Chapter 24

904 83 17
                                    

Kening kaisar Xingguang Zao tampak berkerut memikirkan pesan yang di sampaikan putra mahkota melalui suratnya. Kegelisahan membelenggu dirinya. Misi yang sudah mereka rencanakan jauh-jauh hari tidak berjalan seperti halnya seharusnya. Kini nyawa kedua putra-putrinya lah yang menjadi taruhannya.
Dalam suratnya putra mahkota Wang Wenxiao berpesan agar penghuni istana tidak terpancing dengan berita penangkapan yang terjadi di kerajaan Shui. Putra mahkota Wang Wenxiao meminta agar ayahandanya tidak melakukan penyerangan ke kerajaan Shui sebelum dirinya bersama puri Xiu Min menyelesaikan kunjungannya. Tentunya hal tersebut memicu kekhawatiran kaisar Xingguang Zao. Melanjutkan perjalanan dengan status sebagai buronan bukanlah perkara yang mudah. Hal tersebut sangat sarat akan resiko tertangkap. Namun, tidak ada pilihan lain. Keberhasilan kedua putra-putrinya dalam misi ini akan membawa dampak yang sangat berpengaruh bagi kesejahteraan rakyat di seluruh inkarnate.
Kaisar Xingguang Zao menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerjanya. Ia memejamkan kedua matanya sejenak berusaha mengenyahkan segala kegelisahannya. Sebisa mungkin ia memikirkan hal-hal yang menenangkan, seperti birunya laut lepas, gemericik air terjun juga seorang cucu. Pemikirannya yang terakhir mengenai seorang cucu membuat sudut bibirnya sedikit tersimpul.


***

Angin Topan terus bergerak dengan tubuh Cuhn an yang masih berada dalam gendongannya. Ia berjalan secepat mungkin, meskipun pergelangan kakinya berdenyut-denyut setiap kali ia berjalan menanjak. Diantara deru napasnya yang tidak beraturan dirinya terus memasang telinga, mendengarkan suara derap langkah para prajurit yang masih saja berpatroli.
“Turunkan aku, itu akan mempercepat langkah kakimu. Kau tidak bisa terus menggendong tubuhku seperti ini, Sementara di belakang kita para prajurit yang sedang berpatroli semakin mendekat.”
Angin Topan tidak bereaksi. Dia terus melangkah menghiraukan perkataan Cuhn an. Ia berjalan seperti orang buta, berkali-kali tersandung tanpa sedetik pun menghentikan langkahnya. “Ada kuil di depan sana.” Ucapnya dengan napas yang tersengal.
“Tempat persembunyian yang cukup bagus. Kuharap para biksu bisa menerima kehadiran kita.”
Angin Topan semakin mempercepat langkahnya. Menaiki undakan dari susunan batu hingga akhirnya ia tiba di gerbang kuil yang berwarna monokrom. Dua buah nio, patung penjaga yang berada di sisi kanan kiri gerbang mengingatkan dirinya akan dewa penjaga pintu neraka.
Suasana kuil saat itu begitu hening, hanya ada beberapa biksu yang terlihat masih bekerja membersihkan halaman. Osenko yang berada di halaman depan kuil masih tampak mengepul dengan beberapa tancap dupa sisa pembakaran para pesembahyang. Tidak ada satupun aktivitas yang dapat mereka jumpai di kawasan lonceng kuil seperti halnya seharusnya yang selalu ramai akan ritual pembersihan dosa.
“Amitabha, apa yang membuat kalian datang mengunjungi kuil ini?” Seorang biksu yang secara kebetulan berpapasan dengan mereka bertanya.
“Maafkan kami yang sudah lancang memasuki kuil ini. Teman hamba terluka cukup parah, karenanya kami sengaja datang ke kuil ini untuk meminta pertolongan.”
“Beberapa hari ini kepala biksu cukup selektif dalam menerima kunjungan. Aku belum bisa memutuskan untuk menerima kunjungan kalian. Tetaplah disini aku akan memberitahukan kedatangan kalian kepada kepala biksu.”
Angin Topan mengangguk tanda meng-iyakan. Biksu tersebut segera berlalu meninggalkan keduanya yang masih saja berdiri di bawah naungan pohon Ginkgo.
“Kau menjadikan diriku sebagai umpan?” Cuhn an bersungut, tidak terima jika dirinya dijadikan alasan dalam kunjungan tersebut.
“Tidak ada pilihan lain, itu jauh lebih baik jika di bandingkan aku harus menjelaskan maksud kedatangan kita untuk bersembunyi. Lagi pula aku tidak berbohong. Kau sedang terluka dan saat ini sedang membutuhkan pertolongan.” Elak Angin Topan.
“Apapun itu intinya saat ini kau tengah memanfaatkan ketidakberdayaan ku.”
“Bisa jadi seperti itu.” Angin Topan mengulas senyumnya yang langka. Secepat mungkin ia memutuskan kontak matanya dengan Cuhn an. Keheningan membentang di antara mereka, menyengat dan berbahaya.
***

“Baru saja salah satu murid hamba menemui. Ia memberitahukan jika ada dua orang pengunjung di halaman depan. Hamba khawatir jika mereka bagian dari mata-mata yang sengaja di kirimkan oleh kaisar Chen Guang ke tempat ini. Ada lebih baiknya jika putra mahkota melihatnya terlebih dahulu untuk memastikan.” Kepala biksu memberi tahu.
“Apa gerak-gerik mereka mencurigakan?”
“Salah satu diantara mereka terluka.”
“Jika begitu maksud mereka datang ke kuil ini memang benar untuk meminta pertolongan.”
“Tapi, mereka membawa senjata. Itu yang memunculkan keraguan kami.”
“Baiklah jika begitu, aku akan melihat mereka.” Putra mahkota Wang Wenxiao beranjak melangkahkan kakinya menaiki tangga penghubung ruangan tersembunyi yang berada di dalam salah satu patung Buddha terbesar. Ia menggeser pintu perlahan kemudian keluar dari tempat persembunyiannya dan berada tepat di balik punggung patung. Dengan langkah waspada ia berjalan merunduk di antara deretan patung pemujaan, kemudian menghentikan langkahnya ketika dirinya telah berada di balik pilar.
“Darah neraka!” Dengan cepatnya putra mahkota Wang Wenxiao berlari melompati beberapa anak tangga. Langkahnya kian melebar menghampiri dua sosok manusia yang saat itu tengah berteduh di bawah naungan pohon Ginkgo yang berada di halaman depan kuil.
“Oh. Lihat siapa yang datang!” Ujar putra mahkota Wang Wenxiao dengan mimik wajahnya yang tiba-tiba berubah menjadi kaku dan mengeras.
Mendengar derap langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya Angin Topan segera membalikkan badan. Ia terpaku pada sosok yang saat ini telah berdiri di hadapannya. “Putra mahkota!” Ia segera menurunkan tubuh Cuhn an dari gendongannya kemudian memberikan salam penghormatan dengan kedua matanya yang berbinar.
“Sedang asik berduaan rupanya.” Sindir putra mahkota Wang Wenxiao sambil menyilangkan kedua lengannya di depan tubuh.
“Ampuni hamba. Wanita ini terus memaksa untuk tetap ikut, hamba tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui permintaannya.”
Kedua mata Cuhn an membola menatap tajam Angin Topan. Kurang ajar! Berani-beraninya ia mengumpankan diriku untuk yang kedua kalinya. Dewi batinnya bersungut.
“Kau berhasil membuatnya kesal dengan ucapanmu itu bung. Bawa dia kedalam, Xiu Min akan membantumu untuk mengobati lukanya.” Putra mahkota Wang Wenxiao menoleh ke arah Cuhn an dan tersenyum kepadanya. Ia bisa melihat tatapan mengintimidasi Cuhn an yang di tujukan pada Angin Topan.
Suara derap langkah kuda yang saling sahut menyahut juga ringkikan kuda yang semakin mendekat mencuri perhatian ketiganya. Para biksu yang sedang khidmat membersihkan halaman ikut serta menghentikan kesibukannya.
“Sial! Mereka menuju tempat ini. Ikuti aku sekarang juga.” Tidak membuang waktu Angin Topan beserta Cuhn an segera berlari mengikuti putra mahkota Wang Wenxiao. Namun karena luka di telapak kakinya yang kian berdenyut menyakitkan Cuhn an memelankan langkahnya. Hal tersebut memicu timbulnya rasa keprihatinan di mata Angin Topan, hingga akhirnya Angin Topan berbalik menghampiri Chun an. Tanpa permisi ia meraih tubuh Chun an. Membopongnya kemudian membawanya berlari mengikuti putra mahkota Wang Wenxiao yang saat itu telah bersiap untuk menutup pintu persembunyian yang berada tepat di bagian punggung patung Buddha terbesar.
“Ada ruangan tersembunyi di dalam patung? Seumur-umur hamba baru melihatnya kali ini.” Ucap Angin Topan begitu menyaksikan pintu di belakangnya bergeser menutup. Dengan pandangan takjub ia melihat sekeliling ruangan. Kedua matanya menjumpai tumpukan kotak kayu yang permukaannya di penuhi oleh debu berada di sudut ruangan. Beberapa buah buku tebal tampak mencuat dari sisi kotak yang berlubang. Hewan pengerat sesekali berkelebat di sekitar lantai yang juga di penuhi oleh debu.
“Turunkan aku sekarang juga!” Cuhn an tiba-tiba saja berucap mengalihkan perhatian Angin Topan dari tumpukan usang yang berada di sekelilingnya.
“Dengan senang hati. Akan lebih menyenangkan menyaksikan tikus-tikus itu melintas di sekitar kakimu.” Dengan gerakan cepat Angin Topan menurunkan tubuh Cuhn an ke atas lantai. Ia menyeringai sebelum akhirnya menyusul putra mahkota Wang Wenxiao yang telah bergerak menuju sudut ruangan.
“Keberadaan wanita selalu saja menyulitkan.”
“Itu jika dirimu tidak melibatkan perasaan kasih kepada dirinya.”
“Maksud putra mahkota?”
“Kau harus merasakan yang namanya jatuh cinta jika ingin mengetahui bahwa keberadaan seorang wanita di hidupmu tidaklah menyulitkan.”
“Rasanya itu tidak akan mungkin. Sedari tadi hamba tidak melihat keberadaan putri Xiu Min. Apa putri Xiu Min berada di ruangan yang berbeda dari patung ini?”
Putra mahkota Wang Wenxiao tidak menyahut. Ia berjongkok menggerapai permukaan lantai kayu yang di penuhi debu. Ada sebuah pintu kayu yang tertanam di lantai tersebut. Pintu yang pastinya mengarah menuju ruangan bawah tanah. Putra mahkota Wang Wenxiao segera membuka tuas pintu yang tersamarkan oleh debu, di bawah pintu yang terbuka kegelapan menganga. Serangkaian tangga kayu tampak menjorok ke dalam ruangan kecil dan kotor. Baunya seperti kotoran yang masih baru. Apek. Ruangan itu kosong hanya terisi beberapa rak kayu yang tampak lapuk di beberapa bagian. Putra mahkota Wang Wenxiao memimpin jalan, ia meraih sebuah lentera dari dalam rak kemudian menyalakannya. Cahaya dari lentera membias di sisi ruangan yang mereka lalui menerangi sisi tergelap yang tadinya tidak terlihat.

To be continue...

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang