Chapter 28

528 36 17
                                    

Rasa panik putri Xiu Min mulai memuncak, ia meraba-raba lantai di bawahnya. Mencari-cari kaki meja yang tertanam ataupun benda lain yang bisa ia pergunakan untuk pegangan. Besarnya gelombang membuat tubuhnya terlempar beberapa meter dari sisi ranjangnya. Ia tengkurap di atas lantai yang permukaannya telah lembab terkena semburan air yang meluap dari dek kapal.
Saat ini putri Xiu Min berada di posisi yang sulit. Dirinya ingin berteriak sekencang mungkin untuk memanggil putra mahkota Wang Wenxiao beserta Angin Topan. Namun, ia khawatir jika suara teriakannya akan mengungkapkan identitas mereka yang sebenarnya kepada para awak kapal.
Kilatan petir yang begitu menyilaukan berkelebat, disusul suara gemuruh menggelegar. Teriakan para awak kapal yang saling bahu-membahu untuk menurunkan tingkap terdengar bagaikan lolongan genderang menuju kematian.
“Belokkan haluan. Tambatkan jangkar di pulau terdekat!” Teriak putra mahkota Wang Wenxiao kepada sang nahkoda.
“Kau tidak bisa memerintah diriku semaumu bocah, kau hanya menumpang. Tidak ada pulau di sekitar sini.”
“Tidakkah kau lihat di seberang? Ada pulau kecil tidak jauh dari jangkauan kita. Kau hanya perlu mengarahkan kapal sialan ini ke pulau tersebut! Bukannya semakin mendekatkan kapal ini ke arah pusaran badai.”
“Tidak. Kami tidak akan pernah pergi ke pulau itu. Pulau itu penuh akan kutukan!”
“Oh, Apa jika kita semua pergi kesana kita akan berubah menjadi katak?”
“Kau tidak mengerti sama sekali mengenai hal itu. Bahkan itu lebih buruk dari dugaan konyolmu barusan. Kita semua akan mati.”
“Lalu, Apa bedanya dengan kau mengarahkan kapal ini semakin mendekat ke pusat badai? Kita semua juga akan mati karenanya.”
“Lebih baik mati diterpa badai daripada mati terkena kutukan!”
Kemarahan putra mahkota Wang Wenxiao memuncak mendengarnya. Dirinya benar-benar kesal harus berdebat dengan manusia bebal di tengah kegentingan yang kini tengah mereka alami. Yang perlu mereka lakukan saat ini adalah menghiraukan mitos sialan perihal kutukan di pulau tersebut.
“Bagimu seperti itu. Namun, aku tidak akan pernah membiarkan dirimu membinasakan kami semua di tengah pusaran badai itu. Enyahlah dari kemudimu, atau benda pipih ini akan memburai ususmu.” Gertak Angin Topan. Ia mengarahkan ujung pedangnya ke perut buncit sang nahkoda.
Dengan sigap putra mahkota Wang Wenxiao segera mengambil alih kemudi. Ia berusaha sekuat mungkin melawan terpaan angin yang begitu kencang di sekitarnya, dengan tekat bulat ia mengarahkan roda kemudi menuju pulau terdekat. Menghiraukan raut sang nahkoda yang semakin pucat karena takut.
Sebagai seorang putra mahkota dirinya telah terlatih sedari dini. Putra mahkota Wang Wenxiao telah banyak dihadapkan dengan situasi yang mengancam nyawanya. Dirinya telah melakukan beberapa pelayaran untuk menuju kerajaan Tao sekedar untuk menjalin kerjasama, mewakili ayahandanya yang usianya semakin lanjut. Tak jarang, ia diserbu oleh puluhan perompak yang berusaha untuk menguasai kapalnya sewaktu berlayar di tengah laut.

***

“Apa yang kalian bawa?”
Dua orang penjaga menghentikan laju pedatinya tepat di depan pintu gerbang istana kerajaan Mao. Hari ini tepat yang ke empat kalinya Tenshing memasok persediaan daging mentah ke dalam dapur istana kerajaan Mao.
“Seperti biasanya, pasokan daging untuk dapur istana. Kalian bisa memeriksanya.” Tenshing berucap penuh ketenangan. Mendengarnya kedua penjaga memerintahkan dirinya untuk menyingkap penutup pedati. Dibukakannya simpul penutup tersebut di hadapan para penjaga, sekedar untuk memuaskan keduanya.
“Lanjut.” Perintah penjaga sambil memberikan tepukan pada leher salah satu kuda hitam yang menarik pedati tersebut.
Tenshing segera melajukan pedatinya menuju dapur istana kerajaan Mao yang bangunannya terletak di sisi timur danau wine. Ada yang tidak biasa dengan pengamatannya kali ini. Air danau wine lenyap dari pandangannya. Ratusan pekerja berada di dasar danau wine, membersihkan sisa-sisa wine juga remahan daging panggang yang membusuk di dasar danau. Para pekerja saling bahu-membahu memuat kotoran untuk dibuang ke saluran pembuangan yang berada di sisi utara danau wine.
Tenshing menghentikan laju pedatinya begitu ia telah berada di depan pintu masuk dapur istana. Aroma lezat dari makanan yang menguar di sekitarnya membuat cacing-cacing di perutnya berteriak meminta jatah. Seorang lelaki bertubuh gempal menghampirinya. “Apa kau membawakan seluruh pesanan kami?” tanyanya sambil menyingkap penutup pedati.
“Seperti biasanya, kami melakukan yang terbaik untuk kerajaan ini. Semua pesananmu aman.”
“Baguslah jika begitu. Aku hampir gila karenanya. Daging yang kau bawa akan dijadikan sajian utama di perayaan bulan merah.” Lelaki gempal tersebut berucap sambil memerintahkan para pekerjanya untuk mengangkut potongan daging dari dalam pedati menuju tempat penyimpanan.
“Apa perayaan itu yang menyebabkan air danau wine harus dikuras habis?” Tenshing menyuarakan serangkaian pertanyaan yang terus bercokol di pikirannya.
“Tepatnya seperti itu. Kaisar Huang Yan mengharuskan air danau wine diganti dengan yang baru. Sore nanti ribuan tong wine akan didatangkan dari gudang bawah tanah yang berada di tengah perkebunan anggur.”
“Seluruh penghuni istana akan sangat sibuk sepertinya. Berapa hari lagi aku harus memasok persediaan daging di dapur ini?”
“Sehari setelah perayaan bulan merah berakhir. Kau bisa membawakan separuh dari pesanan kali ini.” Ucap lelaki bertubuh gempal memberikan sekantong uang pembayaran kepada Tenshing.
Tidak membuang waktu Tenshing segera meninggalkan dapur istana dengan beberapa rencana yang berjubal di pikirannya. Dirinya harus menyampaikan kabar penting ini kepada putra mahkota Wang Wenxiao sesegera mungkin. Namun, yang menjadi kendalanya saat ini adalah ia tidak mengetahui keberadaan putra mahkota setelah putra mahkota Wang Wenxiao dikabarkan menjadi buronan di kerajaan Shui.

Permaisuri Bok Ping tetap serius dalam menjalankan rencananya. Tidak lama lagi tahta kekuasaan akan beralih ke tangannya. Dirinya hanya perlu menanti kabar dari tabib Jian perihal kelancaran usahanya, memasukkan racun-racun ke dalam beberapa tong di gudang penyimpanan.
“Hormat hamba yang mulia. Di depan tabib Jian bermaksud untuk menghadap.” Ucap seorang dayang sambil bersimpuh di hadapan permaisuri Bok Ping.
“Biarkan dia masuk.” Ucapan permaisuri Bok Ping segera dipatuhi oleh sang dayang. Serta merta sang dayang segera undur diri menyampaikan perintah junjungannya kepada tabib Jian.
Beberapa menit setelahnya tabib Jian telah berada di hadapan permaisuri Bok Ping. Seluruh dayang telah menghilang dari ruangan tersebut, memberikan privasi kepada keduanya. “Kabar apa yang ingin kau sampaikan tabib Jian?” Tanya permaisuri Bok Ping membenarkan posisi duduknya.
“Ampun permaisuri. Hamba membawa kabar yang akan menyenangkan hati permaisuri. Racun-racun tersebut telah berhasil hamba masukkan ke dalam lima puluh tong wine yang kini telah diangkut menuju danau wine.”
“Oh, kabar yang sangat menggembirakan tabib Jian. Aku tidak salah mempercayakan masalah ini kepadamu.”
“Terimakasih permaisuri. Hamba merasa tersanjung akan hal itu.”
“Sepertinya malam ini kita perlu merayakan kabar baik yang kau bawa. Tetap tinggalah disini hingga fajar nanti.”
Malam ini tempat peraduan permaisuri Bok Ping kembali dihangatkan oleh tubuh tabib Jian. Api di tungku perapian meretih,meneriakkan panas yang kembali menyatu dari tubuh keduanya.

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang