sudah merupakan keberuntungan.”
“Tapi kak”
“Cukup!”
“Biarkanlah adikmu yang keras kepala itu melanjutkan perkataannya putra mahkota Wang. Aku rasa perkataannya ada benarnya.”
“Apa. Kau menyebutku keras kepala?”
“Ya, memang kenyataannya seperti itu.”
“Beraninya kau!”
“Tentu saja aku berani. Aku seorang penguasa inkarnate. Jangan lupakan mengenai hal itu. Kuakui semua pertanyaan yang bersarang di dalam otakmu itu ada benarnya. Sudah sepantasnya kalian mengorek informasi dari salah satu diantara mereka. Namun, kau tidak bisa seenaknya mengatai diriku ceroboh karena aku telah mengetahui semua jawaban dari seluruh pertanyaanmu itu.”
“Benarkah?”
“Kau meragukan informasi yang akan keluar dari mulutku putri Xiu Min?”
“Bukan seperti itu maksudku. Aku hanya tidak menyangka jika kau telah mengetahui semuanya.”
***
Malam itu kaisar Huan memilih untuk menyelinap ke pulau terkutuk seorang diri. Beruntung ia telah tiba di pulau tersebut sebelum badai menerjang. Dengan berbekal selembar peta yang menunjukkan lokasi dimana berlian-berlian kekayaan pulau tersebut berada, kaisar Huan mulai menelusuri setiap penjuru pulau tersebut.
Keputusannya untuk mengunjungi pulau tersebut seorang diri ia rasa merupakan sebuah keputusan yang sudah tepat. Karena dengan melibatkan banyak orang dalam menangani kasus pulau tersebut hanya akan menimbulkan perkara baru terkait keserakahan dan perebutan hak kepemilikan, mengingat maraknya pengkhianatan yang telah terjadi di dalam istana sebelumnya.
Kaisar Huan menghentikan langkahnya ketika tiba di sebuah ceruk yang cukup besar yang terdapat di sisi barat pulau. Samar-samar dirinya bisa mendengar suara perbincangan yang berasal dari dalam sebuah bangunan yang berada di tengah ceruk.
“Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Semua telah tersamarkan.” Suara gelak tawa mengiringi suara parau yang langsung saja teredam oleh suara gemuruh dari arah pantai. Kaisar Huan segera merunduk begitu angin kencang mulai menerjang sekelilingnya. Ia segera berguling, masuk ke dalam sebuah parit yang terletak tidak jauh dari jangkauannya. Dirinya berada dalam posisi tiarap begitu pusaran badai mulai melintasinya. Menerbangkan jutaan butiran pasir juga kerikil yang sesekali sempat menggores permukaan kulitnya yang tidak terlindungi oleh pakaiannya. Air pantai yang meluap mengguyur seluruh punggungnya. Membasahi setiap jengkal pakaian yang ia kenakan.
Kedua indra pendengaran kaisar Huan kembali menangkap beberapa suara makian yang berasal dari dalam bangunan seiring dengan berlalunya sang badai. Tidak. Kali ini suara tersebut berasal dari bawah tubuhnya. Tepatnya di dalam tanah. Untuk meyakinkannya Kaisar Huan menempelkan salah satu telinganya pada permukaan tanah yang berada di bawahnya. Ia menajamkan pendengarannya, menangkap suara apapun yang berasal dari dalam tanah. Suara langkah kaki yang menuruni undakan tangga begitu jelas tertangkap indra pendengarannya. Disusul suara air yang berkecipak seolah terkena hempasan dayung.
Kaisar Huan segera beranjak dari dalam parit begitu suara-suara dari dalam tanah telah menghilang digantikan sebuah keheningan. Dengan langkah siaga ia menyusup ke dalam bangunan yang berada di tengah ceruk. Penglihatannya segera memindai setiap objek yang berada di dalam bangunan tersebut. Sepintas tidak ada yang menarik. Bangunan tersebut hanya berisi tumpukan kayu bakar, gulungan jerami kering, sebuah pembaringan, setengah keranjang ikan yang mulai membusuk juga sisa-sisa pembakaran. Lantas kemana perginya mereka? Pikir kaisar Huan.
Beberapa saat kemudian kaisar Huan telah meneliti setiap benda yang terdapat di dalam ruangan tersebut. Dirinya berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa menghubungkannya menuju ruangan tersembunyi yang berada di bawah tanah. Ia menghiraukan rasa tidak nyaman pada tubuhnya yang diakibatkan oleh guyuran air laut ketika badai menerjang. Ia hampir merasa frustasi sebelum akhirnya kedua matanya menangkap sebuah simbol yang tersamarkan oleh noda pada salah satu kaki pembaringan. Tidak membuang waktu kaisar Huan segera menghampirinya. Ia bisa mengenali simbol tersebut dengan baik. Simbol pengenal yang dimiliki oleh keluarga inti bangsawan Seung.
Kaisar Huan terdiam sejenak. Memikirkan bagaimana kinerja mesin penggerak yang ditandai simbol tersebut. Ia mencoba untuk menekan simbol tersebut. Namun, tidak ada reaksi sama sekali. Setiap benda yang berada pada ruangan tersebut tidak mengalami pergeseran. Kaisar Huan mencoba untuk mengangkat kaki pembaringan, tapi pembaringan tersebut tidak bisa diangkat sama sekali. Pembaringan tersebut seolah sudah tertanam pada lantai. Pantang untuk menyerah kali ini kaisar Huan mencoba untuk memutar kaki pembaringan tersebut. Dan benar saja, terdengar bunyi klik sebelum akhirnya pembaringan tersebut berderak kebawah. Menampilkan sebuah lubang dengan undakan tangga yang terbuat dari kayu menjorok ke tengah ruangan. Lega dengan penemuannya, kaisar Huan segera beranjak turun menuruni tangga penghubung yang membawanya menuju sebuah ruangan layaknya saluran pembuangan yang berukuran cukup besar. Beberapa penerangan rupanya masih dibiarkan untuk menyala oleh penghuninya. Mempermudah kaisar Huan untuk mengakses ruangan tersebut.
“Jika bukan karena Yungjin tidak akan sudi aku memperbaiki mesin bobrok ini.” Keluh seseorang dari sisi timur yang rupanya sangat dekat dengan saluran air. Kaisar Huan melangkah menuju suara tersebut. Seketika juga langkahnya terhenti begitu kedua matanya mendapati tiruan seekor buaya yang berukuran sangat besar dengan seorang lelaki yang tampak kuwalahan untuk memasang kembali dayung penggerak pada bagian bawah buaya tiruan tersebut.
“Bunglon! Biawak! Eh.. Buaya! Habis nyawaku.”
Kaisar Huan hampir terkekeh mendengar ucapan konyol lelaki dihadapannya. Kini sisi tajam bilah pedangnya telah melekat pada tubuh lelaki tersebut. “Apa yang kau ketahui tentang benda ini!” gertak kaisar Huan pada lelaki tersebut.
“Anu... Duh ngomong apa aku ini. Ham, hamba hanya diminta untuk memperbaiki benda ini tuan.” Ucap sang lelaki dengan kedua kakinya yang telah bergetar.
“Katakan yang sebenarnya!”
“Yungjin, aduh... Yungjin tuan. Dia yang meminta hamba untuk memperbaikinya.”
“Apa hubungannya ia dengan bangsawan Seung hah?”
“Seung?”
“Katakan!”
“Anak... Anaknya tuan.”
“Oh, jadi bayi kecil itu telah menjadi seorang lelaki dewasa rupanya.”
“Bu... Bukan tuan. Bayi itu mati. Yungjin anak dari wanita simpanan Seung tuan.”
“Apa aku bisa mempercayai perkataanmu?”
“Hamba berkata jujur tuan, hamba tidak berbohong.”
“Kau kini sedang berhadapan dengan penguasa inkarnate. Jika kau berani berbohong akan aku penggal kepalamu!”
“Kepalaku, mati aku. Aduh mulut ini. Hormat hamba yang mulia, hamba tidak berani. Ampuni hamba yang mulia.” Tubuh lelaki tersebut semakin bergetar dengan hebatnya begitu mengetahui identitas kaisar Huan. Ia ambruk seketika dengan mulutnya yang masih terus saja meracau meminta ampunan.
Menghiraukan ucapan lelaki bodoh dihadapannya, kaisar Huan beralih mengambil segulung tambang yang berada di sisi buaya tiruan. Mungkin tambang tersebut sebelumnya digunakan untuk menarik benda tiruan tersebut. Kaisar Huan segera membuat simpul kemudian meraih tubuh lelaki tersebut kemudian mengikatkannya pada sisi kincir penggerak layaknya sebuah kayu bakar. “Kau akan tetap disini hingga aku kembali. Jika tidak aku akan menggilas tubuhmu menggunakan mesin ini.” Ancam sang kaisar. “Remuk tubuhku. Aduh... Amp.” Kalimat lelaki tersebut tidak terselesaikan karena segulung kain yang telah tersumpal pada mulutnya.
Kaisar Huan secepatnya meninggalkan tempat tersebut begitu pendengarannya menangkap suara senjata tajam yang saling beradu di keheningan malam. Ia keluar melalui celah kecil yang membawanya tepat di antara kumpulan bebatuan di tepi pantai. Cukup sulit untuk menyaksikan perhelatan tersebut dari tempatnya. Karenanya ia beranjak menuju sebatang pohon yang tumbuh cukup rimbun beberapa puluh meter dari tempatnya. Dengan gesit ia memanjat pohon tersebut dan menyaksikan jalannya perhelatan dari balik rimbunnya dedaunan yang menyembunyikan tubuhnya.
Venus! Venus ada disini? Aliran darah kaisar Huan memuncak begitu menyaksikan tubuh gadis venusnya diraih seorang lelaki yang dengan beraninya memasang tatapan ingin mencicipi yang begitu kentara pada kedua bola matanya. Tidak ada kata ampun untuk perbuatannya. Kaisar Huan meraih anak panah, kemudian membidikkannya tepat pada jidat lelaki tersebut sebelum lelaki tersebut berhasil membawa lari gadis venusnya.
***
Putri Xiu min terdiam menatap percikan api yang meretih di hadapannya. Ia merasa menjadi wanita terburuk sedunia setelah mendengarkan penjelasan dari sang penguasa inkarnate. Kakak pertamanya benar. Ucapannya tempo waktu memang keterlaluan. Begitu lancang. Bahkan bisa jadi tidak termaafkan.
“Rupanya sikap pendiammu telah kembali.” Sebuah suara membuyarkan lamunannya. Putri Xiu Min menoleh, ia mendapatkan sosok sang penguasa inkarnate yang telah berdiri di belakangnya dengan secawan arak yang berada di tangan kanannya. “Ampuni hamba yang mulia. Hamba benar-benar telah berlaku lancang kepada yang mulia.” Ucap putri Xiu Min dengan rasa penuh penyesalan.
“Aku lebih suka jika dirimu bersikap keras kepala di hadapanku putri Xiu Min. Bukan seperti ini. Bersikap layaknya seorang putri yang memperhatikan setiap aturan tata krama.” Ucapan kaisar Huan berhasil membuat putri Xiu Min terdiam untuk beberapa saat. Perkataan itu. “Apa kau tidak suka dengan ucapanku?” kaisar Huan kembali bertanya begitu menyaksikan gadis di hadapannya menatapnya dengan kedua matanya yang membola.
Putri Xiu Min mengerjap. “Ah maafkan hamba yang mulia. Hamba hanya teringat akan teman semasa kecil hamba. Ucapan yang mulia mengingatkan hamba akan dirinya.”
“Teman semasa kecil? Seberapa berartinya dia dalam kehidupanmu putri Xiu Min?”
“Hamba tidak bisa menjelaskannya yang mulia.”
“Meski diriku yang meminta?”
“Ya.”
“Bagaimana jika aku te....”
“Maaf yang mulia, fajar akan segera menyingsing. Hamba akan menyiapkan sesuatu untuk sarapan kita nanti.” Perkataan kaisar Huan terpotong oleh ucapan putri Xiu Min yang tiba-tiba saja telah beranjak dari duduknya. Andai kau tidak memotong perkataanku putri Xiu Min. Batin kaisar Huan. Ia menghela nafas kemudian meneguk arak pada cawannya. Menyaksikan sang mentari yang mulai menampakkan diri dari ufuk timur. Lagi-lagi sang mentari menertawakan keduanya.

To be continue yes...
Banyak-banyak vote biar lekas aku update 😊

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang